
KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Skandal kekerasan seksual yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman (FWL), semakin menggemparkan publik. Kasus ini tidak hanya melibatkan tindakan kekerasan terhadap anak di bawah umur, tetapi juga dugaan penggunaan obat penenang untuk melumpuhkan korban.
Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi Golkar, Dr. Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga, S.H., M.H., meminta Kapolri untuk menerapkan juga Undang-Undang Kesehatan terhadap Fajar sebagai tambahan hukuman selain UU ITE, UU Kekerasan Seksual, serta UU Perlindungan Perempuan dan Anak.
Dugaan Penggunaan Obat Penenang
Dalam wawancara eksklusif dengan SelatanIndonesia.com di Kupang, Selasa (1/4/2025), Umbu Rudi Kabunang mengungkapkan bahwa ada indikasi kuat Fajar membius korban sebelum melakukan aksinya. “Berdasarkan keterangan orang tua korban, korban kehilangan kesadaran sebelum diserang oleh pelaku. Ini mengindikasikan adanya penggunaan obat penenang, yang bisa masuk dalam ranah pidana berdasarkan UU Kesehatan,” tegas Umbu Rudi.
Jika terbukti, Fajar dapat dijerat dengan Pasal 196 dan 197 UU Kesehatan yang mengatur penyalahgunaan obat-obatan dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.
Modus Operandi Pelaku
Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, Fajar diduga telah merencanakan aksi kejinya dengan sangat matang. Ia mengajak korban ke hotel dengan alasan memberikan bantuan dan bimbingan. Namun, setelah tiba di lokasi, korban diberikan minuman yang diduga telah dicampur dengan obat penenang. Setelah korban tidak sadarkan diri, pelaku kemudian melakukan kekerasan seksual terhadap mereka.
Polisi juga menemukan rekaman CCTV yang menunjukkan Fajar memasuki hotel bersama korban dan keluar sendirian beberapa jam kemudian. Rekaman ini menjadi salah satu bukti kuat dalam penyelidikan kasus ini.
Pertemuan dengan Korban dan Kondisi Mereka
Dalam kunjungannya ke Kota Kupang, Umbu Rudi Kabunang menemui langsung dua korban anak di bawah umur serta seorang anak berusia 6 tahun yang diduga menjadi korban lainnya. “Kondisi mereka sangat memprihatinkan. Kita semua harus mengingat bahwa mereka adalah anak-anak kita. Trauma yang mereka alami tidak bisa dianggap remeh,” ujarnya.
Para korban kini mendapatkan pendampingan psikologis oleh lembaga perlindungan anak setempat. Pemerintah daerah dan organisasi masyarakat juga turut memberikan dukungan untuk pemulihan fisik dan mental korban. Beberapa korban bahkan mengalami gangguan tidur, kecemasan berlebih, dan ketakutan terhadap orang asing akibat kejadian tersebut.
Selain itu, dari pengakuan para korban setiap kali bertemu dengan Fajar, mereka diminta Fajar untuk mencari lagi korban yang baru, dengan iming-iming uang. “Merak diminta Fajar untuk mencari lagi korban yang usianya lebih muda dari mereka dan akan diberikan uang, tapi para korban ini tidak mau,” sebut Umbu Rudi.
Kasus ini menjadi ujian bagi aparat penegak hukum dalam menindak tegas pelaku kekerasan seksual, terutama ketika dilakukan oleh seorang mantan pejabat kepolisian. “Saya minta Kapolri memastikan proses hukum berjalan tanpa intervensi dan menjadikan kasus ini sebagai preseden agar tidak ada lagi oknum aparat yang menyalahgunakan wewenang mereka,” tambah Umbu Rudi.
Masyarakat dan aktivis perlindungan anak terus mengawasi jalannya kasus ini dan mendesak agar pengadilan menjatuhkan hukuman maksimal bagi pelaku. Mereka juga menuntut reformasi dalam institusi kepolisian untuk memastikan tidak ada lagi kasus serupa yang terjadi di masa depan.
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) juga mendesak agar Fajar tidak hanya dihukum berdasarkan KUHP, tetapi juga dijerat dengan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ketua Komnas PA menegaskan bahwa hukuman berat harus diberikan untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.
Sikap Polri dalam Kasus Ini
Pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menyatakan akan bertindak transparan dan profesional dalam menangani kasus ini. Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol. Dedi Prasetyo, menyebut bahwa kasus ini sudah masuk dalam tahap penyidikan dan berjanji tidak akan ada perlakuan istimewa terhadap mantan Kapolres Ngada tersebut.
“Ini adalah kasus yang sangat serius. Kami akan menangani dengan tegas dan tidak ada intervensi terhadap proses hukum yang berjalan,” ujar Dedi Prasetyo dalam konferensi pers di Jakarta.
Kapolda Nusa Tenggara Timur juga telah membentuk tim khusus untuk mengawal jalannya penyelidikan, memastikan semua bukti dikumpulkan secara transparan, dan berkoordinasi dengan Komnas PA serta lembaga perlindungan anak lainnya.
Kasus Fajar bukan hanya sekadar kasus kriminal biasa, tetapi juga mencerminkan tantangan besar dalam perlindungan anak dan penegakan hukum di Indonesia. Dengan semakin banyaknya desakan dari berbagai pihak, termasuk dari parlemen, diharapkan keadilan bisa ditegakkan dan para korban mendapatkan perlindungan serta pemulihan yang layak.
Masyarakat kini menunggu langkah tegas dari aparat hukum untuk membawa pelaku ke pengadilan dan memastikan hukuman maksimal bagi Fajar. Keputusan dalam kasus ini akan menjadi tolok ukur bagaimana Indonesia menangani kejahatan seksual yang melibatkan aparat penegak hukum.*/)llt