Asty Laka Lena Menantang Hukum yang Sunyi

150
Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi NTT Asty Laka Lena bersama Forum Perempuan Diaspora NTT Jakarta mendatangi dua lembaga negara: Komnas Perempuan dan Komnas HAM, Kamis (10/4/2025). Foto: Dok. FPD NTT

Ketua Tim Penggerak PKK NTT, Asty Laka Lena Membawa Skandal Seksual Eks Kapolres Ngada Sampai ke Komnas HAM dan Komnas Perempuan

JAKARTA,SELATANINDONESIA.COM –  Ketika kasus kekerasan seksual yang menyeret mantan Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman, mulai senyap di ruang publik, Asty Laka Lena memilih untuk tidak diam. Ia menggandeng Forum Perempuan Diaspora NTT Jakarta mendatangi dua lembaga negara: Komnas Perempuan dan Komnas HAM, Kamis (10/4/2025) untuk memastikan bahwa keadilan bagi korban tak dibiarkan membeku.

“Kasus ini mulai redup. Kita tidak boleh membiarkannya padam. Harus dikawal hingga ada kejelasan hukum,” tegas Asty dalam forum audiensi.

Audiensi yang dimulai pukul 10.00 WIB itu berlangsung di Jakarta dan dihadiri oleh sejumlah tokoh: Sere Aba (Koordinator FPD NTT Jakarta), Donald Izaac (Kepala Badan Penghubung NTT), serta aktivis dan pendamping korban. Asty hadir sebagai suara daerah yang menolak tunduk pada diamnya negara.

Fakta di Balik Senyap

Kasus ini bermula dari laporan sejumlah perempuan korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Fajar Widyadharma saat menjabat Kapolres Ngada. Investigasi internal dan eksternal sempat mencuatkan dugaan bahwa kasus ini terhubung dengan modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan eksploitasi seksual yang melibatkan situs-situs dewasa di luar negeri, termasuk Australia.

Namun seiring berjalannya waktu, penanganan kasus melemah. Penyidikan tersendat. Ekspos media menurun. Korban dihadapkan pada tekanan dan potensi reviktimisasi. Negara nyaris absen.

Langkah Serius di Jakarta

Asty datang bukan hanya membawa laporan, tetapi tuntutan dan strategi. Ia menyerahkan 8 rekomendasi resmi FPD NTT Jakarta kepada Komnas Perempuan dan Komnas HAM. Rekomendasi itu antara lain:

  1. Mengawal proses hukum hingga ada putusan tetap terhadap Fajar Widyadharma.
  2. Perlindungan dan pendampingan korban termasuk hak restitusi.
  3. Perlindungan saksi F, yang juga merupakan korban dan saksi mahkota.
  4. Tuntutan hukuman maksimal bagi seluruh pelaku.
  5. Usut tuntas dugaan TPPO lintas negara.
  6. Terapkan lima UU strategis (UU TPKS, ITE, Perlindungan Anak, TPPO).
  7. Blokir dan tindak aplikasi penyebar eksploitasi seksual.
  8. Kolaborasi pencegahan bersama 22 kabupaten/kota di NTT, PKK, Komnas, dan POLRI.

Dukungan Lembaga Negara

Ratna Batara Munti, Wakil Ketua Komnas Perempuan, menyatakan komitmennya.  “Kami akan memberi rekomendasi dan solusi konkret untuk menghentikan darurat kekerasan seksual di NTT,” sebut Ratna

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, menambahkan pentingnya keadilan yang holistic. “Kita tak hanya bicara penegakan hukum. Kita bicara pencegahan sistemik agar tak ada korban berikutnya,” ujar Anis.

Perempuan Melawan, Negara Diminta Hadir

Konsistensi Asty Laka Lena bukan gerakan satu kali. Ia dan FPD NTT Jakarta berkomitmen melanjutkan audiensi ke berbagai kementerian dan lembaga: mulai dari Kapolri, KOMDIGI, BSSN, KemenPPPA, hingga Kominfo.

“Ini bukan hanya tentang satu kasus. Ini tentang masa depan perempuan dan anak di NTT,” kata Asty.

Langkah Asty membawa harapan: bahwa ketika negara abai, masyarakat sipil tak boleh lelah bersuara. Dari ruang sunyi, dari luka yang lama disembunyikan, perjuangan ini menjebol tembok kekuasaan. Di ujung negeri, suara perempuan akhirnya menembus pusat.*/llt

 

Center Align Buttons in Bootstrap