Pendamping Desa Dilarang Terlibat dalam Kegiatan Partai Politik

1323
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Manek

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Manek menegaskan, para pendamping desa atau Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Desa dilarang untuk terlibat dalam kegiatan partai politik.

Dalam lampiran Kepmendes Nomor 40 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Pendampingan Masyarakat Desa pada huruf G tentang Etika Profesi TPP pada point 1 tentang Kode Etik point b. Larangan dalam menjalankan peranan dan fungsinya sebagai seorang profesional, TPP dilarang, diantaranya, 1) …2)…3)…17), dilarang menjabat dalam kepengurusan partai politik,” sebut Kepala Dinas PMD Provinsi NTT, Viktor Manek menjawab SelatanIndonesia.com, Senin (4/10/2021) melalui pesan WhatsApp.

Disebutkan Viktor Manek, apabila terdapat TPP yang melakukan pelanggaran terhadap larangan di atas, maka akan diproses sesuai tahapan penanganan pelanggaran sebagaimana diatur dalam point 2 butir a, b dan c dan diberi sanksi sesuai tingkatan sanksi yang diatur dalam Kepmendes 40 Tahun 2021.

Mantan Penjabat Bupati Malaka ini dimintai komentarnya terkait dugaan keterlibatan sejumlah Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Desa di Kabupaten Alor yang diangkat Fraksi Partai Golkar DPRD Kabupaten Alor dalam Pendapat Akhir Fraksi belum lama ini.

Fraksi Partai Golkar yang dipimpin Azer D. Laoepada,SM.,SH rupanya memantau pergerakan para pendamping desa yang tugasnya memfasilitasi kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan desa, sebagaimana Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendes PDTT) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021.

Dalam Pendapat Akhir Fraksi terhadap Ranperda Perubahan APBD Alor Tahun Anggaran 2021 yang copyannya diterima SelatanIndonesia.com, Fraksi Golkar yang dipimpinan Azer D. Laoepada,SM.,SH menilai ada Pendamping Desa yang berafiliasi dengan partai politik tertentu. “Fraksi menemukan ada sejumlah tenaga pendamping desa yang menjadi anggota dan pimpinan partai politik tertentu. Maka pemerintah perlu memperhatikan agar sedapat mungkin diberhentikan dari pendamping desa untuk menghindari diskriminasi dan isu-isu politik yang seharusnya tidak boleh terjadi,” sebut juru bicara Fraksi Partai Golkar Golkar DPRD Kabupaten Alor Maxensius A. Lelang.

Viktor Manek menjelsakan, mekanisme rekrutmen Tenaga Pendamping Desa di seluruh Indonesia dan termasuk di NTT mengacu pada Juknis Rekrutmen yang dikeluarkan oleh Kementerian Desa PDTT.

Ia mengatakan, sejak tahun 2015 -2018, mekanisme rekrutmen dilaksanakan di provinsi melalui Dinas PMD Provinsi dan kerjasama dengan Universutas Nusa Cendana Kupang dan Kementeterian Desa sesuai petunjuk teknis yang diberikan.

“Tentang Golkar Alor melihat ada pendamping desa di Alor, terlibat politik praktis dan mendaftar ke PKB menjadi Caleg DPRD NTT, harus diverifikasi faktual di lapangan untuk memperoleh data keterlibatan TPP secara valid. Terkait informasi ini, pada tahap awal kami sampaikan bahwa, sebagai warga Negara, bila ada Pendamping yang mendaftarkan diri untuk menjadi bakal calon DPRD NTT merupakan hak dan bentuk partisipasi individu dalam ruang politik yang perlu dihormati. Tetapi bila dikaitkan dengan keberadaannya sebagai Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Desa, maka hak individu warga Negara tadi perlu didudukkan dan dikorelasikan dengan ketentuan yang mengatur dan berlaku bagi Pendamping Desa sebagaimana dituangkan dalam Juknis dan Kontrak Kerja sebagai penjabaran dari Kepmendes No 40 Tahun 2021. Pada perspektif ini, TPP dilarang terlibat dalam kegiatan partai politik,” jelas Viktor Manek.

Sebelumnya diberitakan, Partai Golkar Kabupaten Alor mendesak Pemerintah untuk segera berhentikan para Pendamping Desa yang merangkap pengurus atau anggota partai politik tertentu. “Pemerintah segera memberhentikan pendamping desa dari unsur partai politik agar berbagai program melalui dana desa tidak menjadi alat politik partai tertentu,” sebut Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Alor, Sulaiman Singsh, SH kepada SelatanIndonesia.com, Senin (4/10/2021).

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Alor ini mengatakan, dalam Undang-Undang memang tidak dinyatakan dengan jelas mengenai larangan berpolitik praktis bagi para pendamping desa, makanya motif ekslusive diatur dalam kode etik dan kontrak kerja. Hampir mustahil bila pendamping desa jika berbeda pilihan partai politik maka bisa dipastikan kontrak kerja akan selesai dan tidak diperpanjang. “Ini yang membuat pendamping desa nampak semakin jelas berpolitik praktis,” sebut Sulaiman.

Salah satu bakal calon Bupati Alor dari Partai Golkar ini menegaskan, sudah menjadi rahasia umum bahwa yang menjadi tenaga pendamping desa juga menjadi anggota atau pengurus partai politik atau calon anggota DPRD sebagaimana yang terjadi di PKB.

Ia mengatakan, Partai Golkar melalui Pendapat Akhir Fraksi terhadap Ranperda APBD Perubahan Tahun Anggaran 2021 belum lama ini sudah tegas mengingatkan agar menjadi perhatian pemerintah. “Jika ada tenaga pendamping desa yang terbukti menjadi pengurus dan atau anggota partai politik maka harus diberhentikan dari pendamping desa, sehingga tidak menjadi alat politik partai tertentu,” ujarnya.***Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap