LARANTUKA,SELATANINDONESIA.COM – Tour de Entete 2025, ajang balap sepeda internasional yang menghubungkan tiga pulau di Nusa Tenggara Timur, mendadak harus memangkas rute. Dari Kupang ke Sumba, balapan yang diikuti 16 tim dari 13 negara itu sejatinya akan bergerak ke Flores Timur dan Sikka. Namun, alam punya kuasa lain.
Pemerintah Provinsi NTT lewat surat resmi bernomor BU.500.13.3.3/50/Parekraf/2025, tertanggal 9 September 2025, mengumumkan pembatalan etape di dua kabupaten itu. Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Provinsi, Flouri Rita Wuisan, menandatangani surat yang kemudian dikirimkan kepada Bupati Flores Timur dan Bupati Sikka. Alasannya: kondisi alam yang tak bisa diprediksi, terutama aktivitas Gunung Lewotobi Laki-laki yang hingga kini masih bergolak.
Gunung yang sudah beberapa kali erupsi itu membuat jalur lintasan tidak aman. Status tanggap darurat diperpanjang hingga 31 Desember 2025. Dalam rapat evaluasi di Ruang Rapat Bupati Flores Timur, Kamis (11/9/2025), seluruh pejabat daerah, DPRD, Forkopimda, BNPB, BPBD, hingga BMKG sepakat untuk mengutamakan keselamatan warga. “Banjir lahar dingin juga sudah terjadi di beberapa desa, dan statusnya naik menjadi Tanggap Darurat,” ujar seorang pejabat BNPB yang hadir.
BMKG menambahkan peringatan soal potensi musim hujan ekstrem akibat suhu permukaan laut yang tinggi, sementara Tim Pemantauan Gunung Api Lewotobi melaporkan adanya hujan abu dan aliran lahar dingin di Desa Nawakote, Nurabelen, Bawalatang, hingga Nurabelen. Situasi ini membuat jalur evakuasi harus terus dijaga, alat berat siaga untuk membersihkan jalan, dan akses menuju hunian sementara (huntara) serta hunian tetap (huntap) diperhatikan.
Keputusan membatalkan rute balap di Flores Timur dan Sikka bukan sekadar soal event olahraga, tapi soal keselamatan publik. Tour de EnTeTe memang melaju dengan semangat sportivitas, tapi kali ini harus tunduk pada letusan bumi dan derasnya langit.
Di NTT, manusia bisa merancang jalur, memacu sepeda, dan merayakan sportivitas. Namun, di hadapan gunung yang bergolak dan hujan yang mencurah, manusia hanya bisa belajar rendah hati: alam selalu punya kata terakhir.*/MDP/Prokompim/Laurens Leba Tukan
Komentar