PEMIMPIN KITA, NEGARAWAN atau POLITISI?

1135
Thomas Ola Langoday (Wakil Bupati Lembata periode 2017-2022, Alumni P3DAX Lemhannas 2019)

Tahun 2020 adalah tahun pemilihan umum 270 kepala daerah di Indonesia, termasuk sembilan kabupaten di NTT. Suasana persiapan bakal calon kepala daerah oleh masyarakat dan partai politik mulai terasa. Sebentar lagi berbagai media masa cetak dan online mulai gencar mensosialisasikan visi – misi para calon kepala daerah yang ditetapkan oleh KPUD setempat.

Tulisan ini memberi informasi kepada masyarakat pemilih pada sembilan kabupaten di NTT untuk menimbang dan memilih pemimpin mereka yang mumpuni. Siapapun yang terpilih adalah pemimpin nasional yang ada di daerah. Mereka adalah negarawan. Mereka bukan politisi. Negarawan bekerja dengan visi jauh ke depan, dalam jangka panjang, menyiapkan jalan bagi anak cucu, menyiapkan jalan bagi generasi muda harapan bangsa agar pada saatnya mereka berhasil melewati era industry 4.0 dan memasuki era society 5.0 dengan gemilang. Mereka bukan penguasa panggung, menang dari satu panggung dan menyiapkan diri untuk tampil di panggung berikutnya setiap lima tahun. Ini namanya politisi.

Satu yang jelas bahwa semua kepala daerah yang dipilih rakyat adalah pemimpin visioner. Dengan menjual visinya, rakyat tertarik untuk membelinya dalam ruang demokrasi pemilukada. Namun demikian, sejak 2004 – 2019, semenjak pemilukada langsung digelar, dari 514 kepala daerah kabupaten/kota dan 34 provinsi di Indonesia, sudah 124 orang yang terkena OTT KPK RI. Dengan demikian kepala daerah yang terjaring kasus korupsi sebanyak 27,68%, suatu jumlah yang tidak sedikit.

Pertanyaan bagi masyarakat pemilih pada sembilan kabupaten di NTT adalah: apakah para calon kepala daerah yang akan dipilih adalah calon negarawan, pemimpin nasional yang visioner di daerah atau politisikah mereka? Mampukah mereka mengelola kompetensinya untuk pencapaian visinya?

Mengelola Kompetensi Pemimpin Nasional di Daerah Pemimpin Visioner adalah pemimpin yang menggunakan seni dan kompetensinya dalam memimpin organisasinya dan mengajak para pengikutnya, menggunakan sumber daya yang tersedia untuk mencapai visi yang sudah ditetapkannya yaitu : masa depan yang lebih baik. Sumber Daya Manusia sudah ada, Sumber Daya Alam sudah ada, Sumber Daya Keuangan sudah tersedia, Sumber Daya Teknologi sudah ada dan terus berkembang dari waktu ke waktu; Entrepreneur, tidak banyak tetapi sudah ada yang memulainya. Persoalannya adalah apakah para negarawan ini mampu mengoptimalkan kompetensinya dalam memanfaatkan semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai visinya?

Sebelum membahas bagaimana  mengoptimalisasi kompetensi, alangkah baiknya dibahas kompetensi apa sajakah yang dibutuhkan seorang pemimpin yang visioner atau negarawan di daerah? Menurut Spencer & Spencer (1993), Kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya. Selanjutnya dikatakan bahwa ada lima karakteristik kompetensi, yaitu Kompetensi Diri, Kompetensi Pengetahuan, Kompetensi keterampilan, Kompetensi Motivasi dan terakhir adalah Kompetensi sifat Tanggap terhadap Lingkungan.

