KUPANG,SELATANINDONESIA.COM — Di tengah udara pagi Kupang yang masih diselimuti kelembaban musim pancaroba, Gubernur Nusa Tenggara Timur, Emanuel Melkiades Laka Lena, melangkah mantap memasuki ruang pertemuan di Hotel Swiss-Belcourt, Kamis (26/6/2025). Tak sekadar membuka acara, Gubernur Melki tampil sebagai penyambung lidah urgensi, bahwa peringatan dini bukan hanya alarm, tapi juga panggilan untuk bergerak.
Dalam acara bertajuk Sosialisasi dan Pembentukan Kelompok Kerja Aksi Merespon Peringatan Dini (AMPD) yang digelar Palang Merah Indonesia (PMI), Gubernur Melki bicara lugas soal pentingnya kolaborasi lintas lembaga dalam menghadapi potensi bencana. “Kita tidak bisa lagi menunggu bencana datang baru bertindak. Peringatan dini adalah jeda waktu yang mahal, dan harus digunakan untuk aksi nyata,” ujar Gubernur Melki, yang tampil dengan gaya khasnya, retoris tapi membumi.
Kegiatan ini bukan sekadar seremoni. Hadir para pengambil keputusan lintas sektor: Plt. PMI Provinsi NTT Alfridus Bria Seran, Asisten Administrasi Umum Setda NTT sekaligus Plt. Kalaksa BPBD Samuel Halundaka, unsur Forkopimda, perwakilan instansi vertikal, lembaga kemanusiaan hingga PMI pusat dan daerah. Dalam ruangan yang penuh dengan jargon “tanggap darurat”, terselip diskusi serius tentang masa depan mitigasi bencana di provinsi kepulauan ini.
PMI tampil percaya diri. Mereka tidak datang dengan tangan kosong. Program ELEKTRA misalnya, pemberdayaan komunitas pesisir untuk bertindak cepat dalam bencana, sedang dijalankan di Manggarai hingga 2027. Ada pula kolaborasi lintas negara dengan Timor Leste, distribusi air bersih pasca-erupsi Lewotobi, dan gudang logistik besar bantuan dari Selandia Baru yang kini jadi salah satu tulang punggung ketersediaan bantuan kemanusiaan di NTT.
“Kami bukan hanya hadir setelah bencana. Kami sedang membangun daya tahan lokal,” ujar Alfridus Bria Seran, Plt. Ketua PMI Provinsi NTT, yang menyebut kerja sama dengan pemerintah daerah sebagai kunci sukses misi kemanusiaan mereka.
Gubernur Melki menekankan bahwa NTT tidak boleh lagi bertindak reaktif. Dengan tujuh dari dua belas jenis bencana di wilayah ini bersifat hidrometeorologis dan terjadi hampir setiap tahun, membentuk Kelompok Kerja AMPD bukanlah proyek biasa. “Ini pondasi untuk NTT yang lebih tangguh dan manusiawi,” ucapnya.
Gubernur Melki bahkan membagikan pengalamannya mendampingi Menteri Kependudukan saat mengunjungi pengungsi erupsi Gunung Lewotobi. “Saya melihat sendiri betapa pentingnya kesiapan kita dari hulu hingga hilir. Kita tak boleh main-main dengan waktu,” katanya.
Menutup sambutannya, Gubernur menyulut semangat kolektif hadirin. Dengan nada ajakan khasnya, ia berseru, “Ayo donor darah! Ayo bangun NTT!” Seruan itu disambut tepuk tangan dan pekikan peserta yang hadir, sebuah paduan antara kampanye kesehatan dan solidaritas sosial yang menjadi ciri khas Gubernur Melki di berbagai panggung publiknya.
Di NTT, bencana bukan sekadar potensi. Ia adalah kenyataan berulang. Tapi dari ruang rapat sederhana ini, barikade kemanusiaan mulai dibangun dari kesadaran, kolaborasi, dan tekad untuk tak lagi tertinggal oleh waktu.*/ Astrid Jeanette/Laurens Leba Tukan
Komentar