Panen TJPS di SBD Capai 4 Ton Per Haktare

303
Masyarakat petani di Kabupaten Sumba Barat Daya ketika memanen jagung pada program TJPS periode Oktober-Maret (Okmar) 2021. Foto: Koordinator Pendamping TJPS SBD

TAMBOLAKA,SELATANINDONESIA.COM – Sejak pertama kali mendarat, hasil panen jagung pada program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) rata-rata beriksar antar 2,5 Ton hingga 4 Ton/Ha. Hasil panen itu tersebar pada sejumlah kecamatan di Kabuaten SBD yang menjadi sasaran program Pemerintah Provinsi NTT itu.

Dari hasil panen pertama pada periode Oktober-Maret (Okmas) 2019, rata-rata hasil panen petani mencapai 2,5-4 ton per hektare,” sebut Koordinator Pendamping TJPS Kabupaten SBD, Marinus R. D Bili, S.Pt kepada SelatanIndonesia.com, Senin (29/3/2021).

Dijelsakan Marinus, program TJPS di Kabupaten SBD dimulai pada tahun 2019/2020 khususnya pada musim tanam pertama (MT I), mendarat pertama kali di dua kecamatan yaitu Kecamatan Wewewa Barat di lima desa yaitu Desa Marokota, Sangu Ate, Menne Ate, Wali Ate dan Weekombak. Juga di Kecamatan Kodi Uatara pada tiga desa yakni Desa Kendu Wela, Hameli Ate dan Kadu Eta.

Pada tahun 2020 di Musim Tanam Kedua (MT II) program TJPS masuk di 8 kecamatan yakni Kecamatan Wewewa Selatan ada empat desa yaitu Desa Mandungo, Umbu Wango, Tena Teke dan Buru Deilo. Kecamatan Wewewa Barat ada tiga desa yakni Desa Pero, Raba Ege dan Kalaki Kambe. Kecamata Wewewa Tengah ada di dua desa yakni Desa Weerame dan Wee Kokora, Kecamata Wewewa Timur ada enam desa yakni Desa Tema Tana, Kadi Wano, Dede Pada, Kadi Wone, Mareda Kalada, Wee Limbu dan Dikir. Dan, di Kecamatan Loura ada di dua desa yakni Desa Loko Kalada dan Lete Konda, Kecamata Kodi Utara ada di desa Noha, Kecamatan Kodi di desa Ana Engge, dan Kecamatan Kodi Bangedo ada dua desa yakni desa Mere Kehe dan Mata Kapore,” jelasnya.

Proses pengeringan jagung hasil panen pada program TJPS di Kabupaten Sumba Barat Daya. Foto: Koordinator Pendamping TJPS SBD

Disebutkan Marinus, pada tahun 2021 untuk Musim Tanam Pertama (MT I), program TJPS ada di 2 Kecamatan yakni Kecamata Kodi Utara ada empat desa yakni Desa Kori, Limbu Kembe, Kalena Rongo dan Kadaghu Tana. Dan di Kecamatan Loura ada empat desa yakni Desa Lete Konda, Ramadana, Karuni dan Weekambala.

Pada tahun 2021/2022 untuk MT II, program TJPS berada di dua Kecamatan yakni, Kecamata Wewewa Timur ada delap desa yakni desa Mareda Kalada, Kadi Wanno, Dede Pada, Kadi Wone, Pada Eweta, Mata Pyawu, Mawo Dana dan Dikir. Dan, Kecamatan Kodi Utara ada tiga desa yakni desa Hameli Ate, Kadaghu Tana dan Noha,” ujarnya.

Ia menjelaskan, seluruh desa sasaran TJPS itu didampingi oleh 9 orang tenaga pendamping TJPS. Marianus merincikan, luas lahan MT I pada periode Oktober-Maret (Okmar) tahun 2019/2020 seluas 325 Ha, MT II periode April-September (Asep) tahun 2020 seluas 549 Ha, MT I (Okmar) 2021 seluas 401 ha, dan MT II (Asep) 2020/2021 seluas 360 ha sehingga total luasan lahan di Kabupaten SBD untuk program TJPS sudah mencapai 1.360 ha.

Marianus mengungkapkan, kendala yang dihadapi pendamping dalam mewujutkan TJPS diantaranya pada setiap musim tanam sering terjadi ketidaktepatan waktu dalam pendropingan saprodi. “Ini yang menjadi kendala utama dalam proses perjalanan TJPS. Juga, jarak tempuh lokasi masing-masing pendamping yang cukup jauh serta kondisi wilayah yang sangat tidak bersahabat,” ujarnya.

Ia mengatakan, yang harus dilakukan Pemprov NTT dalam pelaksanaan kegiatan TJPS adalah melakukan proses pendropingan saprodi pada setiap musim tanam, sehingga proses pelaksanaan tanam dapat berjalan sesuai dengan waktu yang tepat. “Untuk ketepatan saprodi ke tangan petani seperti benih, masih kurang maksimal karena sering terjadi keterlambatan dalam proses pendropingan/penyaluran,” katanya.

Marinus menambahkan, faktor yang menghambat suksesnya TJPS di Kabupaten SBD antara lain cuaca yang kurang bersahabat yang sewaktu-waktu dapat berubah, serangan hama dan penanganan hasil panen pada saat musim hujan. “Ketika petani memanen pada saat curah hujan yang cukup tinggi maka hasil tersebut akan sangat terganggu bahkan rusak karena minimnya alat pendukung yang dimiliki setiap petani. Sedangkan serangan hama yang sudah sering terjadi dari Periode Asep tahun 2019, dan penanganan yang dilakukan, kita berkoordinasi dengan Dinas teknis untuk prsoses penanganannya dan juga mengarahkan petani untuk melakukan penanganan secara swadaya atau mandiri,” sebutnya.

Mewakili para pendamping TJPS, ia berharapa kepada Pemprov NTT terutama Dinas Pertanian Tanaman Pangan agar setiap musim tanam, harus meyiapkan saprodi tepat waktu. Juga, dalam hal pengadaan atau pembelian ternak dari hasil penjualan jagung oleh petani supaya Dinas Petanian Provinsi bisa bekerja sama dengan Dinas Peternakan Kabupaten SBD untuk bisa menyiapkan ternak sehingga petani-petani bisa membeli langsung ke dinas Peternakan Kabupaten SBD.

Terkait penjualan dan pembelian jagung untuk saat ini dan musim depan agar off taker dan harga jual jagung sudah bisa diketahui oleh pendamping dan juga petani sehingga tidak ada keraguan dalam proses penjualan jagung kedepannya,” ujar Marinus.***Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap