KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Konfigurasi politik NTT khusus untuk Pilgub masih sangat kental dengan nuansa representasi cultural para calon. Baik itu masalah kewilayaan, suku maupun agama serta comunalitas. Artinya, untuk Pilgub, emosi pemilih itu berbeda dengan Pemilihan Bupati. Sehingga konfigurasi calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT itu perlu dan memang harus memperhitungkan format ini.
Pengamat politik dari FISIP Unwira Kupang, Mickhael Rajamuda Bataona mengatakan itu, menjawab SelatanIndonesia.com tentang sosok yang tepat menjadi calon wakil Gubernur NTT mendampingi Ketua DPD I Golkar NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena di pemilihan Gubernur NTT, November 2024 mendatang.
Sebelumnya, ketika mendaftar sebagai calon Gubernur NTT di DPW PAN NTT dan DPD Partai Demokrat NTT, Minggu (19/5/2024) Melki Laka Lena mengatakan, tentang calon wakil gubernur yang mendampinginya dalam perhelatan Pilkada Gubernur NTT Nopember 2024 akan dibicarakan dengan partai politik yang berkoalisi.
“Soal calon wakil, saya belum bicara karena saya menghormati proses. Biar nanti akan kita bicarakan bersama dengan semua partai yang berkoalisi. Saya pribadi sangat terbuka dan mengalir saja. Muda-mudahan nanti ditemukan yang terbaik lalu kita bisa satukan konsep untuk jalan bersama,” sebut Melki Laka Lena menjawab pertanyaan wartawan usai mendaftar sebagai calon Gubernur NTT di DPD Partai Demokrat NTT.
Ketua DPD I Golkar NTT itu mengatakan, ia sendiri tidak menentukan wakil lantaran sangat menghargai para pimpinan partai kolaisi untuk dibicarakan dan didiskusikan untuk menemukan yang terbaik yang bisa membuat bisa menang di Pilkada Gubernur NTT. “Selain itu kita bisa bersama mengurus NTT dengan barenag-bareng. Jadi bisa menang, dan bisa mengurus NTT dengan baik. Jadi sampai sekarang belum ada nama calon wakil,” tegasnya.
Rajamuda Bataona mengatakan, dengan mengakomodir aspek cultural, maka branding politik Melki Laka Lena nantinya akan lebih mudah. Kendati menjadi ketua partai besar, Melki Laka Lena perlu menghitung variabel ini dalam menentukan calon wakilnya. Menurut dia, bagi orang NTT, politik Pilgub itu berbeda dengan Pileg dan pemilihan Bupati. Pilgub itu semacam panggung depan dalam dramturgi politik cultran di NTT. Semua variabel cultural sangat dominan bermain dalam Pilgub dari masa ke masa.
“Karena itu, jika ingin menang, Melki Laka Lena minimal mengakomodir calon wakil gubernur yang bisa mewakili representasi motivasi ikatan kultural para pemilih. Sebab, rumusnya adalah semakin lokal sebuah pertarungan politik, pegangan motivasional para pemilih itu makin privat. Sebaliknya, semakin luas arena pertarungan itu, maka pegangannya akan semakin sosial. Jadi, Pilgub itu arenanya sudah lebih luas sehingga yang dipertaruhkan di sana adalah motivasi cultural dan gengsi wilayah, sentimen suku dan agama. Bukan lagi semata-mata basis ekonomi dan materi seorang calon. Pilgub NTT pun demikian,” ujarnya.
Ia membaca bahwa di NTT ini masih sangat kuat bersandar para motivasi cultural tadi. Sebagai figur yang sudah punya nama besar dengan ketokohan serta polularitas yang melampaui kewilayaan, Melki Laka Lena butuh seorang wakil yang bisa melengkapi dirinya dari sisi emosionalitad cultural tadi.
“Untuk itu, menurut saya, tokoh seperti Emi Nomleni, atau Esthon Foenay, dan mantan Bupati TTS Epy Tahun, atau tokoh politik Timor lainnya bisa dipertimbangkan Melki Laka Lena dan Golkar. Sebab, Melki membutuhkan wakil yang bisa memperkuat soliditas dukungan pemilih di wilayah-wilayah yang secara empirik, popularitas dan akseptabilitas atau keberterimaan terhadap dirinya berpeluang rendah atau berpeluang untuk mengecil di hari-hari menjelang pencoblosan. Karena yang bermain sebelum pencoblosan itu bukan hanya ketokohan, tapi aspek cultural tadi,” jelasnya.
Sehingga, ditambah dengan ketokohan dan popularitas, peluang Melki Laka Lena akan lebih besar. Ia menambahkan, sebagai ketua partai besar, secara riil, Melki Laka Lena itu figur kuat yang sangat berpeluang menang. “Tetapi harus menghindari blunder politik dalam penentuan wakil. Wakil itu, meskipun andil tambahan suaranya kecil, suara yang kecil itu bisa menjadi penentu dalam permainan ini. Jadi, yang perlu dihitung adalah emosi pemilih sebelum pemilihan, bukan aspirasi dan dukungan mereka saat ini yang tergambar di survei saat ini. Itu peta yang belum akurat. Justru motivasi dan emosi pemilih menjelang pencoblosan, perlu diperhitungkan sejak saat ini,” ujara Rajamuda Bataona.
Apalagi kali ini, Pilgub serentak dengan Pemilihan Bupati. Sehingga konsentrasi dan motivasi rakyat dalam memilih itu akan terbelah. Nah, variabel-variabel representasi kewilayaan, dan cultural itu perlu diakomodir sebab itulah yang akan sangat kuat bermain sebelum pencoblosan. “Saya kira Melki Laka Lena dan Golkar paham tentang hal ini. Mereka membutuhkan calon wakil yang bisa menutupi kekurangan Melki Laka Lena secara elektoral. Meskipun harus diakui bhwa Melki itu mungkin satu-satunya figur Calon Gubernur yang saat ini bisa dikatakan paling tinggi popularitasnya dan sangat berpeluang. Sebab, ia sudah lama menginvestasikan namanya dalam kertas suara Pilgub NTT 2013 sebagai Calon Wakil Gubernur. Meskipun kalah saat itu bersama Pak Ibrahim Agustinus Medah, tapi sejak saat itu nama Melki Laka Lena terus berkibar dan terbukti bahwa hingga saat ini ia terus eksis di panggung politik NTT,” jelasnya.
Menurut dia, meskipun Melki Laka Lena berpeluang menang karena topangan ketokohan, kapabilitas, dan polularitas dirinya, serta networking dan pasukan lapangan yang ia miliki, Melki tetap butuh wakil yang bisa menutupi kekurangannya secara elektoral.
“Sebab, soal peluang menang, semua calon tentu punya peluang yang sama. Dan game ini masih panjang hingga bulan November. Tetapi di lintasan balapan Pilgub saat ini, bisa dikatakan bahwa Melki Laka Lena adalah kuda terkuat dengan peluang terbaik. Dengan investasi politik yang sudah lama ia lakukan sejak Pilgub 2013, juga branding politik melalui kerja-kerja nyata di lapangan selama masa-masa pandemi Covid-19 dan badai seroja, di mana Melki Laka Lena secara sangat masif membantu masyarakat dan hampir semua rumah sakit di NTT. Serta berbagai karya dan program kerja yang ia gelorakan selama 5 tahun menjadi DPR RI, ia berpeluang. Tinggal saja modal politik yang sangat besar itu dikapitalisasi secara cerdas untuk menggaet hati pemilih,” pungkas Rajamuda Bataona.***Laurens Leba Tukan