
RUTENG,SELATANINDONESIA.COM – Di tengah kabut pagi kota dingin Ruteng, Kabupaten Manggarai yang mulai menipis, Gubernur Nusa Tenggara Timur, Emanuel Melki Laka Lena, dan Uskup Ruteng Mgr. Siprianus Hormat, Pr duduk berdampingan, Sabtu (12/4/2025). Bukan untuk sekadar bertukar salam, tapi merajut niat besar. Kedua pemimpin ini bertekad menyelamatkan generasi NTT dari jerat stunting dan kemiskinan ekstrem.
Kunjungan kerja Gubernur Melki ke Kabupaten Manggarai, merupakan daerah ke-29 yang ia datangi sejak menjabat. Ini bukan sekadar agenda seremonial. Ia datang membawa beban dan harapan. “Masalah di NTT ini kompleks. Tapi dua yang paling mendesak yaitu stunting dan kemiskinan ekstrem,” ujarnya, tegas.
Data terakhir menunjukkan angka stunting di NTT masih berada di atas rata-rata nasional. Begitu pula kemiskinan ekstrem yang merundung sebagian besar wilayah pedesaan. Gubernur Melki tak menampik, program-program dari pusat kadang tersendat di daerah. Karena itu, ia bertekad menyambung mata rantai yang terputus.
Tak ingin bergerak sendiri, ia mengajak semua elemen masyarakat untuk ikut serta, termasuk gereja, yang selama ini punya akar kuat di masyarakat. “Kami punya lahan, punya alat. Tapi semua itu tak berarti tanpa keterlibatan masyarakat. Kami ingin siswa SMA, mahasiswa, bahkan para pastor ikut turun ke sawah, ke kebun, bahkan ke laut,” kata Gubernur Melki.
Ajakan itu tak bertepuk sebelah tangan
Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat, Pr menyambut ajakan tersebut dengan penuh semangat. Ia menyebut gereja tak hanya berkhotbah di mimbar, tapi juga berkarya di ladang. “Program ini menjadi perhatian kami. Gereja siap mendukung sesuai kapasitas yang kami miliki,” ujar Uskup Siprianus.
Komitmen gereja tak berhenti di kata-kata. Melalui Universitas Katolik (Unika) St. Paulus Ruteng, Keuskupan Agung Ruteng menggagas pembangunan peternakan ayam petelur di Manok dengan kapasitas awal 5.000 ekor. “Targetnya 10.000 ekor,” ujar Ekonom Keuskupan, Romo Rolin Mujur. Ia juga membeberkan rencana pengembangan 200 hektare lahan di perbatasan Ngada-Matim untuk budidaya jagung dan peternakan terpadu.
Gerakan ini bukan sekadar proyek ekonomi, tapi juga bentuk perlawanan kolektif terhadap struktur ketidakadilan. Di balik angka-angka stunting, ada wajah-wajah anak yang masa depannya tergadai oleh kemiskinan struktural.
Gubernur Melki dan Uskup Ruteng sepakat, kerja sama gereja dan negara adalah jalan strategis untuk mempercepat perubahan. Apalagi, ketika data menunjukkan bahwa 75 persen kasus di Lapas NTT melibatkan kekerasan terhadap perempuan dan anak—lingkaran setan yang tak akan terputus tanpa perbaikan kesejahteraan.
“Ini bukan soal proyek lima tahun. Ini perjuangan jangka panjang untuk masa depan NTT,” kata Gubernur Melki. Dan kali ini, ia tidak berjalan sendirian.*/)js/llt