Anggota Fraksi Golkar DPR RI, Umbu Rudi Kabunang mendukung penuh langkah Presiden Prabowo dan Menteri Bahlil mencabut izin tambang. “Ini bukan sekadar pencabutan izin, ini pernyataan sikap negara,” ujarnya.
JAKARTA,SELATANINDONESIA.COM – Suara alam, dan suara rakyat Papua akhirnya menemukan gema di jantung kekuasaan. Pemerintah pusat, lewat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Selasa (10/6/2025). Keputusan itu disebut sebagai bagian dari perintah langsung Presiden Prabowo Subianto dalam rapat terbatas sehari sebelumnya.
Namun, suara dukungan datang dari Senayan oleh seorang politisi Golkar asal Nusa Tenggara Timur, Umbu Rudi Kabunang, anggota Komisi XIII DPR RI. Ia tak hanya menyambut pencabutan izin dengan suka cita, tapi menyematkan makna yang lebih dalam. Ini bukan urusan teknis administratif semata, melainkan penanda arah baru politik lingkungan Indonesia.
“Langkah ini bukan hanya soal izin tambang. Ini adalah pernyataan sikap negara, bahwa lingkungan hidup dan masa depan Papua lebih penting dari keuntungan sesaat,” ujar Umbu Rudi kepada SelatanIndonesia.com, Rabu (11/6/2025).
Tegas dan Tak Biasa
Dalam politik pertambangan yang selama ini penuh kelonggaran dan kompromi, keputusan Presiden dan Menteri ESDM mencabut izin tambang di wilayah kaya biodiversitas seperti Raja Ampat adalah manuver yang tak biasa. Terlebih, keempat izin itu bukan dikeluarkan di masa kepemimpinan Bahlil. “Namun beliau tetap berani mencabut. Itu keberanian yang patut dihargai,” kata Umbu Rudi Kabunang.
Sebagai anggota legislatif yang mengawasi sektor Hukum dan HAM, Umbu Rudi melihat keputusan ini sebagai bentuk nyata keberpihakan negara terhadap suara rakyat. Menurutnya, pemerintah tak bisa lagi menutup mata atas konflik sosial, kerusakan ekosistem, dan keresahan masyarakat adat yang timbul akibat aktivitas pertambangan yang tak bertanggung jawab.
“Kalau Presiden dan Menteri ESDM berani membatalkan IUP di kawasan sensitif seperti Raja Ampat, maka ini harus menjadi standar baru di sektor tambang. Jangan ada lagi pembiaran,” ujarnya.
Umbu Rudi menekankan, pengelolaan tambang di tanah air harus bergeser dari pendekatan kuasa menjadi pendekatan tanggung jawab. “Jangan jadikan regulasi sebagai alat untuk menindas, apalagi di tanah yang dihuni masyarakat adat. Perlu keadilan ekologis, bukan eksploitasi tanpa batas,” ujarnya.
Politik yang Mendengar
Langkah cepat Presiden dan Menteri ESDM dalam merespons polemik tambang Raja Ampat, menurut Umbu Rudi, adalah contoh baik tentang bagaimana negara harus hadir. Ia menyebutnya sebagai “politik yang mendengar.”
“Sinyal dari rakyat, suara dari aktivis, masukan dari bupati dan gubernur, semua didengar dan ditindaklanjuti. Ini penting untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap negara,” ujarnya.
Di ujung pernyataannya, Umbu Rudi menyampaikan harapan: agar kementerian lain meniru langkah proaktif Menteri Bahlil. “Jangan tunggu viral dulu baru gerak. Negara harus lebih dulu peduli, lebih dulu hadir,” tegasnya.
Sejauh mata memandang, hamparan laut dan gugusan karang Raja Ampat tetap memesona. Tapi di balik keindahan itu, pernah bersembunyi ancaman dari tambang-tambang yang menggali lebih dari sekadar mineral. Mereka menggerus masa depan. Kini, satu langkah penting sudah diambil. Dan dari ruang-ruang parlemen, suara seperti Umbu Rudi Kabunang menjaga agar langkah itu tak berhenti di Raja Ampat semata.*/laurens leba tukan
Komentar