KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Ahli hukum dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. John Kotan, S.H, dan Dr. Yohanes Tuba Helan, S.H, mengharapkan dan menunggu komitmen Kapolda NTT, Irjen Pol Setyo Budiyanto, membongkar dugaan kasus-kasus korupsi di NTT.
Irjen Pol Setyo Budiyanto resmi bertugas sebagai Kapolda NTT, 17 Desember 2021. Sebagai mantan Direktur Penyidikan KPK, masyarakat menaruh harapan tinggi terkait penanganan kasus korupsi di NTT.
“Proficiat dan selamat datang buat Kapolda NTT yang baru. Saat ini di NTT sedang menggurita korupsi yang berdampak pada semakin sulitnya kehidupan masyarakat. Oleh karenanya, kehadiran Bapak Kapolda baru memberikan harapan bagi masyarakat NTT. Masyarakat mendambakan keseriusan, komitmen dan kesungguhan langkah-langkah dalam penegakan hukum terhadap kasus-kasus korupsi yang menggurita di NTT. Langkah-langkah dimaksud harus disertai dengan strategi penegakan hukum yang jitu,” kata Dr. John Kotan di Kupang, Jumat (7/1/2022).
John Kotan meyakini masyarakat NTT pasti mendukung tekad Kapolda mengungkap dugaan kasus-kasus korupsi di NTT. “Dukungan partisipasi segenap masyarakat NTT juga pasti diberikan untuk penuntasan dugaan kasus korupsi agar mereka segera keluar dari kemelut yang sedang meliliti kehidupan mereka,” kata John Kotan.
Tidak Perlu Tunggu Laporan
Harapan serupa juga disampaikan Dr. Yohanes Tuba Helan. Tuba Helan mengatakan, Irjen Pol. Setyo Budiyanto diharapkan bisa menyelesaikan berbagai dugaan kasus korupsi di NTT. Dia menyebut beberapa kasus yang menyita perhatian publik seperti dugaan korupsi di DPRD Ende, dugaan kredit fiktif dan pembelian surat utang oleh Bank NTT.
“Kalau penanganan kasus korupsi itu kewenangannya ada di kepolisian maupun kejaksaan. Kebetulan Kapolda NTT baru ini berasal dari KPK, kalau tidak salah mantan Direktur Penyidikan KPK. Artinya beliau punya kemampuan khusus dalam menangani perkara korupsi. Kita harapkan dengan kehadirannya, kasus-kasus korupsi yang diduga terjadi di NTT, entah di kabupaten/kota maupun provinsi yang selama ini terasa mandek dalam penanganan agar dibuka dan dilakukan penyelidikan. Jika ada tersangka maka dilanjutkan dengan penyidikan dan kalau tidak memenuhi unsur korupsi maka kasus tersebut dihentikan. Jadi harus ada kejelasan agar masyarakat tahu bahwa aparat penegak hukum itu memang sudah bertindak tetapi ada unsur-unsur yang tidak terpenuhi sehingga tidak dilanjutkan,” kata Tuba Helan.
Tuba Helan mengharapkan ada perubahan dengan hadirnya Kapolda baru di NTT. “Kalau kita melihat dari latar belakangnya, beliau itu menjadi harapan masyarakat NTT,” kata Tuba Helan.
Terkait kasus dugaan korupsi di DPRD Ende, menurut Tuba Helan, kasus ini harus dilihat dari bukti, apakah betul pernyataan Sekwan dana sebesar Rp 125 juta dibayarkan ke Kejaksaan Negeri Ende. “Itu harus ada bukti seperti kuitansi, transfer, rekaman atau tidak. Itu mesti, karena penegak hukum bekerja berdasarkan bukti,” katanya.
Dalam dugaan kasus ini yang terlibat itu pihak kejaksaan yang juga penegak hukum. Penegak hukum bisa memproses penegak hukum. “Oleh karena itu kepolisian bisa memproses kejaksaan dan sebaliknya kejaksaan juga bisa memproses kepolisian apabila melakukan pelanggaran hukum yakni kasus korupsi. Jadi semua kembali kepada bukti yang mendukung kasus tersebut sehingga kemudian bisa diproses,” katanya.
Dugaan Korupsi Kredit Fiktif
Terkait dengan dugaan korupsi kredit fiktif di Bank NTT, Tuba Helan mengatakan kasus tersebut masih masuk kategori dugaan, sehingga dilaporkan ke penegak hukum termasuk kepolisian. Apakah Kapolda bisa melakukan penyelidikan terhadap kasus ini agar bisa diperjelas, apakah dengan kredit fiktif dan pembelian surat hutang itu betul-betul didukung dengan bukti bahwa itu memang betul terjadi korupsi sehingga kemudian diproses.
“Mesti ada laporan kepada penegak hukum agar mereka bisa memulai. Tetapi penegak hukum itu tidak harus pasif menunggu. Apabila sudah ada berita-berita di media tidak harus menunggu laporan, penegak hukum sudah bisa melaksanakan fungsi pulbaket, pengumpulan bahan dan keterangan lalu melakukan penyelidikan dengan meminta dokumen-dokumen dan memanggil pihak-pihak terkait untuk itu. Jadi jangan tunggu laporan resmi. Kalau sudah diberitakan secara luas di media itu sebenarnya penegak hukum bisa memulai. Proaktif dan menjemput bola,” katanya. *)np/mas