Di NTT, Pimpinan KPK Sebut Gaya Hidup Pejabat Jadi Faktor Utama Kejahatan Korupsi

182
Wakil Ketua KPK, Alex Marwata ketika menggelar RDP Pemberantasan Korupsi Terintegrasi bersama Pemerintah Daerah se Provinsi NTT, di Aston Hotel Kupang, Rabu (19/10/2022). Foto: SelatanIndonesia.com/Laurens Leba Tukan

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Rapat Dengar Pendapat tentang Pemberantasan Korupsi Terintegrasi bersama Pemerintah Daerah se Provinsi NTT, di Aston Hotel Kupang, Rabu (19/10/2022). Lembaga anti rasuah itu menyebut, salah satu faktor utama terjadinya korupsi pada penyelenggara negara adalah gaya hidup.

“Kalau pegawai yang golongan dibawah lalu ke kantor pakai mobil mewah, maka patut dipertanyakan. Gajinya berapa sampai pakai mobil mewah. Kalau kredit, berapa angsurannya, itu sangat mudah untuk dilihat. Kecendrungana pejabat ASN kita kalau korupsi maka mereka tergoda untuk mengeskpos diri. Dan itu dapat dilihat secara kasat mata mulai bangun rumah di mana-mana, dan beli mobil mewah,” sebut Wakil Ketua KPK, Alex Marwata ketika tampil berbicara dalam RDP yang dihadiri Wagub NTT Josef A. Nae Soi, para Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah serta Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota se NTT.

Ia menyebut, tidak susah untuk melihat apakah seseorang itu melakukan pekerjaannya dengan baik atau tidak. “Kita lihat, kalau gaya hidupnya sesuai dengan penghasilan yang diperoleh, ya pasti dia bekerja dengan baik. Namun jika gaya hidupnya lebih dari apa yang diperoleh atau misalnya gajinya hanya Rp 7 juta dan tiba-tiba bisa beli mobil baru, bangun rumah dan seterusnya, ya seharusnya bapa-ibu paham. Karena dari mana dia bisa dapat mobil dan bangun rumah kalau bukan dari hasil korupsi,” sebutnya.

Disebutkan Alex Marwata, dari data statistik KPK dari tahun 2004-2021 sudah ada 155 Kepala Daerah di Indonesia yang terjerat kasus korupsi. Ia juga mengungkapkan, pernah bertanya kepada Penjabat Walikota Jogja terkait berapa biaya yang dikeluarkan untuk menjadi Penjabat Walikota. “Dia (Penjabat Walikota) bilang nggak ada. Saya senang dengan jawaban itu karena dia tidak berutang sehingga ada konsetrasi untuk melayani masyarakat. Dia malah memohon ke KPK agar dikawal, konsentrasi dia hanya sepenuhnya untuk rakyat,” katanya.

Ia menambahkan, tahun 2024 merupakan tahun politik dan menjadi pesta rakyat. “Kita bekali partai politik dan penyelenggara soal interitas dan budaya anti korupsi. Terlebih juga soal pembiyaan kepada partai politik serta pemebinaan bagi kader partai politik. Karena pemerinatahan kita menganut demoarsi dan salah satu asetnya adalah partai politik, maka partai politik harus dijaga betul untuk melahirkan pemimpin yang anti korupsi,” ujarnya.

Selain itu kata dia, masyarakat juga diharapkan untuk tidak menuntut yang berlebihan dari para calon. “Kalau masyarakat masih menetut yang berlebihan maka penyelenggara boleh berintegritas, parpol bisa beritegirats, calon boleh berintegritas, tetapi kalau masyarakat masih menuntut banyak maka sama saja,” kata Alex Marwata.

Pilkada oleh DPRD

Kepada wartawan usai pemaparan di RDP tersebut, Alex Marwata menegaskan sebetulnya proses pemilihan kepala daerah sudah diatur dalam UU dan perubahan UU merupakan tugas dari DPR. Sementara KPK lebih fokus pada biaya pemilu yang tergolong tinggi.

“Sebetulnya inikan UU. Bupati kepala daerah itu dipilih langsung oleh rakyat. Kalau mau merubah agar dipilih DPR dan itu bukan domainnya KPK”, kata Alex.

Menurut dia, yang diperjuangkan KPK itu sebenarnya dalam rangka untuk melakukan pemilihan langsung dan bagaimana supaya biaya penyelenggaraan pemilu tidak terlalu tinggi, yang membebani para calon. Salah satu cara yakni  dengan meningkatkan pendanaan partai politik.

“Kalau dari hitungan kami di KPK kajian kami satu suara itu sekitar 10.000. Diharapkan bisa mendanai partai politik sekitar 50%  dari kebutuhan anggaran partai politik. Harapannya apa, ketika ada dana yang masuk ke partai politik misalnya sejumlah agak tinggi Itu aparat negara yang melakukan pengawasan bisa masuk.  BPK misalnya dan kita bisa memaksa mereka untuk melakukan pembinaan dengan baik. Ketika kader yang baik itu mencalonkan diri ada support dari partai politik maka uang mahar gak akan muncul. Itu sebenarnya terkait pendanaan partai politik yang kami perjuangkan. Tujuannya untuk menekan pengeluaran para calon kalau terkait dengan kritik-kritik di DPR itu pernah di wacanakan terkait Pilkada yang asimetris”, ujarnya.

Ia minta semua pihak  sadar bahwa kondisi setiap daerah berbeda. Kesiapan masyarakatnya berbeda kesejahteraan, tingkat pendidikan itu berbeda. “Di beberapa daerah tertentu mungkin tidak peduli siapa sih kepala daerah, saya hanya butuh makan, bagaimana saya bisa makan tercukupi, saya sakit obat gampang kan seperti itu. Ini yang tadi saya sampai kepada kepala daerah, mustinya menjadi konsen bapak-bapak. Sudah dipilih rakyat ya, harapannya seperti itu”, ujarnya.

KPK berharap seluruh pejabat daerah di NTT dapat bersama-sama mencegah terjadinya tindak pidana korupsi dengan perbaikan sistem dan tata kelola yang baik. KPK juga berharap masyarakat NTT dapat proaktif dalam melaporkan dugaan korupsi yang terjadi di lingkup pemerintah.***Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap