NTT TUAN RUMAH PON XXII 2028 SEBUAH KENISCAYAAN ?

453
Dr. Ir. Andre Koreh, MT

Oleh : Dr. Ir. Andre Koreh, MT  *

Menjadi tuan rumah Multi Event olah raga seperti PON ( tingkat nasional) , SEA Games (tingkat Asia Tenggara ), ASEAN Games (tingkat Asia ) dan Olimpiade (tingkat dunia) adalah dambaan suatu daerah atau negara, karena multy effect player/dampak yang dihasilkan dari momentum semacam ini sangat menguntungkan bagi penyelenggara baik keuntungan moril spritual maupun meteriil financial.

Secara moril spritual akan mengangkat harkat, martabat dan harga diri tuan rumah, karena menjadi pusat perhatian seluruh wilayah asal peserta dan berpeluang untuk kemampuan menjadi tuan rumah yang baik, memberi rasa bangga dan kepercayaan diri pada warganya.

Secara material financial, akan memberikan keuntungan sosial ekonomi yang signifikant jika dikelola dan dikemas dengan profesional dan akan menjadi momentum untuk menaikkan posisi tawar tuan rumah dalam berbagai forum  pengambilan keputusan pada segala tingkatan.

Hal ini membuat persaingan untuk menjadi tuan rumah Multi Event olah raga empat tahunan ini menarik untuk dicermati dan dikaji dengan baik. Sejak PON Pertama digelar di Indonesia tahun 1948 di Solo dengan peserta 13 propinsi, saat itu Provinsi Dati I NTT belum terbentuk sehingga belum berpartisipasi, hingga PON V tahun 1961 di Bandung, Provinsi Dati I NTT untuk pertama kalinya menjadi peserta PON, namun PON berikutnya yaitu PON VI tahun 1965 dibatalkan karena peristiwa G 30 S /PKI, sehingga PON kembali digelar tahun 1969 sebagai PON VII.

Sejak saat itu, NTT terus menjadi peserta PON hingga PON terakhir XIX tahun  2016 di Bandung. PON XX tahun 2020 sebentar lagi akan dimulai di Provinsi Papua sebagai tuan rumah, tepatnya pada 20 Oktober s/d 2 November 2020.

Sedangkan untuk PON XXI tahun 2024 yang akan datang  telah ditetapkan oleh PB PON sebagai penyelenggara PON,  tuan rumahnya adalah Provinsi Aceh dan Sumut sebagai tuan rumah bersama.  Pada PON berikutnya yaitu PON XXII tahun 2028, Provinsi NTT berencana menawarkan diri menjadi tuan rumah pesta olah raga ini. Wacana agar  provinsi NTT menjadi tuan rumah PON XXII /2028 ( kurang 8 tahun lagi ) perlu mendapat dukungan semua pihak, karena untuk bisa mewujudkannya  perlu kerja keras dan kerja sama semua pihak termasuk dukungan masyarakat, mengingat ini adalah pekerjaan besar dengan  pembiayaan yang tidak sedikit namun akan memberi dampak positif yang signifikan bagi kemajuan daerah.

Jika NTT ingin mengajukan diri sebagai tuan rumah PON ke 22 pada tahun 2028 maka setidaknya ada beberapa persyaratan minimal yang harus dipertimbangkan sejak wacana ini digulirkan, setidaknya ada lima kriteria sukses yang harus dipenuhi yaitu: sukses adminitrasi, sukses penyelenggaraan, sukses prestasi, sukses investasi dan sukses pertanggungjawaban.

Semua kriteria sukses ini akan saling mengkait satu dengan yang lain demi tewujudnya impian menjadi tuan rumah PON ke 22 tahun 2028. Sukses Adimintrasi: Untuk menjadi tuan rumah, NTT harus mengikuti proses adminitrasi dengan mengikuti pelelangan (open bidding) calon tuan rumah PON 22/2028 yang diselenggarakan oleh PB PON. Sesuai peraturan PB. PON, lelang akan dimulai paling lambat 7 tahun sebelum PON digelar , artinya tahun depan tahun 2021 proses lelang calon tuan rumah PON 22/2028 sudah dibuka oleh KONI PUSAT dan PB. PON. Kita tinggal menunggu pemberitahuan resmi dari KONI pusat kapan pelelangan dimulai.

Peserta lelang adalah KONI Provinsi se – Indonesia yang berminat, yang akan mengajukan penawaran sebagai calon tuan rumah dengan melampirkan segala sesuatu yang disyaratkan antara lain dukungan Pemda NTT dalam hal ini Pernyataan Kesediaan oleh Gubernur NTT dan Ketua DPRD NTT dengan melampirkan surat jaminan penawaran dalam bentuk tanda bukti setor biaya sebesar Rp. 6 M. (1 M untuk operasional Tim Penjaringan dan Tim Penyaringan yang seterusnya uang ini akan menjadi milik panitia lelang , sedangkan dana 5 M untuk jaminan penyelenggaran yang kalau menang menjadi tuan rumah akan menjadi milik PB PON untuk koordinasi penyelenggaran seterusnya dan jika tidak menang uang 5 M ini akan dikembalikan ke daerah).

Oleh TIm Penjaringan dan tim penyaringan KONI pusat dan PB PON, akan dipilih minimal 3 calon tuan rumah yang dinyatakan lolos admintrasi dan layak untuk dipertimbangkan menjadi tuan rumah, maka daerah tersebut akan diundang pada acara Musyawarah Olah Raga Nasioanal Luar Biasa (MUSORNASLUB) yang digelar khusus untuk proses lelang ini dimana Kepala Daerah calon tuan rumah akan tampil mempresentasikan keunggulan dan alasan daerahnya mengajukan diri sebagai tuan rumah, lengkap dengan gambaran ketersediaan sarana dan prasarana yang sudah dimiliki maupun yang akan dibangun, dan sumber sumber pendanaan yang akan membiayai kegiatan PON tersebut. Juga akan dipaparkan kemudahan dan keunggulan lainnya yang membuat daerahnya layak dipilih menjadi tuan rumah. Dan itu harus dipresentasikan pada tahun 2021.

Tahapan admintrasi lain yang harus dipersiapkan adalah ketersediaan  pembiayaan yang jika menggunakan APBD I maka pos pembiayaan ini sudah harus teralokasi dalam anggaran tahun 2021, tentunya mekanisme pembahasan anggaran APBD harus dilalui, mulai dari pencantuman rencana dalam RPJMD maupun dalam pembahasan KUA-PPAS 2021 sudah harus tergambar.

Sukses Penyelenggaraan: Sebagai tuan rumah tentunya NTT tidak ingin dikenang oleh peserta PON karena Penyelenggaraan yang tidak berkwalitas, tidak profesional dan tidak memadai atau asal-asalan saja, atau tidak menjunjung nilai-nilai sprortivitas olah raga. Sukses penyelenggaraan harus didukung oleh sarana dan prasarana olah raga yang memadai, yang menggambarkan kebanggaan daerah, tersebar di seluruh wilayah NTT, dengan jumlah dan kwalitas yang berstandar minimal nasional jika perlu bertaraf internasional.

Sesuai ketentuan maka tuan rumah PON wajib melombakan minimal 32 cabang olah raga dari 60 cabang olah raga yang ada dibawah koordinasi KONI Pusat. Artinya NTT harus menyediakan sedikitnya 32 Venue untuk arena perlombaan disamping wajib memiliki sebuah stadion utama yang representatif sebagai gong kebanggaan tuan rumah, untuk acara pembukaan dan penutupan.

Untuk membangun semua sarana tersebut membutuhkan biaya lebih kurang Rp. 4 T (perhitungan versi Dinas Pemuda Olah Raga NTT/6 Maret 2020) belum termasuk biaya pembinaan atlet, biaya perlombaan, akomodasi dan transportasi peserta. Biaya akomodasi dan transportasi peserta memang menjadi tanggung jawab peserta PON, yang biasanya dikontribusikan sekian prosen oleh KONI daerah peserta PON ke tuan rumah, namun beberapa PON terakhir, akomodasi dan transportasi ini sering menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta PON terutama dalam proses “kampanye” untuk mendapatkan dukungan KONI daerah lainnya untuk memilih daerahnya sebagai tuan rumah.

Tentunya jika NTT terpilih bisa saja hal ini tidak menjadi pertimbangan utama KONI daerah yang mempunyai hak suara. Pertimbangan pemilih lebih pada ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai, dan pelayanan yang berkwalitas serta adanya dukungan kuat untuk menunjang pembangunan daerah bagi tuan rumah dalam rangka memperkokoh NKRI sebagai sebuah kesatuan wilayah RI yang utuh. Selain kesiapan Venue, ketersediaan sumber daya manusia sebagai tuan rumah sangat menentukan keberhasilan penyelenggaran, koordinasi antar lini dan bagian, antara cabang olah raga dengan panitia, para wasit, pelatih dan atlet, sinkronisasi dan Integrasi perlombaan dengan ketersediaan sarana dan prasarana menjadi titik krusial keberhasilan penyelenggaraan.

Sukses prestasi: Seperti diketahui prestasi tidak diraih dalam sekejap, tapi diraih melalui proses panjang dengan penuh perjuangan dan dedikasi tinggi.  Pengorbanan waktu, tenaga, pikiran dan biaya menjadi variabel mutlak lahirnya sebuah prestasi. Dengan menjadi tuan rumah tentunya kita juga ingin meraih sukses prestasi yang maksimal, hal yang wajar dan wajib diraih  karena buat apa capek- capek menjadi tuan rumah kalau  hanya untuk menjadi penonton bagi atlet lain menjadi juara tanpa ada atlet NTT yang ikut berjuang. Dimana – mana aspek tuan rumah selalu mempengaruhi hasil perlombaan. Dukungan penonton menjadi dukungan moral yang cukup dominan dalam penentuan hasil akhir.

Persoalannya apakah tahun 2028 nanti kita sudah menyiapkan atlet untuk 32 cabang olah raga yang akan dipertandingkan? Sudahkah saat ini anak anak kita yang usia 10 -15 tahun dipersiapkan untuk menjadi atlet pada 8 tahun kedepan? Dimana saat itu mereka sudah berusia antara 18-25 tahun. Saat usia emas seorang atlet meraih prestasi puncak ? Sebagai perbandingan, PON XX tahun 2021 ini NTT berhasil meloloskan 88 atlet untuk 10 cabang olah raga untuk bisa ikut berlaga di Papua yang akan mempertandingkan 37 cabang olah  raga. Artinya saat ini kita hanya baru bisa menyiapkan 10 cabang olah raga, padahal untuk menjadi tuan rumah, minimal saat ini  kita harus menambah 22 cabang olah raga lagi agar saat menjadi tuan rumah ada pula atlet NTT yang bertanding. Disisi lain, masih ada 29 cabang olah raga lagi yang sampai saat tulisan ini dibuat belum ada pengurusnya di NTT, dengan sendirinya atletnya belum dikelola dan dibina dengan baik. Itu pun kalau ada atletnya. Semua itu harus mendapat perhatian penuh dari saat ini.

Kebijkan pembangunan kita sudah harus mengarah kesana dan tentunya harus didukung pula dengan anggaran pembinaan yang memadai, terpola dan  terarah, berjenjang menuju puncak. Ataukah kita akan menempuh cara cara instan seperti yang biasa dilakukan oleh calon tuan rumah PON, dengan merekrut atlet daerah lain, minimal menjadi penduduk NTT dua tahun sebelum PON dan membiayai mereka agar bertanding memakai baju NTT? Kalau ini yang akan kita tempuh, maka kemenangan yang kita raih serasa semu dan tidak sesuai dengan semangat untuk meraih kebanggaan moral orang NTT untuk menjadi juara. Apapun yang akan kita tempuh semuanya tetap membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit.

Sukses investasi: Dengan akan menjadi tuan rumah PON maka kita memiliki momentum untuk menaikkan posisi tawar kita pada para investor. Apalagi kalau kita berhasil menjual PON sebagai sebuah Investasi jangka panjang yang menjanjikan dengan mengandalan Pariwisata NTT sebagai jaminan keberlanjutan investasi, maka akan merangsang para pemilik modal untuk mau menginvestasikan uangnya. Pengalaman daerah atau negara tuan rumah Multi Event olah raga selalu pada Optimisasi pemanfaatan sarana dan prasarana olah raga pasca Event. Jika kita sudah membangun begitu banyak sarana dan prasarana olah raga, dengan biaya yang tidak sedikit, bagaimana dengan pengelolaan selanjutnya,?

Banyak yang tidak berhasil mengelolanya dengan baik. Bahkan untuk memeliharanya-pun tidak bisa dilakukan dengan maksimal. Kebiasaan buruk kita yang hanya bisa membangun dan tidak bisa memeliharanya apalagi memanfaatkannya adalah sebuah kendala budaya pembangunan yang harus kita rubah bersama. Kita bisa lihat saat ini ada berapa banyak sarana prasarana olah raga kita yang sudah kita pelihara dan memanfaatkannya dengan baik ?Atau ada berapa fasilitas olah raga yang sudah kita bangun tapi tidak terselesaikan alias mangkrak ? Kita bisa tawarkan itu semua pada investor tapi tentunya dengan penciptaan iklim usaha dan investasi yang memberi dia ruang keuntungan yang memadai dan berkelanjutan. Akankah kita sukses juga dalam mencari investor, akan sangat tergantung juga pada “Jualan kemudahan” yang akan kita tawarkan dan janji keuntungan yang menggiurkan.

Terpilihnya Papua menjadi tuan rumah PON XX /2020 pada 7 tahun lalu saat lelang tuan rumah PON, salah satunya karena Papua didukung penuh oleh PT. Freepoort Indonesia sebagai sponsor utama. Tentunya dengan dukungan sponsor- sponsor lainnya dan APBD yang memadai sehingga Papua bisa menjadi tuan rumah. Apakah kita bisa mencari investor dan kesiapan APBD kita sudah mengarah kesana?

Sukses pertanggungjawaban: Sukses Pertanggungjawaban ini merupakan bagian dari sukses adminitrasi yang sangat erat kaitannya dengan pertanggungjawaban keuangan. Dari manapun sumber pendanaan PON, baik dari investor maupun melalui APBD maka wajib dipertanggungjawabkan secara baik dan benar. Masalahnya seringkali pertanggungjawaban keuangan yang baik belum tentu benar. Tapi pertanggungjawaban keuangan yang benar hampir pasti baik. Kita tentu tidak ingin pasca kegiatan PON ada pihak-pihak yang harus berurusan dengan masalah hukum karena persoalan pertanggungjawaban keuanagn yang buruk. Oleh karena itu pertanggungjawaban keuangan harus dikendalikan secara baik dan benar sejak perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaannya dan pemanfaatannya.

Tuan rumah bersama : Ada alternatif lain yakni menjadi tuan rumah bersama provinsi lain yang berdekatan, seperti untuk PON XXI tahun 2024 yang akan datang, Provinsi Aceh menjadi tuan rumah bersama Provinsi Sumut, maka untuk tahun 2028 nanti, NTT-pun bisa menawarkan diri menjadi tuan rumah bersama NTB dan Bali. Pada lelang tuan rumah PON tahun 2018 yang lalu, KONI Bali dan NTB minta dukungan NTT, agar memilih mereka menjadi tuan rumah bersama PON XXI, tahun 2024, namun KONI NTT memilih mendukung Sumut dan Aceh menjadi tuan rumah bersama, dengan pertimbangan agar NTT pun bisa bergabung menjadi tuan rumah bersama pada 2028 yang akan datang.

Tentunya jika opsi ini yang akan dipilih. Sudah harus dibicarakan sejak saat ini. Lobi ke KONI Bali dan NTB sudah harus dimulai sejak sekarang. Mulai dari jumlah cabor apa saja yang akan dipertandingkan di wilayah masing-masinh, sharing pembiayaannya seperti apa, dan juga penentuan lokasi pembukaan dan penutupan itu akan dilakukan dimana. Jika dua tuan rumah maka mudah membaginya. Salah satu menjadi lokasi pembukaan dan lokasi lainnya menjadi lokasi penutupan PON. Tapi jika sudah 3 lokasi, maka perlu dipikirkan dengan baik dan adil.

Kesimpulan: NTT bisa menjadi tuan rumah PON 22 tahun 2028, baik bersama sama provinsi lain seperti mengajak Bali dan NTB dan atau menjadi tuan rumah tunggal jika kita sudah menyiapkannya dari jauh jauh hari. Walaupun ini tidak mudah karena masih begitu banyak hal yang harus disempurnakan dan disiapkan dan banyak kendala teknis maupun admintrasi yang perlu dibenahi.

Arah kebijakan pembanguan kita sudah harus mengarah kesana tergambar dari Alokasi anggaran APBD yang sudah harus tertuang dalam RPJMD atau KUA- PPAS dan potensi ruang investasi yang menjanjikan sudah harus disiapkan dari sekarang. Persiapan pembinaaan atlet dan sarana olah raga sudah harus dilakukan sedini mungkin, peningkatan kapasitas sumber daya manusia harus dipersiapkan dari sekarang termasuk menyiapkan pelaksana yang handal demi pertanggungjawaban keuangan yang baik dan benar. Ataukah saat ini kita hanya mewacanakan saja dulu untuk kemudian dengan berbagai pengalaman yang ada serta mencermati semua potensi dan peluang yang dimiliki, kemudian mengukur kelemahan dan kekuatan kita, kita mulai persiapkan diri menjadi tuan rumah pada PON 23/tahun 2032, atau PON 24/tahun 2036 ?

Sedangkan untuk saat ini dan beberapa tahun ke depan, kita menawarkan diri dulu menjadi tuan rumah kejurnas – kejurnas untuk berbagai cabang olah raga sebagai ajang belajar menjadi tuan rumah yang baik dan sukses. Berpulang pada kita semua. Salam olah raga,? Jaya !!! NTT, ? bangkit !!! Pretasi ? Emas !!!  *). Ketua Umum KONI NTT periode 2018-2022 (Artiket ini peranh ditayang di Harian Pos Kupang)

Center Align Buttons in Bootstrap