Anggota Komisi XIII DPR RI, Dr. Umbu Rudi Kabunang dan Generasi Muda Mauramba Menyalakan Api Kemanusiaan di Sumba Timur lewat program Implementasi P5HAM
WAINGAPU,SELATANINDONESIA.COM — Di tengah hamparan sabana dan langit biru Mauramba, Kecamatan Kahaungu Eti, Kabupaten Sumba Timur, suara anak muda bergema dari Gedung Gereja Kristen Sumba (GKS) Mauramba, Senin (13/10/2025). Mereka bukan sedang bicara tentang masa depan dalam slogan, tetapi menyalakan api kecil kesadaran tentang kemanusiaan: menghormati sesama, menjaga martabat, dan merawat keadilan sosial.
Kegiatan Implementasi Penguatan Pelaksanaan Penghormatan, Perlindungan, Pemenuhan, Penegakan, dan Pemajuan Hak Asasi Manusia (P5HAM) yang digelar di desa itu menjadi ruang perjumpaan antara nilai universal HAM dan kearifan lokal Sumba. Di antara tokoh adat dan pemuka agama, para pemuda duduk berdampingan, menjadi generasi yang ingin menanamkan nilai kemanusiaan dari akar budaya sendiri.
Tokoh agama Sumba, Pdt. Abraham Nitinau, menegaskan bahwa nilai HAM sejatinya bukan hal baru bagi masyarakat Sumba. “Dalam adat kita, menghormati sesama adalah bagian dari kehidupan bersama. Itulah bentuk paling awal dari penghormatan HAM,” ujarnya di hadapan peserta.
Ia menilai, P5HAM menjadi sarana penting untuk menghidupkan kembali semangat saling menghormati yang mulai pudar di tengah perubahan sosial. “Setiap warga berhak atas hidup yang layak, pendidikan, kesehatan, dan keadilan tanpa diskriminasi,” tambahnya.
Anggota Komisi XIII DPR RI, Dr. Umbu Kabunang Rudi Yanto Hunga, menjadi sosok sentral yang menggerakkan kesadaran itu. Dengan gaya tutur khas Sumba, tenang tapi penuh makna denngan bahasa Sumba yang kental, ia mengajak warga melihat HAM bukan sekadar konsep global, melainkan tanggung jawab moral yang sudah lama hidup dalam adat.
“Orang Sumba sejak dulu diajarkan menghormati tamu, menolong tetangga, melindungi yang lemah. P5HAM ingin menghidupkan kembali nilai-nilai itu agar menjadi kesadaran bersama, terutama bagi generasi muda,” katanya.
Menurut Umbu Rudi, P5HAM harus menjadi gerakan budaya yang membumi. “Kalau kita bicara hak dan martabat, mulailah dari memperlakukan perempuan dengan hormat, menjaga lingkungan, dan mendengarkan tetua adat. Itulah HAM dalam wajah Sumba,” tegasnya.
Semangat Baru Anak Muda
Sekitar 150 peserta yang hadir didominasi kalangan muda. Mereka terlibat aktif dalam diskusi, berbagi pengalaman tentang ketidakadilan di desa, hingga merumuskan ide perubahan.
Beberapa anak muda bahkan menyatakan tekad membentuk Jejaring Desa Sadar HAM, wadah kolaboratif untuk mendorong pelayanan publik yang lebih transparan dan berpihak pada kelompok rentan.
“Anak muda tidak boleh diam. Kalau ada ketidakadilan, kita harus bicara. Kalau ada kekerasan atau ketimpangan, kita harus berani menyuarakan,” ujar Mersiana Kahi, peserta muda dari Mauramba.
Selain isu hak perempuan dan anak, para peserta juga menyoroti persoalan tanah adat dan perlindungan lingkungan. “Keadilan tidak bisa lahir kalau tanah dan alam tidak dijaga,” kata Mersiana.*/Umbu Amir



Komentar