KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Dinas Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Timur punya strategi taktis untuk menghadapi ancaman rawan pangan yang menghantui dunia pada tahun 2023.
Berbagai persiapan dilakukan untuk menghadapai musim tanam 2022/2023 sekaligus langkah-langkah menghadapi krisis pangan global termasuk krisis moneter yang merupakan tantangan serius. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi NTT punya tugas utama menjaga ketahanan pangan daerah. Salah satunya adalah mempersiapkan berbagai hal untuk memastikan bahwa musim hujan tahun ini sebayak mungkin lahan akan di tanami untuk bisa berproduksi.
Program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) pada tahun 2022 ini ditargetkan lahan seluas 105 ribu hektar. “Yang sudah kita tanami lebih kurang 37 ribu hektar. Penanamnya dilakukan pada musim tanam ke-2 April-September kemarin dan itu sudah dipanen dan dijual hasilnya oleh off taker. Petani sudah mendapatkan pendapatannya, sisanya kita akan kerjakan di musim tanam pertama tahun 2022/2023 Oktober-Maret,” sebut Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi NTT, Lecky F. Koli ketika menggelar jumpa pers di Gedung sasando Kantor Gubernur NTT, Selasa (27/9/2022).
Lecky F Koli yang saat itu didampingi Kepala Biro Administrasi Pimpinan, Pricilia Parere mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan lebih dari 88 ribu hektare lahan yang sudah diajukan ke bank pelaksana. “Setelah ini mereka sudah seleksi sekitar 40 ribu hektare dan kemudian sudah segera pencairan yang pertama dari TJPS pola kemitraan untuk kemudian petani-petani bisa melakukan penanaman,” sebutnya.
Ia menjelaskan, di NTT sesuai hasil kordinasi dengan BMKG, musim hujan itu akan jatuh di dasarian 3 bulan Oktober. “Artinya minggu terakhir bulan Oktober 2022 sehingga kita sudah mempersiapkan untuk memprioritaskan lokasi-lokasi yang curah hujannya mendahului yaitu di Flores bagian Barat, karena itu off taker yang menyediakan benih-benih jagung, pupuk dan lain sebagainya dalam persiapan untuk penyaluran kesana,” ujar Lecky Koli.
Selaunjutnya untuk kabupaten-kabupaten lain yang akan jatuh curah hujannya pada dasarian 1 November dan seterusnya sampai akhir bulan April musim penghujan di NTT. “Target produksi yang kita harapkan dari penanaman TJPS di musim tanam 1 ini adalah sekitar 400 ribu ton. Dan itu kita akan gunakan untuk kepentingan industri pakan ternak di dalam provinsi. Selebihnya kita akan kirim ke luar termasuk ke Surabaya dan dalam jangka waktu pendek kita akan kerja sama dengan Kabupaten Bangli di Provinsi Bali untuk mensuplai kebutuhan jagung bagi mereka dan mereka akan mensuplai daging ayam dan telur ayam untuk kebutuhan kita di NTT khususnya kita fokus di pulau sumba,” jelasnya.
Lucky F Koli menambahkan, untuk antisipasi krisis pangan, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat sudah menginstruksikan agar NTT fokus kepada 4 komoditas. Diantaranya, jagung itu masuk dalam skema TJPS Pola Kemitraan kerja sama dengan Bank NTT dan off taker serta bank-bank himbara lainnya. “Kemudian sorgum kita akan menanam pada tahun ini 3.500 hektare dan tahun depan 34 ribu hectare. Serta tanaman kelor dan kemudian dari aspek peternakan itu ayam KUB,” katanya.
Benih Sorgum dari Flotim
Lucky F Koli mengatakan, untuk sorgum, benihnya sedang dalam proses penyaluran. “Benih yang kita siapkan itu datang dari NTT sendiri yaitu dari Kabupaten Flores Timur sudah kita dapatkan kemarin kurang lebih 11 ton. Dan, kita sudah distribusikan pada kabupaten-kabuten yang mendapat alokasi,” katanya.
Sedangkan untuk komoditi kelor, pihaknya bekerja sama dengan TNI, “Kita sudah siapkan 1 juta anakan untuk nanti TNI bisa distribusi ke rumah-rumah penduduk untuk mereka bisa berproduksi. Kemudian hasinya itu diambil oleh off taker yang sudah dipersiapkan. Semua skema dalam penanganan komoditas yang diinstruksikan bapak Gubernur itu sudah dalam desain ekosistem terutama untuk jaminan pasar. Para petani akan bisa beroptimisme dan terus bersemangat untuk menanam karena sudah tersedia jaminan pasar dengan harga yang sudah kita sepakati,” katanya.
Disebutkan, apa yang dikerjakan masyarakat akan mampu mendapatkan manfaat pangan dan ekonomi untuk dapat bisa tetap menjaga kemampuan pendapatan dan daya beli. Pasalnya, dengan kenaikan harga BBM, berdampak pada peningkatan inflasi. “Ini tentu akan mengurangi, dan memperlemah daya beli masyarakat. Karena itu produksi-produksi itu harus kita kerjakan sejak awal dan memastikan instrumen-instrumen itu bisa kita tujukan dan distribusikan sampai pada sasaran-sasaran petani yang ada di pedesaan terutama kelompok-kelompok miskin. Kita akan pastikan berapa banyak yang akan dipanen untuk kemudian bisa dilihat berapa pendapatan yang akan dihasilkan dan bagaimana implikasi kenaikan BBM itu. Mudah-mudahan kita bisa menjaga stabilitas pasokan sehingga bisa menghindari tekanan inflasi yang akan meningkat dan demikian jangkauan daya beli masyarakat dapat terjangkau,” sebutnya.*/)AditAdu
Editor: Laurens Leba Tukan