“Hentikan Kekerasan Itu Sekarang”

92
Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena dan Ketua Tim Penggerak PKK Asty Laka Lena didampingi Vera Asadoma-Sirait memimpin jalan sehat dan kampanye Stop Segala Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Jalan El Tari Kupang, Sabtu (26/4/2025). Foto: Ocep

NTT menggeliat melawan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Di bawah kepemimpinan Melki Laka Lena dan Johni Asadoma, ditopang Asty Laka Lena dan Vera Asadoma Sirait, semangat perubahan digaungkan dari kantor gubernur hingga pelosok desa.

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Pagi baru menyapa Kupang saat ribuan warga sudah berkumpul di halaman Kantor Gubernur Nusa Tenggara Timur. Udara sejuk Sabtu (26/4/2025), disambut gegap gempita jalan santai yang tak biasa. Di antara peserta, Gubernur NTT Melki Laka Lena tampak berjalan bersama sang istri, Asty Laka Lena, Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi NTT juga ada Isteri Wagub NTT, Vera Asadoma Sirait.

Mereka tidak sekadar berolahraga. Di tangan mereka, spanduk bertuliskan “Stop Segala Bentuk Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Anak” tergenggam erat, simbol bahwa langkah kaki mereka membawa misi yang lebih dalam.

“Kekerasan seksual adalah musuh masa depan,” ujar Gubernur Melki, tegas. “Hari ini kita bersuara bersama. Tapi besok dan seterusnya, kita harus bertindak bersama.”

Gubernur Melki tak sedang berbasa-basi. Di bawah kepemimpinannya, NTT mulai menyusun langkah strategis untuk menghadapi salah satu krisis kemanusiaan paling kelam, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) mencatat, sepanjang 2024, tercatat lebih dari 300 kasus kekerasan seksual di wilayah ini. Angka yang diyakini jauh lebih kecil dari realita karena banyak kasus tak dilaporkan.

Ketua Tim Penggerak PKK Provinasi NTT Asty Laka Lena mengatakan, PKK turun langsung, menjangkau keluarga, mengedukasi desa-desa, agar budaya tutup mulut atas kekerasan bisa diubah.

Bagi Asty, pencegahan adalah kata kunci. Melalui program “Kampung Ramah Perempuan dan Anak”, PKK NTT telah membentuk 80 desa model yang mengintegrasikan layanan aduan, edukasi gender, hingga pelatihan pemulihan trauma. Ia menyebut pendidikan keluarga sebagai benteng pertama dan utama.

Dari Simbol ke Aksi

Jalan santai di Hari Kartini hanyalah puncak dari kampanye panjang yang telah dimulai sejak tahun lalu. Melki dan Asty memilih pendekatan “gerakan sosial berbasis budaya”. Menyematkan pesan perlindungan anak dan perempuan dalam narasi adat, ibadah gereja, dan program sekolah.

“Kami tidak bisa hanya bicara soal hukum. Kita harus bicara tentang nilai,” ujar Gubernur Melki. “Kita tumbuh dalam budaya kolektif. Kalau masyarakat diajak bicara lewat bahasa budaya, mereka lebih mendengar.”

Pesan-pesan itu dibungkus dengan narasi lokal. Dalam kegiatan di Alor, misalnya, para tokoh adat diajak berdialog untuk memasukkan larangan kekerasan seksual dalam hukum adat setempat. Di Sikka, perayaan misa diiringi homili khusus soal peran gereja dalam melindungi korban. Pendekatannya yang dilakukan sangat kontekstual, dan sangat efektif.

Regulasi dan Rehabilitasi

Tak cukup dengan kampanye dan edukasi, Pemprov NTT juga memperkuat kerangka hukum. Gubernur Melki mendorong lahirnya Peraturan Gubernur tentang Perlindungan Anak Korban Kekerasan Seksual. Pergub itu menjadi dasar bagi pembentukan unit layanan cepat di tiap kabupaten, yang mengintegrasikan penanganan hukum, medis, dan psikologis dalam satu atap.

“Seringkali korban diinterogasi berulang-ulang. Itu menyakitkan,” kata Yustina, seorang psikolog dari Lembaga Perlindungan Anak di Kupang. “Kini, dengan pusat layanan terpadu, trauma itu bisa ditekan.”

Gubernur Melki juga menginstruksikan agar pendidikan tentang seksualitas sehat dan perlindungan hukum dimasukkan dalam kurikulum muatan lokal sekolah-sekolah NTT mulai tahun ajaran 2025/2026.

Perjuangan yang Panjang

Namun perjuangan ini masih panjang. Tantangan terbesar datang dari dalam. Budaya diam, relasi kuasa, dan kemiskinan struktural. Di banyak desa, kekerasan seksual dianggap aib keluarga. Tak jarang, korban dipaksa menikah dengan pelaku demi “menyelamatkan nama baik”.

Kalau kita tidak berani ubah budaya diam ini, semua kerja keras hanya jadi slogan. Kami ingin semangat Kartini tidak hanya dikenang, tapi diwujudkan lewat aksi nyata. Hari ini, kita bersatu menyuarakan stop kekerasan seksual, karena masa depan NTT ada pada anak-anak dan perempuan yang terlindungi,” ujarnya.

Itulah mengapa, bagi pasangan Melki dan Asty, gerakan ini bukan kampanye musiman. Ini adalah agenda jangka panjang yang membutuhkan kolaborasi semua pihak. Gereja, sekolah, media, hingga lembaga adat, semua harus bicara dalam satu suara.

“Anak-anak dan perempuan adalah masa depan NTT,” kata Gubernur. “Kalau mereka tumbuh dalam rasa takut, maka pembangunan sebesar apa pun akan sia-sia.

Selain jalan santai, acara juga dirangkaikan dengan kegiatan kampanye budaya melalui penggunaan kain tenun khas NTT oleh seluruh peserta serta dialog publik yang disiarkan oleh RRI dan berbagai saluran radio lokal lainnya.*/)ocep/llt

Center Align Buttons in Bootstrap