Gubernur Melki dan Para Kepala Daerah Bertemu Mendikdasmen: Sekolah Satu Atap dan SMK 4 Tahun untuk Masa Depan Anak NTT

219
Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena bersama seluruh Kepala Daerah dari NTT ketika bertemu dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti di Jakarta, Selasa (18/3/2025). Foto: Edy Naga

JAKARTA,SELATANINDONESIA.COM – Pemerintah pusat akhirnya turun tangan mengatasi krisis pendidikan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengumumkan rencana menghidupkan kembali program Sekolah Satu Atap (Satap) dan memperkenalkan SMK 4 Tahun, khusus untuk daerah dengan akses pendidikan terbatas.

Dalam audiensi dengan Gubernur NTT Emanuel Melkiades Lakalena dan para kepala daerah se-NTT di Jakarta, Selasa (18/3/2025), Abdul Mu’ti mengungkap fakta mencengangkan: 1 dari 4 anak di NTT tidak mampu melanjutkan ke SMA. Sementara itu, nilai akademik siswa di NTT juga masih jauh di bawah rata-rata nasional.

Solusi Radikal, Sekolah Satu Atap dan SMK 4 Tahun

Penjelasan Menteri Mu’ti ini merespons permintaan gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena tentang sebaran sekolah menengah di NTT yang masih amat minim. Gubernur Melki juga meminta Kemendikdasmen untuk membantu NTT menyiapkan sistem sekolah kejuruan yang tamatannya bisa mengisi kebutuhan tenaga kerja di sejumlah sektor seperti pengelolaan garam, rumput laut dan peternakan.

Pemprov NTT juga antusias menerima dan siap mendukung program SMK 4 tahun yang menyiapkan satu tahun khusus untuk keterampilan dan keahlian.

“Kami siapkan semua yang bisa kami siapkan untuk mempermudah semua program Pak Menteri untuk NTT. Juga soal inovasi di SMK,” tegas Melki.

Menteri Mu’ti mengungkapkan, Kemendiksdasmen juga menaruh perhatian pada pendidikan non-formal untuk mendukung penguatan keterampilan peserta didik dan anak muda di daerah.

Selain itu, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bisa membantu program keahlian. Terutama, yang terkait dengan kebutuhan untuk pengembangan ekonomi rakyat yang kontekstuak sesuau kebutuhan dan potensi daerah.

Menteri Mu’ti juga memastikan penyediaan relawan pendidikan yang diseleksi dari puteri-putera daerah setempat. Pertimbangannya, relawan pendidikan yang berasal dari daerah sekitar sekolah akan memastikan keberlanjutan proses mengajar-belajar.

Sekjen Kemendikdasmen Suharti juga memberikan catatan tentang pendidikan dasar dan menengah di NTT. Dua hal menjadi perhatian utama.

“Masih ada 1 dari 4 anak NTT tidak sampai tingkat SMA. Sementara itu, nilai para murid secara nasional juga masih rendah,” jelas Suharti.

Suharti menambahkan, NTT juga masih butuh banyak sekolah luar biasa (SLB). “Kami minta para kepala daerah bisa membantu kami proaktif soal kebutuhan SLB ini,” harap Suharti

Menjawab kondisi ini, Abdul Mu’ti memastikan pemerintah akan segera merealisasikan konsep Sekolah Satu Atap, di mana satu gedung digunakan untuk SD di pagi hari, SMP di siang hari, dan jika memungkinkan, SMA pada malam hari.

“Kami meminta data dari Pak Gubernur terkait sebaran sekolah menengah agar program ini segera berjalan. Yang terpenting, keamanan dan kenyamanan siswa tetap menjadi prioritas,” tegas Mu’ti.

Selain itu, pemerintah juga menghidupkan kembali program SMK 4 Tahun, yang memberikan satu tahun tambahan khusus untuk pembelajaran keterampilan dan keahlian sebelum lulus. Langkah ini sejalan dengan kebutuhan NTT untuk menghasilkan tenaga kerja siap pakai di sektor unggulan seperti pengolahan garam, rumput laut, dan peternakan.

Gubernur NTT Emanuel Melkiades Lakalena menyambut baik inisiatif ini dan berjanji memberikan dukungan penuh.

“Kami siap membantu segala kebutuhan untuk melancarkan program ini. Kami ingin memastikan lulusan SMK benar-benar memiliki keahlian yang bisa langsung digunakan di dunia kerja,” ujar Gubernur Melki Laka Lena.

SLB dan Relawan Pendidikan

Selain Satap dan SMK 4 Tahun, pemerintah juga menyoroti minimnya Sekolah Luar Biasa (SLB) di NTT. Sekjen Kemendikdasmen Suharti mengungkapkan bahwa hingga kini, anak-anak berkebutuhan khusus di NTT masih kesulitan mendapatkan akses pendidikan yang layak.

“Kami meminta para kepala daerah untuk lebih proaktif dalam membangun SLB agar anak-anak berkebutuhan khusus tidak tertinggal,” jelas Suharti.

Pemerintah juga akan menyiapkan relawan pendidikan dari putra-putri daerah untuk memastikan proses belajar-mengajar tetap berjalan, terutama di daerah terpencil. Dengan berbagai kebijakan ini, harapan baru bagi pendidikan di NTT mulai terlihat.*/)gt/llt

 

Center Align Buttons in Bootstrap