KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Jagad politik di Nusa Tenggara Timur dikejutkan dengan sikap politik Partai Golkar menuju Pilgub NTT 2024 mendatang. Pasca diumumkannya dua nama beken Emanuel Melkiades Laka Lena dan Josef Nae Soi sebagai dua tokoh yang bakal dijagokan menjadi calon Gubernur NTT, Golkar diminta untuk segera mungkin menetapkan salah satu diantaranya untuk menghindari perpecahan di internal Golkar.
“Melki Laka Lena dan Josep Nae Soi adalah dua sosok populer andalan partai Golkar yang sudah lama dikenal publik NTT. Meminjam ilmu ekonomi, keduanya adalah produk lama di partai Golkar dengan rekam jejak mumpuni, juga kapabel yang coba kembali di-rebranding oleh partai Golkar untuk menghadapi Pilgub NTT 2024,” sebut pengamat politik dari FISIP Unwira Kupang, Michael Rajamuda Bataona kepada SelatanIndonesia.com, Kamis (6/5/2021).
Disebutkan Rajamuda Bataona, muncul pertanyaan, apakah dua nama itu sudah final? Lalu apakah keduanya cukup kuat secara elektoral? “Belum lagi yang akan menjdi masalah adalah, siapakah dari kedua figur ini yang pada akhirnya akan diputuskan Golkar? Dan apakah keputusan itu akan diterima oleh salah satu calon yang gagal nanti. Membacanya akan menjadi menarik sebab Pilgub dan Pileg nanti akan bersamaan. Menurut saya, entah Melki atau Josep yang diputuskan maka kemungkinannya adalah bisa saja masih bersama Viktor Laiskodat atau akan berhadapan sebagai rival bagi Laiskodat,” sebut Rajamuda Bataona.
Menurut Rajamuda Bataona, pada titik ini akan menjadi menarik sebab Josep Nae Soi saat ini adalah Wakil Gubernur NTT dari Golkar. “Sebaliknya kemungkinan lain adalah bisa saja figur Golkar maju sendiri atau maju bersama PDI Perjuangan untuk berhadapan dengan Viktor Laiskodat. Semuanya masih mungkin,” ujarnya.
Disebutkan Rajamuda Bataona, jika final bahwa keduanya akhirnya benar-benar didapuk sebagai representasi kehendak seluruh warga partai Golkar dalam menyongsong Pilgub NTT 2024, maka wajib diputusan dan difinalisasi siapa yang didorong. “Ini penting untuk menghindari perpecahan di internal Golkar. Karena kadang, belajar dari pengalaman, meski sudah diputuskan, figur calon Gubernur di Golkar tidak otomatis akan lolos sebagai calon. Karena Golkar pernah gagal mencalonkan Melki Laka Lena di Pilgub NTT 2018 silam, meski Melki sudah menjadi calon yang diputuskan bersama, lalu Golkar justru mengajukan Josep Nae Soi yang muncul di injuri time,” katanya.
Menurut Rajamuda Bataona, tradisi ini harus dihilangkan oleh partai Golkar NTT periode ini jika tidak ingin Golkar menjadi kapal karam dan ditinggal pemilihnya. “Di era Iban Medah, Golkar meski kalah, tetap mengajukan calon Gubernurnya dan bertarung sampai titik batas. Saat itu, Golkar NTT diancungkan jempol dan bahkan mendapat efek elektoral di mana mereka menguasai parlemen dan Iban Medah menjdi ketua DPRD NTT. Untuk mencegah pemilih Golkar menjadi apatis dan hengkang karena kecewa dengan intrik politik di internal partai ini, salah satu dari dua nama ini harus diputuskan minimal satu tahun sebelum pertarungan pilgub, karena rentan memecah belah,” sebut Rajamuda Bataona.
Ia menambahkan, dalam kasus ini, Golkar harus berani mewujudkan pencalonan salah satu dari dua kandidat ini. “Itu hal pertama yang harus menjadi perhatian Golkar secara organisatoris. Karena belajar dari pengalaman, keputusan politik yang berubah-ubah akan merusak proses konsolidasi partai dan pengenalan calon. Bayangkan saja jika Melki dan Josep bekerja all out selama tiga tahun ke depan kemudian terdepak dari gelanggang hanya karena pragmatisme politik elit partai beringin ini di injuri time? Apakah soliditas partai akan terjaga? Bukankah itu akan merusak kerja-kerja politik dan organisasi partai ini?,” katanya.
Hal lain menurut Rajamuda Bataona, Golkar harus mendengar preferensi mayoritas pemilih jika ingin kandidatnya dipilih. Tanpa metodologi politik dan kerja-kerja politik yang rasional, tepat dan efektif, dua kandidat Golkar ini bisa kalah sebelum bertarung dalam mengejar elektabilitas. “Dalam hal ini saya kira Golkar NTT membutuhkan kerja marketing politik yang lebih antimainstream, kontekstual di segala level di berbagai kabupaten di NTT dan berani serta masif. Golkar daerah harus bisa mendengar preferensi pemilih dan issu-issu lokal yang relevan untuk kerja-kerja politik mereka di basis. Tanpa hal tersebut, akan sama dengan membuang garam ke laut,” ujarnya
Selain itu, menjual nama Melki Laka Lena dan Josep Nae Soi itu mudah. Tetapi memenangkan pertarungan dalam Pilgub NTT nanti adalah pekerjaan berat. Melki dan Josep belum nampak sejauh ini sebagai figur “anomali” dengan branding politik yang mencengangkan secara regional di NTT. Keduanya adalah figur lama yang memang dikenal tapi belum tentu disukai dan akan dipilih.
Untuk itu, menurut dia, tugas Golkar adalah mewujudkan citra politik baru kedua kandidat ini yang memang beda dari kandidat partai-partai lainnya agar hal tersebut mempersuasi publik secara luas. “Sebab kandidat dalam kontestasi elektoral itu ibarat produk dalam pasar ekonomi. Jika tidak menarik dan memberi keunikan atau nilai tambah bagi konsumen maka konsumen akan berpindah ke produk lain di pasar. Nah hal itu sama dalam pasar politik. Dalam hal penasaran politik, Golkar harus mampu menjual figur yang meski terkenal, harus bisa membuat figur-figur ini disukai dan kemudian dipilih saat Pilgub. Untuk itu, tugas Golkar ke depan adalah wajib membangun trust di pikiran pemilih bahwa Melki atau Josep adalah dua figur terbaik yang siap mengubah keadaan NTT dari keadaannya saat ini,” sebut Rajamuda Bataona.***Laurens Leba Tukan