KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Keputusan penyidik Polda NTT mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3) terkait laporan BPR Christa Jaya melalui Junus Laiskodat terhadap Notaris Albert Riwu Kore sudah sesuai prosedur. Padahal ada surat dari Bareskrim Polri dan rekomendasi dari Itwasda Polda NTT terkait kasus tersebut untuk ditindaklanjuti secara hukum.
Sebelumnya, BPR Christa Jaya melalui Kuasa Hukumnya Samuel David Adoe, SH dan Bildad Toeino M. Tonak, SH membeberkan, sesuai Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari Bareskrim Mabes Polri dengan nomor: B/9972/XI/RES.7.5./2021/Bareskrim Mabes Polri pada poin 2, kesimpulan a1 yang menyatakan bahwa Laporan Polisi Nomor: LP/B/52/II/2019/SPKT, tanggal 14 Ferbruari 2019 di Ditreskrimum Polda NTT tentang dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan
dan penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 374 KUHP Jo pasal 52 Jo pasal 372 KUHP atas nama pelapor BPR Cgrista Jaya dan atas nama Terlapor Albert Wilson Riwu Kore yang ditangani oleh Penyidik Ditreskrimum Polda NTT, telah terpenuhi unsur tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 374 KUHP Jo pasal 372 KUHP dan masih perlu melengkapi alat bukti.
Bahkan, menurut penasihat hukum Bildad Thonak, hasil klarifikasi pengaduan yang dilayangkan advokat kepada Itwasda Polda NTT melalui suratnya Nomor B/2724/XII/WAS.2.4/2021/Itwasda disebutkan bahwa telah dilaksanakan gelar perkara pada tanggal 4 Oktober 2021 dengan rekomendasi gelar, terlapor Albert Wilson Riwu Kore ditetapkan sebagai tersangka.
Kapolda NTT Irjen Pol Setyo Budiyanto melalui Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda NTT Kombes Pol Rishian Krisna menyebutkan, jika pihak penasihat hukum BPR Christa Jaya menolak keputusan tersebut, tentunya ada langkah hukum yang bisa ditempuh oleh penasihat hukum BPR Christa Jaya sesuai Undang-Undang. “Pada prinsipnya, keputusan penyidik sudah sesuai aturan yang berlaku,” sebut Krisna seperti dilansir dari PenaTimor.id, Selasa (25/1/2022).
Menurut Kombes Pol Krisna, mengacu pada Pasal 1 angka 2 KUHAP maka penyidikan merupakan rangkaian tindakan penyidik untuk mengumpulkan alat bukti sehingga membuat terang sebuah tindak pidana serta menemukan tersangkanya. “Mengacu pada KUHAP, maka tentang SP3 ini hanya diatur dalam 1 pasal dan 1 ayat yaitu Pasal 109 ayat (2). Dari pasal tersebut disebutkan bahwa alasan terbitnya SP3 yakni karena, tidak cukup bukti, peristiwa tersebut bukan tindak pidana dan demi hukum. Jadi dalam konteks itu, penyidik memiliki tiga alasan untuk mengeluarkan SP-3, sehingga apa yang dilakukan penyidik merupakan langkah yang sudah sesuai aturan yang berlaku,” jelasnya.
Tentang sebelum dikeluarkannya SP-3 oleh penyidik ada surat dan petunjuk dari Bareskrim Polri dan rekomendasi dari Itwasda Polda NTT terkait kasus tersebut untuk ditindaklanjuti secara hukum, Krisna mengatakan, rekomendasi yang diberikan tidak mengesampingkan otoritas yuridiksi yang diberikan oleh aturan kepada penyidik. “Penyidik yang lebih memahami konstruksi kasus tersebut, sehingga dikeluarkanlah SP-3 itu,” sebutnya.
Desak Tinjau Kembali SP-3
Menanggapi Kabid Humsa Polda NTT, penasihat hukum BPR Christa Jaya Samuel David Adoe dan Bildad Torino M Thonak melayangkan protes ke Kapolri, Irwasum, Bareskrim, Kadiv Propam dan Karowassidik untuk meninjau kembali SP-3 yang telah dikeluarkan Dirreskrimum Polda NTT tersebut.
“Jadi sebelum kami melakukan praperadilan, kami memakai jalur pengaduan masyarakat (Dumas) ke Mabes Polri. Setelah ada jawaban dari Mabes Polri barulah kita akan memperhatikan langkah selanjutnya yaitu melakukan praperadilan terkait keluarnya SP-3 dalam kasus tersebut,” sebut Bildad Thonak.
Terpisah, Albert Wilson Riwu Kore, mengatakan, pihaknya akan membuat laporan terbaru terkait dengan dikeluarkannya SP-3 laporan polisi oleh BPR Christa Jaya tersebut. Menurutnya, apa yang dilakukan BPR Christa Jaya merupakan hak hukum dan sebagai pribadi yang dirugikan, namun ia juga memiliki hak hukum yang sama.***Laurens Leba Tukan