
WAINGAPU,SELATANINDONESIA.COM – Di bawah cahaya lampu sederhana yang menggantung di tengah tenda sederhana, Anggota Komisi XIII DPR RI Umbu Rudi Kabunang berdiri di hadapan ratusan warga Kelurahan Mauliru, Kecamatan Kambera, Minggu malam (8/6/2025). Malam itu, ia bukan sekadar menyampaikan naskah akademik rancangan undang-undang. Ia sedang mengabarkan bahaya nyata yang telah mengintai keluarga-keluarga di Sumba dan selama bertahun-tahun, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“NTT ini provinsi termiskin ketiga di Indonesia. Tapi ironi besarnya, kita juga tertinggi dalam kasus perdagangan orang,” ujar Umbu Rudi lantang, disambut anggukan serius warga yang memadati tenda. Saat itu Umbu Rudi menggelar Sosialisasi UU TPPO.
Bersama Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi NTT, Asty Laka Lena, Umbu Rudi menggalang kekuatan sipil untuk membongkar praktik mafia pengiriman pekerja ilegal ke luar negeri yang selama ini menjebak warga NTT dalam lingkaran gelap eksploitasi dan kekerasan.
“Orang kita dijanjikan gaji puluhan juta, tapi malah kehilangan ginjal,” kata Umbu Rudi geram. Ia menceritakan bagaimana korban TPPO direkrut dengan janji-janji manis, lalu dikirim ke Malaysia, Vietnam, atau Thailand menggunakan paspor dengan tujuan wisata. “Paspor itu hanya berlaku 30 hari, dan saat habis masa berlaku, mereka terjebak. Tidak punya uang untuk pulang, tidak punya identitas untuk bertahan. Akhirnya dibelokkan jadi pekerja migran di luar negeri dan ini dipastikan salah prosesur dan ujungnya menjadi pekerja migran ilegal,” sebutnya.
Sebagian dari mereka dipaksa bekerja tanpa gaji, bahkan ada yang menjadi korban perdagangan organ tubuh. “Ginjalnya diambil lalu dijual tanpa sepengetahuan mereka. Ini kejahatan yang harus kita hentikan bersama-sama,” ujarnya dengan suara bergetar.
Dalam forum itu, Umbu Rudi menyampaikan komitmen bersama Pemerintah Provinsi NTT di bawah kepemimpinan Gubernur Melki Laka Lena, serta jajaran pemerintah kabupaten dan kota di seluruh NTT, untuk membangun sistem pengawasan dan perlindungan yang ketat. Ia menegaskan pentingnya prosedur legal dalam pengiriman tenaga kerja ke luar negeri.
“Kita tidak bisa melarang orang mencari hidup yang lebih baik di luar negeri. Tapi keberangkatan mereka harus lewat jalur yang benar. Kita harus tahu perusahaan apa yang menerima mereka di luar negeri. PJTKI-nya harus legal. Dan pekerja punya hak, termasuk gaji, jam kerja, tunjangan, dan jaminan kesehatan,” kata Umbu Rudi.
Ke depan, ia berencana menggandeng seluruh pemerintah daerah di Pulau Sumba untuk membangun Balai Latihan Kerja (BLK) khusus bagi calon pekerja migran. BLK ini akan menjadi pusat pelatihan bahasa asing, keterampilan kerja, serta penguatan pengetahuan hukum dan budaya negara tujuan.
Di akhir pertemuan, Umbu Rudi mengungkap satu kekhawatiran mendalam yang makin nyata di desa-desa. “Anak-anak muda kita sekarang tidak mau lagi kerja sawah, urus ternak, atau menenun. Mereka terobsesi dengan gemerlap kota, tapi berangkat tanpa bekal pengetahuan dan tanpa ijazah. Inilah yang dimanfaatkan oleh para pelaku TPPO.”
Malam semakin larut, namun diskusi tak kunjung reda. Di Mauliru, malam itu, semangat perlawanan terhadap perdagangan orang menyala. Bukan dengan senjata, tapi dengan pengetahuan, solidaritas, dan keberanian bicara lantang: NTT bukan ladang bagi mafia manusia.*/laurens leba tukan