GESER UNTUK LANJUT MEMBACA
Gubernur NTT
Beranda / Gubernur NTT / Gubernur Melki Cari Titik Temu di Tengah Riuh Tunjangan Dewan

Gubernur Melki Cari Titik Temu di Tengah Riuh Tunjangan Dewan

Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena dan Wagub Johni Asadoma ketika Sidang paripurna DPRD NTT, Senin (8/9/2025). Foto: Gio

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Riuh kritik publik mengiringi terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 22 Tahun 2025 tentang kenaikan tunjangan transportasi dan perumahan bagi anggota DPRD Nusa Tenggara Timur. Isu ini cepat merembet ke warung kopi, media sosial, hingga jalanan, seiring polemik serupa yang lebih dulu meletup di Senayan.

Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena memilih langkah berbeda: menenangkan arus dengan membuka pintu dialog. “Kami memahami situasi kebatinan masyarakat terkait Pergub Nomor 22 Tahun 2025. Semua aspirasi telah kami dengar, dan tentu akan kami diskusikan dengan teman-teman DPRD,” kata Gubernur Melki di Kupang, Senin (8/9/2025).

Alih-alih menutup diri, Gubernur Melki menyiapkan forum perbincangan yang melibatkan DPRD, akademisi, Ombudsman, hingga masyarakat sipil. “Kami terbuka untuk mencari solusi terbaik demi kerja dewan juga lebih baik,” ujarnya.

Bagi Gubernur Melki, tunjangan itu bukan semata urusan pribadi legislator. Kebutuhan mobilitas di daerah pemilihan, terutama di provinsi kepulauan seperti NTT, menjadi alasannya. “Ada elemen yang mereka lakukan untuk membantu masyarakat di Dapil. Jangan menilai ini sekadar urusan pribadi,” katanya.

Tarik-Menarik Persepsi

Prof. Umbu Data: Rumah Mandiri, Laboratorium Masa Depan di Sumba Tengah

Di sisi lain, kritik publik tak terbendung. Angka tunjangan dianggap tak sebanding dengan kondisi ekonomi warga. Gubernur Melki menanggapi dengan nada menimbang. “Saya lihat sebagian orang melihat angka-angka ini sangat besar, tetapi sebagian besar juga dipakai untuk urusan konstituen di Dapil masing-masing,” katanya.

Ia berjanji akan memeriksa kembali detail Pergub itu sebelum mengambil keputusan lebih lanjut. “Saya akan segera cek detailnya seperti apa,” ucapnya.

Suara Akademisi

Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Kupang, Ahmad Atang, menilai kebijakan ini sebenarnya bukan hal baru. Pergub sudah diteken sejak 2022, hanya saja baru direalisasikan tahun ini. “Gubernur Melki sebenarnya hanya mengembalikan hak-hak DPRD,” katanya dilansir dari VictoryNews.id.

Menurut Atang, sejumlah fasilitas DPRD, mulai dari pokok pikiran (pokir) hingga perjalanan dinas, justru dipangkas menyesuaikan kondisi fiskal daerah. Karena itu, perdebatan tentang besarnya tunjangan menjadi relatif. “Yang mestinya jadi fokus publik bukan angka tunjangannya, melainkan kinerja DPRD. Hak-hak yang diterima dewan harus sebanding dengan kinerjanya,” ujarnya.

Dr. Umbu Rudi Kabunang Minta Bentuk Tim Gabungan Pencari Fakta Selidiki Pelanggaran HAM PT Toba Pulp Lestari

Ia menambahkan, karakteristik NTT sebagai provinsi kepulauan membuat kebutuhan transportasi anggota dewan lebih tinggi dibanding daerah lain. “Menuntut DPRD bekerja optimal tanpa dukungan fiskal memadai tentu tidak adil. Publik harus menilai secara proporsional,” katanya.

Diplomasi Sunyi

Di tengah suara publik yang gaduh, Gubernur Melki tampak memilih jalan senyap: merajut kompromi lewat dialog. Bagi gubernur, polemik tunjangan ini bukan semata angka di atas kertas, melainkan soal menjaga kepercayaan rakyat sekaligus memastikan wakil mereka dapat bekerja.

Dalam politik, mencari titik temu sering kali lebih sulit daripada menekan palu sidang. Dan di NTT, Gubernur Melki tahu betul, kompromi yang dicapai hari ini akan menjadi tolok ukur kepemimpinannya ke depan.*/Laurens Leba Tukan

Gubernur Melki Tegas, Perusahaan Geotermal Tak Masuk Lintasan Sponsor

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement
× Advertisement