BA’A,SELATANINDONESIA.COM – Ketika deru reformasi birokrasi masih terus menggema di Nusa Tenggara Timur, tiga aparatur sipil negara (ASN) dari Kabupaten Rote Ndao muncul sebagai teladan baru dari ujung selatan Indonesia. Dalam Pelatihan Kepemimpinan Administrator (PKA) Angkatan XVI yang digelar oleh BPSDMD Provinsi NTT, mereka tak hanya hadir sebagai peserta, tetapi pulang membawa prestasi.
Selama lebih dari empat bulan, sejak 10 Maret hingga 17 Juli 2025, pelatihan itu bukan sekadar rutinitas kelas dan modul. Ia menjadi panggung adu gagasan, ruang pembuktian integritas, dan tempat menempa visi perubahan. Dari lima peserta asal Rote Ndao, tiga di antaranya berhasil mencatatkan namanya di jajaran peserta terbaik.
Maraden A. Patola, seorang insinyur muda yang juga bergelar master dari luar negeri, merebut peringkat pertama. Ia membawa gagasan ESA OFFICE, ekosistem smart office yang mengintegrasikan absensi, surat-menyurat, disposisi, hingga laporan kinerja dalam satu platform digital. “Inilah cara kami memangkas keruwetan birokrasi tanpa mengorbankan akuntabilitas,” kata Maraden dalam presentasinya.
Sherwin M. R. Ufi, seorang tenaga kesehatan dengan latar belakang master di bidang kesehatan masyarakat, menyusul di peringkat ketiga. Ia menciptakan MAI FALI, sistem data stunting terintegrasi yang memfasilitasi pengambilan keputusan lintas sektor. “Data harus bicara, bukan asumsi,” ujar Sherwin saat menjelaskan mengapa inovasinya penting di tengah darurat stunting.
Sementara Antonety A. Lapudooh, yang akrab disapa Netty, menempati peringkat keenam berkat inovasinya E-ASET MALOLE, sebuah platform digital untuk tata kelola aset daerah yang transparan dan efisien.
Ketiganya menerima penghargaan langsung dari Kepala BPSDMD Provinsi NTT, Henderina Laskodat, dalam penutupan pelatihan. Henderina menyebut para ASN dari Rote Ndao sebagai “simbol dari generasi birokrat baru yang tidak hanya tahu aturan, tapi juga berani merumuskan solusi.”
Di Rote Ndao, kabar baik ini disambut hangat. Bupati Paulus Henuk tak menyembunyikan kebanggaannya. “Ini bukan soal siapa juara, tapi tentang bagaimana inovasi bisa dihidupkan di daerah. Kita butuh birokrat yang mampu berpikir sistemik dan bekerja berdampak,” kata Paulus saat ditemui usai menerima laporan hasil pelatihan.
Bagi Maraden, Sherwin, dan Antonety, pelatihan ini adalah awal, bukan puncak. Mereka kembali ke kantor masing-masing bukan hanya membawa sertifikat, tetapi juga semangat baru untuk menggerakkan perubahan, dari meja kerja yang biasa, ke panggung dampak yang luar biasa.*/DKISPRoteNdao/Laurens Leba Tukan
Komentar