
KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Meski berada di tengah kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat, Pekan Olahraga Nasional (PON) 2028 tetap akan digelar dengan semangat tinggi di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Demi memastikan penyelenggaraan berjalan optimal, sejumlah cabang olahraga (cabor) yang membutuhkan fasilitas berstandar tinggi akan dialihkan ke luar kedua provinsi tersebut.
Wakil Gubernur NTT, Johni Asadoma, menegaskan bahwa efisiensi bukan berarti mengurangi kualitas ajang olahraga terbesar di Indonesia ini. Justru, PON 2028 akan menjadi kesempatan emas bagi NTT untuk meningkatkan infrastruktur, menggerakkan ekonomi daerah, dan memperkenalkan destinasi wisata kelas dunia seperti Labuan Bajo dan Rote Ndao.
“Kami memahami bahwa kebijakan efisiensi anggaran menjadi tantangan, tetapi ini tidak akan mengurangi semangat kami untuk menjadi tuan rumah yang baik. Justru, ini adalah peluang untuk menunjukkan bahwa NTT mampu menyelenggarakan event nasional dengan strategi yang efektif dan efisien,” ujar Wagub Johni Asadoma, di Gedung Sasando, Kantor Gubernur NTT, Kamis (13 /3/2025). Wagub Johni Asadoma didampingi Ketu Umum KONI NTT Josef A. Nae Soi dan sejumlah pengurus KONI diantaranya Inche Sayuna, Mohammad Ansor, Alfons Theodorus, Lambert Tukan dan Alfridus Bri Seran serta pengurs lainnya.
Pembagian Venue: Menyebarkan Manfaat Ekonomi ke Daerah
Tidak hanya terpusat di Kota Kupang, PON 2028 akan digelar di beberapa kabupaten, seperti Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Labuan Bajo, Rote Ndao, Ende, dan Malaka. Pembagian ini bertujuan untuk meratakan manfaat ekonomi, terutama bagi sektor pariwisata dan UMKM lokal.
“Setiap daerah yang menjadi tuan rumah cabor akan mendapat manfaat ekonomi. UMKM, transportasi, dan akomodasi akan bergerak. Ini bukan hanya soal olahraga, tetapi juga tentang masa depan ekonomi NTT,” tambahnya.
Namun, dengan pembagian venue ini, tantangan besar juga muncul, terutama dalam hal kesiapan infrastruktur. Pemerintah daerah harus bekerja sama dengan pemerintah pusat dalam mengalokasikan anggaran secara bijak, termasuk memastikan kesiapan sarana, transportasi, dan akomodasi bagi para atlet serta ofisial dari 38 provinsi.
Satgas PON: Strategi Efisiensi dan Kolaborasi
Sebagai langkah konkret menghadapi tantangan efisiensi anggaran, pemerintah NTT akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) PON. Satgas ini akan melibatkan berbagai elemen, termasuk pemerintah daerah, perguruan tinggi, sektor swasta, dan masyarakat.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Kolaborasi adalah kunci. Satgas ini akan memastikan bahwa setiap rupiah anggaran digunakan secara efektif, tanpa mengorbankan kualitas penyelenggaraan PON,” tegas Johni.
PON 2028: Warisan Infrastruktur untuk NTT
Meski berlangsung di tengah kebijakan efisiensi, PON 2028 tetap akan memberikan dampak jangka panjang bagi NTT. Berbagai sarana dan prasarana olahraga yang dibangun akan menjadi aset berharga bagi pengembangan olahraga di daerah ini setelah event berakhir.
“Kami ingin PON ini meninggalkan jejak positif, bukan hanya selama event berlangsung, tetapi juga setelahnya. Infrastruktur yang dibangun akan menjadi modal bagi atlet-atlet NTT untuk berkembang dan bersaing di level nasional maupun internasional,” pungkasnya.
Dengan strategi efisiensi yang matang, PON 2028 diharapkan tidak hanya menjadi ajang kompetisi olahraga, tetapi juga motor penggerak ekonomi, pariwisata, dan pembangunan infrastruktur bagi NTT dan NTB. Semua mata kini tertuju pada kesiapan dua provinsi ini dalam menyelenggarakan salah satu event terbesar di Indonesia.*/)llt