GESER UNTUK LANJUT MEMBACA
Hukrim
Beranda / Hukrim / Peradilan Umum (Sipil) Bagi Pelaku Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anggota TNI, Apakah Bisa?

Peradilan Umum (Sipil) Bagi Pelaku Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anggota TNI, Apakah Bisa?

Julio Leba

Oleh : Julio Leba, SH, MH

(Lawyer & Legal Consultant, Specialist Investment, Banking and Insurance Bussines)

“Tidak mengulurkan tangan membantu mereka yang tertindas adalah pengingkaran terhadap keadilan; itu adalah hak asasi manusia. Jika hari ini kita hanya menjadi penonton atas ketidakadilan maka besok bisa jadi giliran anda menjadi korban ketidakadilan”

Peristiwa duka yang dialami oleh keluarga Namo meninggalkan trauma mendalam bagi semua pihak keluarga, khususnya kepada orang tua dari Prada Lucky Chepril Saputra Namo yaitu  Sersan Mayor Kristian Namo dan Ibu Sepriana Paulina Mirpye. Sesuai keterangan pers oleh Kadispenad Brigjen TNI Wahyu Yudhayana mengungkapkan bahwa saat ini setelah dilakukan pemeriksanaa intensif kepada semua pihak yang terlibat akhirnya ditetapkan ada 20 orang personel TNI sebagai tersangka. Prada Lucky Chepril Saputra Namo di Nusa Tenggara Timur (NTT) meninggal dunia pada Rabu 6 Agustus 2025 di RSUD Aeramo Kab Nagekeo. Korban merupakan prajurit TNI Angkatan Darat yang bertugas di Batalyon Teritorial Pembangunan 834 Waka Nga Mere (Yon TP 834/WM) Nagekeo.

Kasus penyiksaan yang berakibat kematian terhadap Prada Lucky menjadi salah satu kasus yang menggemparkan public, kasus ini terjadi di lingkungan internal militer, dan terduga pelaku juga dari kalangan militer. Hal ini memperpanjang catatan buruknya system pembinaan dan Pendidikan militer yang keras dan cenderung tidak manusiawi. Adanya budaya kekerasan yang terus dibiarkan dan tanpa pengawasan serius oleh atasan, sehingga kebiasaan ini terpelihara dari Angkatan ke Angkatan berikutnya, tepatnya system senioritas dalam pembinaan. Selain itu kita bisa juga mencermati sejumlah kasus tindak pidana lainnya yang dilakukan oleh pihak TNI sepanjang tahun 2025 ini (*Tempo, 8 April 2025).

Dari Peluh Umat, Berdirilah Rumah Bunda Selalu Menolong di Kambajawa

  1. Kasus dua anggota TNI dari Kodim 0204/Deli Serdang, Sersan Kepala Darmen Hutabarat dan Sersan Dua Hendra Fransisco Manalu, divonis hukuman penjara 2 tahun 6 bulan dan dipecat dari TNI. Putusan itu dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang diketuai Letnan Kolonel (Corps Hukum) Djunaedi Iskandar, di Medan, Sumut. Putusan ini dikeluarkan oleh Majelis Hakim Pengadilan militer I-02 Medan, setelah keduanya terbukti menembak mati eorang remaja berusia 13 tahun.

 

  1. Kasus pembunuhan jurnalis Juwita di Banjarbaru yang dilakukan oleh kekasihnya yang merupakan anggota TNI AL Kelasi I Jumran pada 22 Maret 2025. Pelaku diduga melakukan Tindakan pemerkosaan dan pembunuhan terhadap korban.

 

  1. Kasus penembakan yang menyebabkan kematian terhadap Hafiani alias Imam dilakukan oleh anggota TNI AL aktif. Majelis hakim Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh memvonis hukuman penjara seumur hidup terhadap prajurit TNI Angkatan Laut, Kelasi Dua Dede Irawan, terdakwa pembunuhan sales atau penjual mobil di Kabupaten Aceh Utara.

 

  1. Seorang anggota TNI AL, Kelasi Satu Agung Suyono Wahyudi Ponidi, menjadi pelaku pembunuhan seorang wanita di Sorong, Papua Barat Daya, Kesia Irena Yola Lestaluhu. Korban ditemukan telah tewas pada 12 Januari 2025 di pantai Saoka Sorong.

 

  1. Tiga orang prajurit TNI AL, yakni Kepala Kelasi Bambang Apri, Sersan Satu Akbar Adli, dan Sersan Satu Rafsin Hermawan ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus penembakan yang menyebabkan tewasnya seorang bos rental mobil bernama Ilyas Abdurrahman. Peristiwa itu terjadi pada 2 Januari 2025 di rest area KM 45 Tol Merak-Tangerang.

