Di tengah keterbatasan akses air minum layak, pemerintah daerah Sumba Timur membawa usulan pembangunan SPAM Kota Waingapu ke Kementerian PUPR. Sebuah ikhtiar agar mimpi air bersih tidak lagi hanya mengalir di atas kertas.
JAKARTA,SELATANINDONESIA.COM – Jakarta, siang itu, Rabu (21/8/2025). Di ruang pertemuan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Wakil Bupati Sumba Timur, Yonathan Hani membuka map berisi dokumen setebal hampir 50 halaman. Isinya usulan pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kota Waingapu senilai Rp45 miliar. Dengan suara tenang, ia menjelaskan bagaimana kota kecil di ujung timur Sumba itu kian mendesak membutuhkan sistem distribusi air bersih yang lebih memadai.
“Air bersih adalah kebutuhan dasar masyarakat. Waingapu, sebagai ibu kota kabupaten, sudah terlalu lama menunggu layanan yang layak,” ucapnya di hadapan jajaran Dirjen Cipta Karya.
Pertemuan itu bukan sekadar seremoni. Sejak beberapa tahun terakhir, Waingapu tumbuh dengan cepat. Populasi penduduk melonjak, perumahan baru bermunculan, dan kawasan perkotaan meluas. Namun, aliran air di pipa rumah tangga masih sering macet. Warga kota kerap mengandalkan sumur gali atau menunggu mobil tangki swasta yang menjual air dengan harga tidak murah.
Bagi pemerintah daerah, itulah alasan utama mengetuk pintu Jakarta. Usulan SPAM senilai puluhan miliar itu dipandang sebagai jalan keluar: membangun jaringan pipa baru, menambah kapasitas penampungan, dan memastikan distribusi air menjangkau rumah tangga di Waingapu dan sekitarnya.
Sebelumnya, Kabupaten Sumba Timur memang sudah menerima bantuan program Pamsimas (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat) dan Sanimas (Sanitasi Berbasis Masyarakat) dari pemerintah pusat. Program itu terbukti membantu desa-desa, terutama di pedalaman, mendapatkan akses air bersih dan sanitasi sehat. Namun, untuk wilayah perkotaan, kapasitas Pamsimas tidak cukup. “Butuh sistem besar yang bisa menopang kebutuhan ribuan keluarga,” ujar Wakil Bupati.
Kementerian PUPR menyambut positif usulan itu. Meski belum ada kepastian anggaran, pejabat di Cipta Karya berjanji menelaah proposal tersebut dan memasukkannya ke dalam prioritas perencanaan. Bagi Pemkab Sumba Timur, sinyal itu sudah menjadi semacam harapan.
Air bersih di Sumba Timur sejak lama menjadi cerita getir. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hingga 2023 hanya sekitar 62 persen rumah tangga yang memiliki akses terhadap air minum layak. Angka itu lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi NTT. Di Waingapu sendiri, krisis air kerap menjadi berita rutin setiap musim kemarau. Sumur-sumur dangkal cepat mengering, sementara debit sungai tak lagi stabil.
Bagi warga, kondisi itu memaksa mereka mengeluarkan ongkos lebih. Seorang ibu rumah tangga di Kelurahan Matawai mengaku harus membeli air tangki seharga Rp150 ribu sekali isi. “Kalau musim kering, bisa dua kali seminggu. Berat sekali untuk keluarga kecil,” katanya.
Situasi itu yang coba dipecahkan pemerintah daerah. Wakil Bupati datang ke Jakarta tidak sendirian. Turut mendampingi Wakil Ketua TP PKK Kabupaten Sumba Timur, Audrey Jiwa Jenni dan Kepala Dinas PUPR, Yohanis Ndjurumana, sebuah rombongan kecil yang mewakili keresahan besar masyarakat.
Harapannya, Waingapu tak lagi dikenal sebagai kota kuda pacu semata, tetapi juga sebagai kota dengan air bersih yang mengalir tanpa henti. Karena, seperti yang diucapkan Wakil Bupati sebelum menutup pertemuan, “Air bersih bukan hanya soal kesehatan, tetapi juga martabat hidup manusia.”*/ProtokolST/Laurens Leba Tukan



Komentar