Forum Perempuan Diaspora NTT Siap Kawal Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Oleh Mantan Kapolres Ngada

82
Ketua TP PKK NTT, Ny. Asty Laka Lena, Anggota Komisi XI DPR RI, Julie Sutrisno Laiskodat, beserta Komunitas Perempuan Manggarai, Yayasan I. J Kasimo, PADMA, KOMPAK dan beberapa pemerhati isu perempuan dan anak lainnya di Jakarta, usai diskusi Kamis (20/3/2025). Foto: Dok. ALL

JAKARTA,SELATANINDONESIA.COM –  Para aktivis Perempuan NTT yang tergabung dalam Forum Perempuan Diaspora NTT, merespon kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur , Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWLS).

Dalam nuansa peringatan Hari Perempuan Internasional, Forum Perempuan Diaspora NTT, melakukan diskusi bersama yang dihadiri oleh Ny. Asti Laka Lena ketua TP PKK Propinsi NTT, Anggota Komisi XI DPR RI Julie Sutrisno Laiskodat, Komunitas Perempuan Manggarai, Yayasan I. J Kasimo, PADMA, KOMPAK dan beberapa pemerhati isu perempuan dan anak lainnya di Jakarta, Kamis (20/3/2025).

Beragam topik diskusi yang diangkat, termasuk maraknya kasus kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan dan anak di NTT. Satu kasus yang menjadi perhatian publik saat ini adalah kasus kekerasan seksual yang dialami oleh tiga orang perempuan dan dua orang diantaranya masih berusia anak yang dilakukan oleh pimpinan Polres Ngada.

Atas kasus hukum tersebut, Ketua TP PKK NTT, Ny. Asty Laka Lena mengatakan, semua pihak perlu mengawal kasus ini, sehingga ada transparansi dalam proses hukum yang saat ini sedang berlangsung. “Saya sebagai Ibu, Ibu Gubernur, Ketua PKK akan memantau kasus hukum ini agar keadilan bagi korban dapat tercapai,” sebut Asty Laka Lena dalam keterangan tertulis yang diterima SelatanIndonesia.com.

Asty Laka Lena  juga meminta kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk melakukan pengawasan terhadap proses hukum yang saat ini dilakukan. Juga berharap bahwa Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dapat memberikan perlindungan, pemulihan dan pemenuhan hak bagi ketiga korban.

“Saya sebagai Ketua TP PKK NTT akan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak dan salah satunya Perempuan Diaspora NTT yang berada di Jakarta, karena perempuan Diaspora NTT yang dekat dengan Mabes Polri untuk sering melakukan koordinasi dengan Kepolisian,” sebutnya.

Anggota Komisi XI DPR RI dari Dapil NTT 1, Julie Sutrisno Laiskodat dalam diskusi tersebut menyampaikan prihatinnya atas masalah yang terjadi. Politisi NasDem itu memberikan dukungan penuh dan sama-sama mengawal kasus hukum ini sampai pada proses putusan Pengadilan.

Sere Aba, koordinator Forum Perempuan Diaspora NTT, meminta Kepolisian Republik Indonesia untuk menggunakan pasal dengan ancaman hukuman yang tinggi dan sebagaimana diatur dalam Undang Undang No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak adanya ancaman hukuman seumur hidup bagi pelaku kejahatan seksual.

Bahkan menurut Sere Aba, dalam Undang-undang perlindungan anak juga mengatur terkait dengan hukuman suntikan kimiawi bagi pelaku kejahatan seksual. Sere juga menambahkan kepolisian bisa men juntokan dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

“Ini merupakan masalah yang harus disikapi dengan serius oleh aparat kepolisian karena peristiwa kekerasan seksual bisa terjadi kapan saja, dimana saja dan pelaku pun bisa orang yang memahami hukum sebagaimana peristiwa kekerasan seksual yang terjadi saat ini,” tegasnya.

Forum Perempuan Diaspora NTT di Jakarta menyampaikan seruan:

  1. Mengutuk kekerasan seksual yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada
  2. Mengadili pelaku dan menjatuhkan hukuman kebiri dan seumur hidup sekaligus memberhentikan dengan tidak hormat pelaku dari insitusi kepolisian Republik Indonesia
  3. Memberikan perlindungan dan pemulihan hak korban
  4. Menuntaskan semua kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan yang terjadi di NTT.

Diskusi tersebut difasilitasi oleh Badan Penghubung Propinsi NTT di Jakarta yang dipimpin oleh Domald Izack.

Terungkap Berkat Investigasi Internasional

Kasus ini pertama kali terungkap setelah Kepolisian Federal Australia (AFP) menemukan jejak digital terkait eksploitasi anak yang berasal dari Kupang, Nusa Tenggara Timur. Investigasi yang dilakukan AFP bekerja sama dengan Polri akhirnya mengarah kepada AKBP Fajar sebagai tersangka utama.

Barang bukti berupa tiga unit ponsel yang digunakan Fajar untuk merekam aksi kejinya kini sedang diperiksa oleh Laboratorium Forensik Bareskrim Polri. Ada dugaan kuat bahwa video tersebut tidak hanya disimpan untuk konsumsi pribadi, tetapi juga disebarluaskan melalui internet, termasuk ke situs gelap.

Sanksi Etik dan Pidana: Hukuman Berat Menanti

Setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Polri, AKBP Fajar dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Selain itu, ia juga menghadapi ancaman hukuman pidana yang berat.

Fajar dijerat dengan, Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Juga Undang-Undang No. 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).*/)llt

 

Center Align Buttons in Bootstrap