 

Gubernur NTT Dorong Digitalisasi untuk Tingkatkan Kualitas Layanan Publik

  1. Kasus pembunuhan Prada MZR yang tewas akibat dianiaya enam seniornya di Batalyon Zeni Tempur 4/TK Semarang pada 30 November 2023.

 

  1. Kasus Sertu Bayu Pratama yang meninggal dunia pada November 2021 akibat menjadi korban penganiayaan oleh dua perwira saat bertugas di Timika, Papua.

Dari sejumlah fakta yang terjadi diatas tentunya menjadi hal memalukan dan turut mencoreng citra TNI di mata masyarakat, TNI yang seharusnya menjadi pelindung bagi warga negara justri bertindak anarkis dan tidak berprikemanusiaan, khususnya pada poin no 6 dan 7 yang tipe kasusnya mirip seperti kasus prada Lucky, proses peradilan cenderung tertutup dan juga dikarenakan para pihak dalam proses peradilan adalah juga anggota militer, tentu ini semakin memperparah citra buruk militer di mata hukum dan masyarakat. Berikut ini beberapa poin penting sebagai bagian dari upaya membangun keterbukaan dan semangat keadilan di masyarakat, kita perlu lakukan perubahan di sistem peradilan militer.

  1. Kita tentu masih ingat sejak tahun 2005 sudah mulai dicetuskan perlu adanya reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi UU Peradilan militer no 31 tahun 1997. Melihat makin maraknya tindakan pidana yang dilakukan oleh aparat TNI tentunya revisi UU ini bersifat top urgent. Revisi ini harus bisa memastikan bahwa pelanggaran hukum pidana umum yang dilakukan oleh personel militer dapat diproses melalui peradilan umum, sesuai amanat Undang-Undang TNI No. 34 Tahun 2004. Hanya dengan langkah ini kita dapat memastikan keadilan yang sesungguhnya bagi para korban dan mengakhiri impunitas yang telah berlarut-larut. Inilah wujud transparansi dan keterbukaan pengadilan terhadap publik ketika tersangka datang dari pihak anggota TNI.

 

  1. Proses peradilan harus dilakukan pada sistem peradilan umum dan bukan dalam peradilan militer. Publik tentu memiliki kekwatiran yang besar terhadap internal TNI berdasarkan histori pada kasus sebelumnya dan juga faktor kepangkatan di dalam dunia militer. Oleh karena itu pentingnya desakan semua pihak agar kasus ini bisa diproses pada peradilan umum. yang mana ini sesuai dengan TAP MPR Nomor VII Tahun 2000 Pasal 3 Ayat (4) huruf a dan Pasal 65 Ayat (2) UU TNI. Dua produk hukum itu mengatur bahwa prajurit yang melakukan tindak pidana umum harus diadili di peradilan umum. Hal ini sejalan dengan pendapat Laksamana Muda TNI N.Tarigan, Brigadir Jenderal TNI Bachrudin, Mayor Warsono dan Letnan Kolonel Sus Budiharto, SH, MH (*Tulisan Niken Subekti Budi Utami, Supriyadi dari FH Universitas Gaja Mada) bahwa meskipun prajurit TNI memiliki tradisi khusus namun mereka harus tetap mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum baik di peradilan umum (sipil) maupun peradilan militer. Dalam peradilan Militer mengatur pelanggaran khusus yang terjadi di lingkungan militer seperti pelanggaran disiplin, desersi, Tindakan indisipliner lainnya.

 

  1. Terkait proses penyelidikan yang saat ini sedang berjalan, perlu juga kiranya dilakukan investigasi oleh pihak independen dari luar korsa TNI. Hal ini untuk menjamin keterbukaan informasi dan juga memberikan fakta sebenarnya yang terjadi, sehingga akhirnya kita semua bisa melihat keadilan bagi pihak korban dan juga hukuman yang adil kepada para pelaku.

 

Satu Nafas dari Perbatasan, Satu Nama untuk KONI NTT: Melki Laka Lena

  1. Jika nanti seandainya peradilan yang digunakan adalah peradilan militer, public tentu akan berharap terbuka untuk umum sehingga bisa diawasi oleh semua pihak dan lembaga independent. Hal ini bisa menjadi solusi sementara sampai kita berhasil melakukan revisi UU Peradilan militer di masa mendatang.(**)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement
× Advertisement