Rumah Mandiri di Tanah Marapu: Strategi Sumba Tengah Lawan Kemiskinan
TAMBOLAKA,SELATANINDONESIA.COM — Dari balik kearifan budaya Sumba yang sarat simbol dan ritual, lahir sebuah ikhtiar baru untuk menantang angka kemiskinan yang masih mencengkeram. Di Aula Hotel Sinar Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya, Rabu (24/9/2025), Bupati Sumba Tengah, Drs. Paulus S. K. Limu, tampil sebagai narasumber dalam Simposium Budaya Sumba. Ia membawa pesan sederhana namun revolusioner: pekarangan rumah bisa menjadi jalan keluar dari kemiskinan.
“Budaya bukan penyebab kemiskinan. Yang diperlukan adalah pemimpin yang mampu mengoptimalkan pendekatan budaya untuk mengatasi persoalan sosial,” ujar Paulus Limu di hadapan peserta simposium.
Bupati mengangkat topik “Rumah Mandiri dan Pekarangan Pro Oli Mila: Strategi Baru Sumba Tengah Mengentaskan Kemiskinan”, yang menekankan pemanfaatan lahan pekarangan sebagai basis kemandirian keluarga. Program ini menyasar masyarakat miskin desil 1 hingga desil 3, dengan target penurunan angka kemiskinan 2 persen setiap tahun.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2025, tingkat kemiskinan di Sumba Tengah mencapai 29,23 persen atau sekitar 22,81 ribu jiwa—tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Target besar dipasang: angka itu harus turun menjadi 25,20 persen pada 2030.

Bupati Sumba Tengah, Paulus S. K. Limu bersama para peserta Simposium Budaya Sumba di Di Aula Hotel Sinar Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya, Rabu (24/9/2025). Foto: ProkopimSTeng
Tahun Uji Coba dan Model Percontohan
Tahun 2025 menjadi fase uji coba. Sebanyak 14 rumah mandiri dibangun di enam kecamatan, lengkap dengan paket bantuan yang dirancang terintegrasi. Program ini diberi nama Pekarangan Pro Oli Mila (PK.POM) Model, bagian dari sembilan program prioritas percepatan penanggulangan kemiskinan.
Bantuan yang diterima rumah tangga sasaran bukan sekadar materi, melainkan fondasi kemandirian:
3 ekor kambing (1 jantan dan 2 betina),
10 ekor bebek (1 jantan dan 9 betina),
Kolam ikan dan benih air tawar seperti lele,
Lahan pekarangan seluas ±2 are untuk hortikultura,
Sarana pendidikan berupa sepatu, seragam, dan buku tulis,
Fasilitas kesehatan gratis, termasuk pemeriksaan, pengobatan, dan kelambu untuk pencegahan malaria.
“Kalau semua stakeholder bergerak bersama, termasuk TNI dan Polri, Pekarangan Pro Oli Mila bisa menjadi model percontohan bukan hanya untuk Sumba Tengah, tapi juga untuk seluruh NTT,” tegas Paulus Limu.
Menggugah Solidaritas
Bupati juga mengajak masyarakat berpartisipasi melalui gerakan AKSI BELA RASA, sebuah mekanisme swadaya untuk menopang pembiayaan program. Setidaknya, 50 stakeholder lintas sektor akan terlibat dalam pengawalan inisiatif ini.
Rumah Mandiri dan Pekarangan Pro Oli Mila lahir dari kesadaran bahwa tanah pekarangan, yang selama ini dianggap ruang sisa, justru dapat menjadi sumber kehidupan baru. Dari pekarangan itu, warga bisa menanam sayuran, beternak kecil-kecilan, hingga menambah pendapatan keluarga.
Lebih dari sekadar program, gerakan ini memadukan kearifan budaya dan strategi pembangunan modern. Di tengah tanah Marapu yang kerap diidentikkan dengan ritual kematian, Sumba Tengah mencoba melahirkan “ritual baru” yaitu ritual kehidupan dengan menjadikan pekarangan sebagai pusat kemandirian.*/ProkopimSTeng/Laurens Leba Tukan



Komentar