GESER UNTUK LANJUT MEMBACA
Gubernur NTT Olahraga
Beranda / Olahraga / Gubernur Melki di Kaki Gunung Boleng: Mahkota Final Ape Buan Diperebutkan Muhammadyah dan Sesado

Gubernur Melki di Kaki Gunung Boleng: Mahkota Final Ape Buan Diperebutkan Muhammadyah dan Sesado

Duel Final Ape Buan Cup 2025 yang mempertemukan Muhammadyah Kupang dan Sesado Sandosi di Stadio Ape Buan, Desa Sukutokan, Kecamatan Klubagolit, Adonara, Kabupaten Flores Timur, Jumat (5/9/2025). Foto: Dok. AFN

Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena meresmikan stadion megah di Adonara sekaligus menjadi saksi duel final Ape Buan Cup 2025, pertemuan elegansi pengalaman Muhammadyah Kupang melawan badai semangat Sesado Sandosi.

ADONARA,SELATANINDONESIA.COM – Jumat (5/9/2025), bakal menjadi malam yang akan dikenang di jantung Pulau Adonara. Di Desa Sukutokan, Kecamatan Klubagolit, stadion megah di kaki Gunung Boleng resmi berdiri sebagai monumen baru olahraga Flores Timur. Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena dijadwalkan hadir untuk meresmikan stadion ini sekaligus menyaksikan laga final Ape Buan Cup 2025. Duel klasik antara Muhammadyah Kupang dan Sesado Sandosi.

Senja dingin di Adonara turun bersama dentum sorak ribuan penonton. Laga ini bukan sekadar pertandingan, tetapi perayaan yang merajut sepak bola, budaya, dan kebanggaan lokal. Final yang ditunggu pun hadir: Muhammadyah Kupang, pewaris tradisi juara dengan skuad penuh pengalaman, menghadapi Sesado Sandosi, sang pemberontak muda dengan semangat yang membara.

Muhammadyah datang dengan aura kejayaan. Trio Pican Wuwur, Asten, dan Adepa mengendalikan tempo permainan, sementara Putra Hurek tegak bagai dinding kokoh di belakang. Di lini depan, Cesar Making dan Luis Making siap menjadi algojo. Mereka adalah harmoni dan elegansi yang mengingatkan pada istana tua dengan pilar-pilar kejayaan.

Sebaliknya, Sesado membawa bara semangat anak-anak Laskar Rera Gere. Mereka tampil sebagai pemburu mimpi, siap mengorbankan segalanya demi sejarah baru. Lini tengah dihuni Liston Muga, Aska, dan Eric Buton/Ariel, motor tenaga yang tak pernah kehabisan nafas. Di belakang, Heron Liko, Son, dan Dus Kaju menjelma menjadi tembok keras. Dan di depan, ada Ebin Toi, si kilat lapangan dan top skor turnamen, ditemani Emanuel Jawa, penyerang yang tajam bagai anak panah melesat.

Lipa Songke di Zaman Digital: Antara Adat, Pasar, dan Gengsi

Final ini adalah pertemuan dua kutub sepak bola: pengalaman matang menghadapi semangat liar, harmoni versus badai, elegansi melawan pemberontakan. Saat peluit berbunyi, stadion Ape Buan menjadi panggung epik. Penonton tak sekadar melihat 22 pemain, tapi menyaksikan drama yang ditulis dengan keringat, epos yang diguratkan lewat tekel keras, dan legenda yang lahir dari gol-gol indah.

Hadirnya Gubernur Melki Laka Lena memberi makna tambahan. Peresmian stadion ini adalah simbol lahirnya pusat kebanggaan baru di Adonara, tempat sepak bola menjadi bahasa persaudaraan, dan laga final jadi momentum persatuan. “Stadion Ape Buan bukan hanya rumah bola, tapi rumah kebersamaan bagi masyarakat Adonara dan Flores Timur,” ujar salah seorang panitia lokal.

Dan ketika malam menutup tirai di kaki Gunung Boleng, hanya satu nama yang akan diukir sebagai juara sejati. Apakah Muhammadyah Kupang mempertahankan mahkota, atau Sesado Sandosi menyalakan api sejarah baru? Yang pasti, Ape Buan Cup 2025 akan dikenang bukan hanya karena juaranya, tetapi karena lahirnya legenda di stadion megah Adonara.*/Ipul/AFN/Laurens Leba Tukan

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement
× Advertisement