Dua Kapolres, Dua Kabupaten, dan Satu Harapan untuk Sumba yang Aman
WAIKABUBAK,SELATANINDONESIA.COM – Di halaman Polres Sumba Barat yang diterangi cahaya senja, irama tradisi dan tepuk tangan melepas dan menyambut dua sosok penegak hukum. AKBP Hendra Dorizen, perwira tegap yang setahun terakhir menjaga keamanan Sumba Barat dan Sumba Tengah, kini menyerahkan tongkat komando kepada penggantinya, AKBP Yohanis Nisa Pewali.S. S.,M.H. Di antara barisan tamu kehormatan, tampak dua pemimpin dari “kabupaten muda” di jantung pulau Sumba: Bupati Sumba Tengah Drs. Paulus S. K. Limu dan Wakil Bupati M. Umbu Djoka.
Tak sekadar seremoni, acara pisah sambut ini menjadi ajang refleksi dan harapan. “Pak Kapolres telah menemukan kebahagiaan dalam melayani dua kabupaten sekaligus,” kata Bupati Paulus dalam sambutan yang penuh nada penghormatan. Ia tak sedang beretorika. Di bawah kepemimpinan Hendra, stabilitas keamanan terjaga bahkan di momen rawan seperti Pilkada Serentak dan Pasola Lamboya, ritual adat yang tak jarang menegang.
“Komunikasi dua arah adalah kunci. Dengan tokoh adat, pemerintah daerah, dan masyarakat, kita bisa menjaga Sumba tetap damai,” kata Hendra Dorizen, mengenang pengalamannya selama satu tahun bertugas.
Dalam lintasan pidato yang penuh makna, Bupati Paulus mengangkat satu isu penting: pembentukan Polres Sumba Tengah. Targetnya: Januari 2026. Gedung sementara dan rumah jabatan untuk Kapolres dan Wakapolres telah disiapkan. Ia bahkan berencana mengundang Hendra saat peletakan batu pertama, “Bawalah hal-hal baik ke TTS, dan tinggalkan hal-hal yang kurang baik di Sumba Barat dan Sumba Tengah,” ucapnya disambut riuh tepuk tangan.
Sementara AKBP Yohanis Nisa Pewali yang baru saja menerima estafet kepemimpinan tampil tenang dan tegas. “Jabatan ini adalah amanat besar. Saya akan melanjutkan hal-hal baik yang sudah dirintis Kapolres sebelumnya,” ujarnya. Ia tak banyak berjanji, namun sorot matanya menunjukkan komitmen terhadap keamanan di wilayah yang plural dan penuh dinamika ini.
Pisah sambut itu menjadi panggung tak hanya bagi perwira polisi, tapi juga untuk menyulam harapan baru akan sinergi antara kepolisian dan pemerintah daerah. Hadir pula para tokoh militer, pejabat yudikatif, para pimpinan perangkat daerah, dan tokoh adat dari dua kabupaten. Simbol bahwa keamanan tak hanya ditentukan oleh seragam, tapi oleh kerja sama lintas sektor dan semangat melayani.
Malam mulai turun ketika acara ditutup dengan jabat tangan panjang. Bukan sekadar formalitas. Di Sumba, jabat tangan masih menyimpan makna penghormatan. Saling percaya. Dan mungkin, juga janji diam-diam untuk terus menjaga tanah ini tetap damai.*/ProkopimSTeng/Laurens Leba Tukan
Komentar