RPK Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

182
Pendiri sekaligus Koordinator Rumah Perempuan Kupang (RPK), Libby Sinlaeloe didampingi Koordinator Devisi Pendampingan dan Advokasi RPK Waty Bagang dan Helena Korang ketika memberikan ketarangan pers kepada wartawan di Sekretariat RPK, Jalan Timor Raya, Tarus, Kabupaten Kupang, Rabu (24/11/2021). Foto: Dok.RPK

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Rumah Perempuan Kupang (RPK) menggandeng berbagai elemen masyarakat melakukan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) sejak 25 November – 10 Desember 2021.

Aksi itu dilakukan untuk mendorong keterlibatan semua pihak dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan berbasis gender. “Kampanye kali ini kami mengemasnya dalam tema Dukung Korban, Dukung Penghapusan Kekerasan Seksual: Gerak Bersama, Sahkan Payung Hukum Penghapusan Kekerasan Seksual Yang Berpihak Kepada Korban,” sebut Pendiri dan Koordinator Rumah Perempuan Kupang, Libby Sinlaeloe kepada wartawan di Sekretariat Rumah Perempuan Kupang, Jalan Timor Raya, Tarus, Kabupaten Kupang, Rabu (24/11/2021).

Libby Sinlaeloe yang didampingi Koordinator Devisi Pendampingan dan Advokasi RPK Waty Bagang dan Helena Korang saat itu mengajak seluruh elemen masyarakat untuk melawan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan mendorong lahirnya kebijakan pemerintah terutama mensahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Menurut Libby, persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak, masih terus terjadi, baik di ranah public maupun domestic. Situasi ini mengambarkan seakan-akan tidak ada lagi tempat yang aman bagi perempuan dan anak. Kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak baik secara kuantitas maupun kualitas kekerasan terus meningkat bahkan intensitas kekerasan semakin sering dialami oleh perempuan dan anak.

Semenjak Rumah Perempuan berdiri tahun 2000 hingga tahun 2020, tercatat sudah 4.271 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang kami damping. Ini angka yang cukup tinggi, sehingga perlu penaganan yang komprehenship dalam penyelesaian persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ujarnya.

Ia mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan untuk memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak korban kekerasan secara maksimal, namun situasi kekerasan masih saja terjadi. “Budaya kekerasan yang masih digunakan oleh masyarakat untuk menyelesaikan persoalan masih dipegang teguh, bahkan dalam penyelesaian persoalan kekerasan dianggap salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mendidik, maupun untuk memberikan evek jera kepada orang lain termasuk perempuan dan anak. Disisi lain, semakin banyak perempuan dan anak berani menyuarakan kekerasan yang dialami ke public termasuk membawa persoalan kekerasan ke ranah hukum, walaupun kebanyakan proses hukum belum maksimal berpihak pada korban,” katanya.

Libby Sinlaeloe mengatakan, Rumah Perempuan Kupang (RPK) sebagai sebuah lembaga yang konsen terhadap isu perempuan dan anak termasuk persoalan ketidakadilan gender juga mengambil peran aktif untuk mendorong agar persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat diminimalisir. “Sepanjang tahun 2021 (Januari – Oktober), Rumah Perempuan secara aktif melakukan berbagai upaya untuk memberikan perlindungan penuh terhadap perempuan dan anak korban kekerasan, melakukan sosialisasi terkait isu KTPBG dan juga KTPA di berbagai kesempatan, melakukan pengorganisasian kelompok perempuan akar rumpun sehingga tersedia ruang-ruang yang aman bagi perempuan dapat berbagi dan saling support di komunitas,” jelasnya.

Bahkan, pihaknya juga melakukan siaran radio dan penerbitan media informasi sebagai upaya penyebaran informasi terkait dengan persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Kami juga mengupayakan kegiatan pemberdayaan ekonomi sebagai batu loncatan agar perempuan tidak selalu tergantung secara ekonomi pada laki-laki. Dan, melakukan penguatan, perlindungan, bahkan memfasilitasi perempuan dan anak untuk mendapatkan haknya termasuk menyediakan layanan shelter bagi perempuan dan anak yang membutuhkan dan terancam,” sebutnya.

Libby menguraikan, Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) dilakukan untuk menggalang gerakan solidaritas berdasarkan kesadaran bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran HAM. “Kampanye ini juga untuk menjamin perlindungan yang lebih baik bagi para survivor agau korban yang sudah mampu melampaui pengalaman kekerasan. Serta mengajak semua orang untuk turut terlibat aktif sesuai dengan kapasitasnya dalam upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan baik pemerintah, komunitas, dan kelompok milenial. Dan yang utama adalah mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang kini dinamai sebagai RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS),” sebutnya.***Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap