Frans Lebu Raya, Sahabat Juang Yang Baik Hati

485
Alm. Frans Lebu Raya

Oleh : Silvester Mbete

Baru sebulan yang lalu kita berdua ngobrol lama ditelpon. Bermacam-macam materi obrolan terkait perpolitikan di tanah Flobamora. Semenjak selesai masa tugas sebagai Gubernur NTT, di waktu luangmu sering kita isi dengan obrolan santai tentang suka duka perjuangan dimasa lalu.

Setelah semingguan lebih pasca obrolan terakhir kita, saya dapat kabar dari adik-adikmu alumni GMNI Kupang kalau Bung terkena serangan jantung dan sedang dirawat di salah satu Rumah Sakit di Denpasar. Semenjak itu HP-mu tidak aktif lagi.

Siang ini, sehabis misa online dari TVRI, saya mendapat kabar dari adik-adikmu bahwa kau sudah berpulang. Saya antara percaya dan tidak. Saya coba konfirmasi kembali ternyata benar adanya. Ternyata Tuhan Yang Maha Kuasa telah memanggilmu. Semoga dari Surga jadilah pendoa buat istri dan anak-anak, keluarga dan para sahabat juangmu yang masih mengembara di dunia fanah ini.

Bung Frans…Kesempatan ini ijinkan saya untuk sedikit mengisahkan kilas balik tentang suka duka sepak terjang perjuangan kita dimasa lalu. Saya mengenalmu saat engkau masih mudah belia, sebagai aktivis mahasiswa dari FKIP Undana Kupang.

Disaat saya selaku Pengurus Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) periode 1989-1992, saya mendapat penugasan keorganisasian untuk mendirikan Cabang GMNI di Kupang oleh Ketua Presidium Bung Kristiya Kartika. Sebagai orang asal NTT tentu saya menyanggupi. Hanya persoalannya saya tidak banyak punya relasi dengan para aktivis mahasiswa di Kupang.

Secara kebetulan saya punya sahabat orang Adonara (Sekjen PMKRI waktu itu Bung Chris Boro Tokan). Melalui Bung Chris Boro lah saya dikenalkan dengan Bung Frans Lebu Raya. 

Waktu itu Bung Frans sebagai Ketua Senat Mahasiswa FKIP Undana sedang berada di Bandung dalam rangka kegiatan Pertemuan Senat Mahasiswa FKIP seluruh Indonesia. Setelah pertemuan pertama, Bung Frans menyanggupi tawaran saya untuk mendirikan Cabang baru GMNI di Kota Kupang.

Atas dasar kesanggupan Bung Frans, sebelum memberikan surat rekomendasi pembentukan Cabang, saya diminta oleh Bung Kristiya Kartika selaku Ketua Presidium GMNI untuk turun ke Kupang, sekalian meninjau kesiapan pembentukan cabang.

Bulan Desember, menjelang Natal saya ke Kupang. Setiba di Bandara Eltari, saya dijemput layaknya pejabat. Dalam arak-arakan bersama para calon anggota GMNI yang begitu antusias dan penuh semangat, kami langsung menuju aula Senat Mahasiswa FKIP Undana. Disana sudah berkumpul ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Kota Kupang menghadiri acara dialog dengan saya selaku pimpinan GMNI di tingkat nasional.

Dalam diskusi yang dipandu oleh Bung Frans berlangsung dinamis.
Selama beberapa hari di Kupang, di kediaman Bung Frans ada begitu banyak mahasiswa yang datang dan pergi. Melihat dinamika aktivitas pembentukan cabang baru di Kota Kupang membuat saya optimis bahwa ditangan Bung Frans kelak GMNI bakal tumbuh dan berkembang. Sekembali dari Kupang, Presidium GMNI menerbitkan SK Caretaker GMNI Cabang Kupang. Dan Bung Frans Lebu Raya dipercayakan sebagai Ketua Cabang.

Periode kepemimpinan Bung Frans yang berlangsung selama 2 tahun itu telah meletakan dasar keorganisasian yang kuat, sehingga pergantian kepemimpinan di tingkat cabang tidak menimbulkan stagnasi. Suatu hal yang sangat luar biasa adalah keanggotaan GMNI di Cabang Kupang tumbuh subur, dan kaderisasi berjalan secara baik. Dan bahwa berkat kepiawaian Bung Frans dkk, cabang-cabang baru GMNI di NTT pun tumbuh subur. Hampir setiap Kabupaten/Kota di NTT yang memiliki perguruan tinggi pasti disitu ada Cabang GMNI.

