BAJAWA,SELATANINDONESIA.COM – Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana D. Jone meminta Pemerintah Kabupaten Ngada segera membentuk Gugus Tugas atau Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) mulai dari desa.
“OPD atau Dinas terkait, Camat hingga Kepala Desa/Lurah harus berperan aktif melakukan pengawasan terhadap calon-calon tenaga kerja AKAD dan AKAN di wilayahnya masing-masing. Pembentukan Gugus Tugas sekaligus untuk menjamin pelaksanaan langkah-langkah pencegahan TPPO berjalan dengan baik dan efektif,” sebut Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana D. Jone ketika tampil sebagai pembicara dalam kegiatan Sosialisasi Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Pekerja Migran Indonesia Non Prosedural (PMINP) Wilayah Kabupaten Ngada. Acara yang diinisiasi Kantor Imigrasi Kelas II TPI Labuan Bajo ini berlangsung di Aula STIPER Flores Bajawa, Jumat (28/7/2023).
Kakanwil Merciana mengatakan, gugus tugas yang segera dibentuk itu agar beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah, penegak hukum, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, dan peneliti/akademisi.
“Pemberantasan dan pencegahan TPPO harus dilakukan agar tidak ada lagi masyarakat terutama perempuan dan anak yang menjadi korban eksploitasi karena perdagangan orang,” jelasnya.
Marciana mengatakan, masih banyak masyarakat di NTT yang belum memahami permasalahan sebagai penyebab terjadinya trafficking atau perdagangan orang. Sebagai contoh, masih banyak calon tenaga kerja baik yang akan bekerja di luar daerahnya (Antar Kerja Antar Daerah/AKAD) maupun ke luar negeri (Antar Kerja Antar Negara/AKAN) tidak dilengkapi dengan dokumen atau surat-surat resmi. Seperti pemalsuan KTP, tidak memiliki kartu kuning dari Disnakertrans, hasil rekam medis yang tidak sesuai dengan data asli calon tenaga kerja, serta pemalsuan sertifikasi pelatihan.
“Selain itu, masih banyak tenaga kerja yang dikirim ke luar negeri tanpa memiliki skill memadai,” ujarnya.
Terkait hal ini, Marciana berharap Balai Latihan Kerja (BLK) dapat diaktifkan kembali untuk melatih para calon tenaga kerja agar memiliki skill yang baik sebelum bekerja ke luar negeri. Disisi lain, masyarakat juga harus melengkapi persyaratan yang dibutuhkan termasuk dokumen/surat-surat resmi guna mencegah terjadinya perdagangan orang. Calon tenaga kerja paling tidak mengetahui kemana tujuan mereka dan pekerjaan apa yang akan dilakukan.
“Untuk melaksanakan pemberantasan TPPO, pemerintah wajib mengambil langkah-langkah untuk pencegahan dan penanganan TPPO,” tegasnya.
Menurut Marciana, perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Korban diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain seperti pekerja paksa atau pelayanan paksa dan perbudakan. Jam kerja yang tidak pasti, mendapatkan kekerasan atau penyiksaan saat bekerja, serta gaji yang tidak dibayar juga merupakan bentuk dari perdagangan orang.
Selain Kakanwil Merciana, sosialisasi juga menghadirkan Kasubdit IV Renakta Ditkrimum Polda NTT, Margaritha Sulabesi dan Liaison Officer for Immigration Affairs, IOM Indonesia, Marini Fitria sebagai pembicara lainnya.
Liaison Officer for Immigration Affairs, IOM Indonesia, Marini Fitria mengatakan, pihaknya selama ini melakukan pendampingan bagi korban TPPO dengan mengedepankan 12 prinsip-prinsip pendampingan. Diantaranya, prinsip penghormatan, perlindungan dan penegakan HAM, non diskriminasi, pemenuhan hak anak dan kepentingan terbaik bagi anak, non stigmatisasi, serta hak atas kerahasiaan dan privasi.
“Pendamping korban TPPO berperan melakukan identifikasi, rehabilitasi kesehatan, bantuan hukum, rehabilitasi sosial dan pemulangan, serta reintegrasi sosial,” ujarnya.
Kasubdit IV Renakta Ditkrimum Polda NTT, Margaritha Sulabesi menyampaikan, TPPO dan PMINP utamanya dilatarbelakangi oleh faktor kemiskinan, ketidaktahuan masyarakat, terbatasnya lapangan pekerjaan di NTT, serta adanya oknum yang memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat untuk merekrut dan mengirim tenaga kerja tanpa melalui prosedur yang benar. Ada berbagai modus operandi yang dilakukan oleh pelaku tindak kejahatan tersebut.
“Salah satunya dengan mengiming-imingi korban untuk bekerja di luar negeri dengan gaji yang besar, padahal pelaku sedang melakukan penipuan. Modus lainnya juga terkait dengan pemalsuan dokumen kependudukan. Selain itu, korban umumnya ditempatkan di penampungan sementara hingga berbulan-bulan ataupun dijerat dengan hutang untuk mengikat korban,” jelasnya.*/)Humas/rin
Editor: Laurens Leba Tukan