Kompetensi Diri seorang pemimpin visioner/negarawan di daerah dapat dirangkum dalam sebuah kata yaitu “INTEGRITAS”. Pemimpin yang berintegritas adalah pemimpin yang konsisten, pemimpin yang jujur, pemimpin yang berdedikasi, pemimpin yang tidak menyalahgunakan kewenangannya. Pemimpin yang konsisten adalah pemimpin yang melakukan apa yang dikatakan. Apa yang dikatakan adalah apa yang dipikirkan atau direncanakan. Dan apa yang dipikirkan lahir dari hati yang tulus dan ikhlas. Di sini, regulasi adalah dasar pijaknya. Dia tidak bisa memerintah bawahan atau koleganya hanya dengan omong besar di mulut. Setiap perkataannya terukur; sehingga bahawannya selalu mencari rujukan regulasinya; bukan asal perintah karena jabatannya. Dia lebih cocok disebut politisi ketimbang negarawan.

Pemimpin yang jujur, artinya pemimpin yang tidak pernah berbohong, pemimpin yang berani menyatakan salah jika apa yang diperbuatnya itu salah, dan berani menyatakan benar jika apa yang diperbuatnya itu benar. Benar di sini berbeda dengan baik dan pantas. Yang diperbuat benar sudah pasti baik; yang diperbuat baik sudah pasti pantas. Tetapi apa yang diperbuat pantas belum tentu baik dan yang dibuat baik belum tentu benar. Dasar pijak berbuat benar adalah regulasi; apa yang diperbuat baik dan pantas menurut seseorang berdasarkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat, belum tentu sesuai regulasi. Jika seseorang memerintah atas dasar baik dan pantas menurut dirinya sendiri, dia adalah politisi; dia bukan negarawan. Pemimpin berintegritas harus berdedikasi, artinya pemimpin yang mengabdikan diri sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat banyak baik moril maupun materiil. Istilah kerennya adalah pemimpin yang telah selesai urusan dengan dirinya sendiri; tidak saja ekonomi tetapi juga keluarga, suku dan agama. Pemimpin berintegritas adalah pemimpin yang tidak menyalahgunakan kewenangan atau kekuasaan  untuk kepentingan diri, keluarga, suku, agama, warna kulit, apalagi kepentingan politik.

Lebih dari 27% pemimpin di daerah yang terjerat kasus korupsi adalah bukti nyata penyalahgunaan kekuasaan. Tidak saja jual beli jabatan tetapi juga memprioritaskan jabatan strategis tertentu bagi keluarga, golongan dan agama, adalah bahagian dari penyalahgunaan kekuasaan. Pemimpin yang demikian tidak pantas disebut negarawan di daerah; dia lebih cocok disebut politisi.

Pemimpin Visioner/negarawan di daerah dituntut memiliki Kompetensi Pengetahuan. Kompetensi pengetahuan ini menuntun pemimpin yang bersangkutan untuk memahami teori pada satu sisi dan dunia nyata pada sisi lainnya. Pemimpin dengan kompetensi pengetahuan yang cukup, dapat menerapkan pengetahuannya sesuai dengan kondisi lapangan dan tidak pernah memaksakan kehendaknya. Pengetahuan yang luas menjadi modal dasar untuk menyelesaikan banyak permasalahan di daerah.

Pada beberapa aspek tertentu, seorang pemimpin yang visioner dituntut mengetahui banyak dari yang sedikit; tetapi pada beberapa aspek lainnya dituntut untuk mengetahui sedikit dari yang banyak. Dengan kompetensi Pengetahuan yang cukup, seorang pemimpin visioner dapat dengan mudah menggerakkan pemimpin lain yang ada di bawahnya untuk lebih cepat mencapai tujuan. Menggerakkan, berbeda dengan memaksa atau menghukum. Semakin tinggi ilmu pengetahuan yang dimiliki, semakin menggunakan cara-cara yang manusiawi dalam menggerakkan orang untuk mencapai visi; bukan dengan menghukum, apalagi tidak dalam kaitan mencapai visi.

Pemimpin visioner dituntut memiliki Kompetensi Keterampilan agar mampu  melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Kompetensi keterampilan ini biasanya diperoleh dari pendidikan non formal, dengan mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan keterampilan, kursus singkat, bimbingan teknis dan latihan keterampilan lainnya baik fisik maupun non fisik seperti pembinaan mental dan rohani. Dengan kompetensi keterampilan yang cukup, seorang pemimpin visioner dapat bekerja lebih keras baik secara fisik maupun secara mental dan menjadi contoh bagi pemimpin lain yang berada di bawahnya atau bagi stafnya dalam mencapai visinya.