Pasca beraktifitas di GMNI, Bung Frans dengan kawan-kawan alumni GMNI mendirikan LSM sekaligus berperan aktif dalam politik melalui Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Disaat kisruhnya PDI pada tahun 1996 dengan diselenggarakan Kongres Medan oleh PDI kubu Suryadi, Bung Frans datang ke Jakarta untuk berkonsultasi terkait kemelut dalam tubuh PDI. Dalam berbagai diskusi dengan saya, beliau bertanya, bagaimana dengan kami di NTT, sementara Ketua DPD PDI NTT ketika itu Simon Hayon sudah berada di kubu Suryadi. Apalagi menurut beliau, baik Ibu Mega maupun Suryadi keduanya alumni GMNI. Ketika itu saya memberi jawaban atas kegundahan hatinya bahwa ini bukan soal alumni. Ini soal keberpihakan sesuai rujukan nurani saja. Kalo saya saat ini mendukung Gerakan PDI ProMega karena panggilan nurani saya. Jadi silahkan teman-teman memilih sesuai dengan pilihan masing-masing, apakah mau ikut Mega atau Suryadi.

Dalam permenungannya, beliau memberi jawaban bahwa kami di NTT (khususnya GMNI) akan ikut bersama Bung dukung Ibu Mega. Lalu bagaimana caranya, sementara legalitas kepemimpinan PDI ada di Kubu Suryadi ? Saya lalu bilang, tidak masalah. Nanti Bung pulang ke Kupang membentuk barisan pendukung Mega agar DPP PDI Pro Mega tahu kalo pendukung Mega di NTT itu riil.

Sepulang dari Jakarta, di Kupang bersama elemen pemuda dan mahasiswa yang prihatin terhadap kondisi politik PDI melakukan demonstrasi. Mereka mengumpulkan tanda tangan/cap jempol darah dari para pendukung Mega, baik dari kalangan mahasiswa maupun masyarakat biasa begitu luar biasa.

Langkah selanjutnya agar PDI Promega terlembagakan, maka kebijakan DPP PDI Promega membentuk DPD/ DPC tandingan. Dengan adanya kebijakan itu, saya menyarankan kepada Bung Frans untuk mempersiapkan pembentukan DPD PDI Promega. Pada saat penyusunan kepengurusan DPD, saya meminta kepada beliau untuk memilih Ketua DPD harus orang Kupang, yang sedikit banyak punya nyali. Maka mereka sepakat memilih almarhum Anton Haba sebagai Ketua dan Bung Frans sebagai Sekretaris DPD. Dari usulan mereka disertai dokumen lengkap,saya bersama almarhum Haryanto Taslam menghadap Ibu Mega di kediamannya di Kebagusan untuk meminta dukungan pemberian SK DPD tersebut. Semula ibu Mega agak kurang yakin, tapi saya menyakinkan beliau tentang kondisi obyektif di NTT, maka ibu Mega pun setuju. Dari situlah menjadi cikal bakal kelahiran PDI Promega, yang kemudian menjelma menjadi PDI Perjuangan. 

Berkat runtuhnya rezim orde baru yang represif itu, memungkinkan kekuatan reformasi bangkit. PDIP sebagai salah satu unsur kekuatan reformasi ketika itu pun bangkit dengan memenangkan Pemilu 1999.

Bung Frans yang sejak awal bersama kawan-kawan di DPD PDI Perjuangan mengawal reformasi di NTT berkesempatan menapaki berbagai jenjang kepemimpinan di NTT. Mulai dari lembaga legislatif sebagai wakil Ketua DPRD NTT, Wakil Gubernur serta Gubernur NTT 2 periode. Selama 2 dasawarsa, tentu banyak hal yang telah diperjuangkan untuk kepentingan rakyat NTT.

Selama kepemimpinan Bung tentu sedikit banyak ada legacy yang Bung letakan untuk rakyat, saudara di NTT. Sampai saat ini masyarakat di desa-desa mengenangmu dengan program Anggur Merah. Sebuah program yang bernuansa kerakyatan, yang menyentuh masyarakat akar rumput. Anggur merah tinggal kenangan. Semoga adik-adik penerus perjuanganmu tetap menghidupkan program pembangunan kerakyatan, programnya kaum Marhaen. Semoga dikau damai dialam sana, alam keabadian Surgawi.

Selamat jalan sahabat juang. Dalam perspektif iman Kristiani, orang baik pasti Surgalah tempatnya. Amin.***

Center Align Buttons in Bootstrap