Dalam pusaran ketidakpastian global, Gubernur NTT Melki Laka Lena tampil di Senayan membangun jembatan geopolitik dari Timur, membumikan Pancasila sebagai arah strategis menuju Indonesia Raya.
JAKARTA,SELATANINDONESIA.COM – Gedung Nusantara IV semarak sejak pagi, Selasa (20/5/2025). Karpet merah terbentang, deretan kursi penuh oleh elite nasional dan tokoh daerah. Di tengah sorotan lampu dan kamera, Gubernur Nusa Tenggara Timur Emanuel Melki Laka Lena melangkah pasti.
Ini bukan sekadar kehadiran formal dalam Sarasehan Kebangsaan bertema “Memperkokoh Ideologi Pancasila Menghadapi Tantangan Geopolitik Global Menuju Indonesia Raya”. Ini adalah panggung strategis, tempat sang Gubernur muda dari Timur menyampaikan kegelisahan sekaligus visinya tentang Indonesia di tengah dunia yang sedang berubah cepat.
“Geopolitik bukan isu orang pusat saja,” ujar Gubernur Melki kepada SelatanIndonesia.com usai sarasehan yang dibuka langsung oleh Ketua MPR RI Ahmad Muzani. “Kita di Timur juga merasakan dampaknya, dari krisis energi sampai ketimpangan pembangunan. Tapi dari sini juga, solusi bisa lahir.”
Melki tak sedang berbasa-basi. Dalam beberapa bulan terakhir, ia menggagas platform dialog antara provinsi kepulauan seperti NTT dengan kementerian strategis terkait ketahanan pangan, energi, dan mitigasi perubahan iklim. Di forum ini, ia kembali menegaskan bahwa Pancasila harus menjadi fondasi utama dalam merumuskan kebijakan responsif terhadap perubahan geopolitik global.
Ketegangan ekonomi dunia, pemanasan global, konflik energi, hingga transformasi digital telah menciptakan efek domino yang sampai ke desa-desa kecil di Pulau Flores dan Sumba. “Jangan sampai narasi geopolitik hanya hidup di ruang akademik atau debat elite. Ia harus membumi di kebijakan, termasuk menyentuh nelayan, petani, dan warga yang menyalakan lampu dari panel surya di pelosok,” kata Gubernur Melki.
Sarasehan yang digelar oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini menjadi ajang strategis lintas sektor dan lintas daerah. Gubernur Melki menekankan perlunya sinergi nyata antara pusat dan daerah, serta penegasan kembali bahwa Pancasila bukan hanya warisan, melainkan alat baca dan arah navigasi bangsa menghadapi perubahan global.
Di antara para pembicara, sosok Gubernur Melki mencuri perhatian. Tak hanya karena kapasitasnya sebagai kepala daerah, tetapi karena keberaniannya membawa isu geopolitik ke ruang-ruang konkret diantaranya pangan, air, energi, dan solidaritas kebangsaan. “Kita harus berani memikirkan Indonesia dari Timur. Dari sini, Indonesia bisa belajar banyak hal mulai daya tahan, solidaritas lokal, dan inovasi dalam keterbatasan,” katanya.
Saat acara usai, para peserta berkerumun, berdiskusi hangat. Tapi Gubernur Melki sudah lebih dulu pamit. Agenda di Jakarta padat, tapi pikirannya tetap ke NTT ke petani jagung di Timor, anak-anak sekolah di Adonara, dan nelayan yang bertahan di Laut Sawu. Di balik panggung Senayan, Gubernur Melki sedang menata geopolitik dari pinggiran demi Indonesia yang lebih adil dan berdaulat.*/laurens leba tukan
Komentar