Bank NTT Menjinakkan Kredit Macet, Memburu Triliun dari Pusat

1993
Plt Dirut Bank NTT, Yohanis Landu Praing

Bank NTT menurunkan NPL secara drastis demi kuota KUR Rp1 triliun. Di balik angka-angka, ada manuver manajemen dan siasat politik fiskal daerah.

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Di ruang rapat DPRD Nusa Tenggara Timur yang sumuk pada Rabu siang, 23 April 2025, Yohanis Landu Praing menebar senyum penuh percaya diri. Pelaksana Tugas Direktur Utama Bank NTT itu baru saja memaparkan capaian yang menjadi titik balik bagi bank milik daerah itu. Rasio kredit macet Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro berhasil ditekan ke angka 2,6 persen. Angka itu hampir setengah dari posisi tahun lalu yang sempat menyentuh 5 persen.

“Ini bukan kebetulan. Ada kerja sistemik di dalam,” ujar Yohanis seusai rapat. Ia tak menyebut detil siapa saja yang dibenahi, tapi menyiratkan bahwa pola seleksi nasabah dan evaluasi lapangan telah diperketat sejak kuartal terakhir 2024.

Penurunan rasio kredit bermasalah itu membawa harapan besar. Kuota KUR dari pemerintah pusat yang sempat menyusut bisa kembali mengalir deras ke NTT. Bank NTT kini mengincar kuota hingga Rp1 triliun.

“Kalau kami bisa pertahankan ini selama tiga bulan ke depan, angka itu bisa kami raih. Tapi ini butuh disiplin,” kata Yohanis. Ia menyebut strategi pemulihan kualitas kredit tak hanya soal memperbaiki sistem, tapi juga membangun ulang kepercayaan di tingkat pusat.

Bank NTT beberapa tahun terakhir menghadapi tekanan dari dua sisi. Tingginya NPL dan rendahnya transformasi digital. Di bawah kepemimpinan sementara Yohanis, dua isu itu dijadikan prioritas. Digitalisasi, kata dia, tak hanya sekadar mempercantik tampilan aplikasi, tapi menyasar langsung pada sistem pengelolaan pajak daerah dan layanan keuangan publik.

“Digitalisasi kami dorong untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ini bukan hanya soal efisiensi, tapi soal kedaulatan fiskal daerah,” ujar dia.

Langkah ini senapas dengan visi Gubernur Emanuel Melkiades Laka Lena yang mendorong hilirisasi ekonomi lokal dan reformasi birokrasi digital. Bank NTT, dalam posisi sebagai agent of development, dituntut menjadi tulang punggung pembiayaan program strategis, mulai dari penguatan ketahanan pangan hingga UMKM digital.

“Bank ini bukan hanya lembaga keuangan, tapi instrumen kesejahteraan,” kata Yohanis.

Meski terlihat stabil di permukaan, persoalan kepemimpinan masih menjadi titik krusial. Posisi direktur utama Bank NTT masih berstatus pelaksana tugas. Jadwal Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk menetapkan pimpinan definitif belum ditetapkan. Yohanis menyebut pihaknya masih menunggu arahan langsung dari Gubernur Melki Laka Lena, yang juga pemegang saham pengendali.

“Kalau soal RUPS, kami ikuti mekanisme. Kami tunggu sinyal dari Pak Gubernur,” katanya.

Di luar urusan kursi dan kuota, Bank NTT kini berada di persimpangan penting. Antara menjadi bank pembangunan biasa atau menjelma jadi motor utama penggerak fiskal daerah. Semua berpulang pada sejauh mana mereka mampu menjaga angka 2,6 persen itu tetap stabil dan kepercayaan pusat tetap utuh.*/)ab/llt

Center Align Buttons in Bootstrap