Pemimpin visioner dituntut memiliki Kompetensi Memotivasi diri dan bawahan. Pemimpin visioner, selalu memotivasi dirinya untuk lebih sukses dari orang lain, sebelum memotivasi orang lain untuk mencapai kesuksesan.

Kemampuan momotivasi diri sendiri lahir dari hati yang bersih; hati yang bersih menuntun pikiran yang maju dan positip. Pikiran yang maju dan positip menjadi dasar untuk berkata yang benar, yang baik dan yang pantas. Perkataan yang benar, baik dan pantas menjamin perbuatan benar, baik dan pantas. Perbuatan benar, baik dan pantas yang dilakukan secara terus-menerus akan menjadi kebiasaan yang benar, baik dan pantas. Kebiasaan yang benar, baik dan pantas yang dilakukan secara terus-menerus akan menjadi budaya yang benar, baik dan pantas. Budaya yang benar, baik dan pantas akan melahirkan karakter yang benar, baik dan pantas. Karakter yang benar, baik dan pantas akan melahirkan nasib yang benar, baik dan pantas. Dalai Lama, pendeta Budha kesohor itu menyatakan bahwa pada akhirnya nasib seseorang ditentukan oleh mindsetnya. Kesempatan ini, saya mau katakan, nasib seseorang lahir dari hatinya. Jika pemimpin visioner telah mendapatkan nasib yang benar, baik dan pantas, maka dia dapat memotivasi pemimpin lain atau masyarakat umum untuk melakukan hal-hal yang benar, baik dan pantas mulai dari hati yang tulus dan ikhlas melayani, merubah mindset untuk seterusnya merubah nasib untuk hidup yang lebih sejahtera. Tugas negarawan ada di sini.

Terakhir, Pemimpin Visioner dituntut memiliki Kompetensi Sifat Tanggap terhadap Lingkungan Sekitarnya. Hal ini diperlukan karena ketika berbagai peristiwa social kemasyarakatan terjadi, pemimpin visioner harus selalu di depan untuk memimpin dan memberi teladan menyelesaikan persoalan. Pemimpin visioner selalu tiba tepat waktu, menjadi orang pertama yang menolong pada setiap peristiwa social kemasyarakatan yang menimpa warganya (ingarso sung tulodo).  Pada kesempatan yang sama, pemimpin visioner juga berada di tengah-tengah rakyatnya untuk memberikan dorongan agar tidak patah semangat (ingmadya mangun karso); pada situasi yang sama, pemimpin visioner harus dapat melindungi rakyatnya dari berbagai ancaman bencana (tut wuri handayani). Pemimpin visioner tidak menunggu panggung untuk pesta. Jika ini terjadi dia lebih pantas disebut politisi ketimbang negarawan.

Pemimpin visioner dituntut memiliki minimal lima kompetensi dasar, yaitu: Kompetensi Diri, Kompetensi Pengetahuan, Kompetensi Keterampilan, Kompetensi Motivasi dan Kompetensi Sifat Tanggap. Kompetensi-kompetensi ini perlu dioptimalkan dari waktu – ke waktu agar ketika muncul persoalan di tengah-tengah masyarakat, tidak ada yang tidak bisa diselesaikan. Apapun persoalan yang muncul dapat dengan cepat, tepat dan ekonomis diatasi dan semuanya tergantung pada seorang pemimpin yang visioner. Seorang pemimpin visioner menjadi contoh dan teladan bagi pemimpin lain yang ada dibawahnya, bagi staf serta masyarakatnya.

Akhirnya kembali kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, apakah pemimpin yang telah dipilinyah benar-benar telah mengoptimalkan kompetensinya untuk mencapai visinya? Politisikah atau negarawankah pemimpin itu? Hanya rakyat yang menilai.

(Opini ini sudah terbit di Pos Kupang Tanggal 28 Pebruari 2020).

Center Align Buttons in Bootstrap