LEMBATA, SELATANINDONESIA.COM-Lagi, skandal persetubuhan ayah terhadap anak tiri kembali terjadi di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Adalah Siprianus Masin Pua Tude, (49), warga Lewokuma, Desa Bour, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, Kamis (3/9/2020) ditangkap tim buru sergap (buser) kepolisian Resort Lembata di rumahnya.
Siprianus diciduk tim buser Polres Lembata lantaran tega melakukan persetubuhan terhadap dua anak tirinya yang masih dibawah umur secara bergilir. Perbuatan bejat itu dilakukannya sejak tahun 2017 hingga Maret 2020.
Terdorong rasa trauma berkepanjangan, I, 16 tahun, siswa kelas 1 SMP dan S,13 tahun, siswi kelas 3 SD itu pun terpaksa kabur dari rumah ayah tirinya itu. Keduanya memilih tinggal di rumah tetangganya di kampung Lewokuma. Dari rumah pengungsian sementara itulah, kedua bocah tersebut menceriterakan alasan lari dari rumah.
“Kami tidak kembali ke rumah lagi karena takut. Kami trauma lihat Bapa Sipri. Saat itu Opa tanya kami dua kenapa tidak pulang. Akhirnya kami cerita. Bapa Sipri selalu paksa kami untuk berhubungan. Kalau kami tidak mau dia ancam untuk bunuh dan bakar kami. Dia juga larang kami tidak boleh kasi tau kejadian itu kepada siapa saja” sebut I, bocah 16 tahun kepada SelatanIndonesia.com, Sabtu (5/9/2020).
Bocah malang itu menuturkan, pemilik rumah itu kemudian menelepon ayah kandung korban yang kerap datang untuk memberikan uang.
Ayah kandung korban, Bertus Nara, kemudian menjemput salah satu dari dua anaknya yang menjadi korban kebejatan ayah tirinya. Kedua anaknya itu dijemput dari Lewokuma ke Waikomo, Kelurahan Lewoleba Barat. Setibanya di Waikomo, kedua bocah itu pun secara polos menceriterakan perbuatan ayah tiri mereka kepada kerabat sang ayah kandungnya.
Kasus pesetubuhan anak dibawah umur itu pun langsung dilaporkan ke polisi hingga akhirnya Sipri diciduk tim buser Polres Lembata.
Sipri sang predator anak itu pun mengakui semua perbuatan bejatnya di hadapan penyidik polres Lembata. Ia mengaku telah meniduri kedua bocah itu sudah puluhan kali.
Dihadapan penyidik polres Lembata, Sipri sang ayah tiri beralasan, perbuatan bejatnya itu dilakukannya karena mabuk.
Sementara itu, Maria Bewa, ibu kandung korban yang sedang hamil 9 bulan mengaku, tidak tau menahu perbuatan suaminya yang baru itu.
Ia mengaku baru mengetahui perbuatan suaminya saat diringkus aparat polisi. “Dia mengaku ke saya, dan minta maaf ke saya saat polisi datang jemput di rumah,” ujar Maria Bewa.
Kasatreskrim Polres Lembata, AIPTU I Komang Sukamara menjelaskan, perbuatan pelaku dijerat Undang Undang Perlindungan Anak. Siprianus diancam 10 tahun penjara.
“Setelah dilaporkan, kami amankan pelaku karena khawatir melarikan diri, tadi kita naikan statusnya ke Sidik dan kita melakukan penangkapan. Saat ini kita sinkronkan keterangan saksi-saksi dan hasil visum,” terang Kasatreskrim I Komang Sukamara.
Kasatreskrim, AIPTU I Komang Sukamara juga mengatakan, kasus kekerasan sexual tehadap anak di Lembata makin marak terjadi. Kini pihak kepolisian sudah menahan 4 tersangka dalam kasus serupa.
“Kini bertambah menjadi 5 Tahanan dalam kasus serupa. 4 kasus sudah dilimpahkan ke Kejaksaan. 1 kasus baru ini dalam tahap penyidikan. Kebanyakan pelaku kekerasan sexual terhadap anak adalah orang dekat korban,” pungkasnya.
Maria Bewa mengaku hidup bersama Siprianus tanpa ikatan perkawinan sejak tahun 2015. Maria Bewa membawa serta 5 anak perempuan hasil pernikahannya dengan suami yang terdahulu. Sedangkan dari hasil perkawinannya dengan Sipri, keduanya di karuniai satu anak. Kini ia mengandung lagi 9 bulan.
Kepada media ini, ibu kandung dua korban itu meminta pihak kepolisian menangguhkan penahanan suaminya dengan alasan suaminya itu yang dapat membantunya pada saat melahirkan dalam beberapa hari kedepan.
“Saya setuju suami saya ini diproses hukum, tapi saya minta Pak Polisi kasi dia tahanan luar. Dia bantu saya saat melahirkan dulu, setelah itu bisa ditahan,” ujar Maria Bewa, ibu kandung dua bocah.
Maria Bewa memilih hidup bersama Siprianus, di kampung Lewokuma, Desa Bour, Kecamatan Nubatukan sambil menanam dan berjualan sayur mayur. Kampung yang hanya dihuni oleh 6 KK itu terbilang sepih.
Kini Korban bersama sang ibu dalam perlindungan LSM Permata. Direktris LSM Permata, Maria Loka menyebutkan, pihaknya siap mendampingi korban dan ibu kadungnya hingga selesai proses hukum. Maria Loka pun mengaku siap berkomunikasi dengan berbagai pihak guna mengurus kedua korban kekerasan sexual anak dan perempuan itu.*) Teddi Lagamaking
Editor: Laurens Leba Tukan