PAD Jauh dari Target, Golkar Ingatkan Gubernur Laiskodat

638
Juru bicara Fraksi Partai Golkar DPRD NTT, Maximilianus Adipati Pari

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengingatkan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat agar lebih cermat dalam menargetkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kedepan.

Bahkan, Fraksi yang dipimpin Hugo Rehi Kalembu dan Mohammad Ansor mengingatkan Gubernur Laiskodat agar dalam menentukan target PAD, berpedoman pada Pasal 24 ayat (4) PP Nomor 12 tahun 2019. Dalam regulasi tersebut menegaskan, penerimaan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan rencana penerimaan Daerah yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber Peneriman Daerah dan berdasarkan pada ketentuan perundang-undangan.

Menurut hemat Fraksi Partai Golkar, penentuan target PAD pada anggaran murni Tahun Anggaran 2021 kurang memperhatikan ketentuan tersebut di atas. Secara historis dapat dilihat, bahwa target PAD TA 2020 sebesar Rp 1.465.773.875.091, hanya dicapai Rp 1.166. 570.596.936,49, atau 79,59 persen dari target. Fraksi Partai Golkar mempertanyakan dasar penetapan target PAD pada anggaran murni TA 2021 sebesar Rp 2033 518.433,142 yang jauh melambung tinggi,” sebut juru bicara Fraksi Partai Golkar, Maximilianus Adipati Pari dalam Pemandangan Umum Fraksi Partai Golkar terhadap Ranperda Provinsi NTT tentang Perubahan APBD Provinsi NTT TA 2021, di ruang sidang utama DPRD NTT, Jumat (17/9/2021).

Disebutkan Makximilianus, penetapan target PAD yang sangat tinggi tentu mempengaruhi perencanaan belanja yang membutuhkan kepastian pembiayaan yang tersedia. “Tetapi manakala target itu terlalu tinggi sehingga pencapaiannya rendah sekali, maka akan banyak sekali kegiatan yang tidak dapat dijalankan. Hal ini harus menjadi catatan serius bagi Saudara Gubernur kedepannya,” tegas politisi muda dari dapil Manggarai Raya ini.

Yang menarik bagi Fraksi Partai Golkar, sebut Maximilianus, adanya rencana penambahan pada belanja modal. “Pertama, Belanja Modal peralatan dan mesin naik sebesar Rp 102 Milyar lebih atau 102,6476, jauh diatas jumlah yang disepakati bersama dalam KUA-PPAS Perubahan yang hanya sebesar Rp 44 Milyar lebih. Kedua, Belanja Modal jalan, jaringan dan ingasi naik sebesar Rp 100 Milyar atau 7,657 tetapi turun dari plafon sementara yang disepakati sebesar Rp 138 Milyar lebih. Ketiga, Belanja Modal Tanah naik sebesar Rp 490 Milyar atau 57,654. Fraksi Partai Golkar ingin mendapatkan penjelasan agar duduk persoalannya jelas bagi kita semua karena ini tidak lazim dalam APBD Perubahan yang jangka waktu pelaksanaannya hanya 3 bulan saja,” ujar Maximilianus.

Ketua AMPI NTT ini menambahkan, khusus Belanja Tidak Terduga sebagai Pos yang menampung seluruh hasil refocussing anggaran sejak Covid-19 Tahun Anggaran 2020 hingga TA 2021 dengan alokasi yang besar sekali, maka pemanfaatannya harus sesuai dengan ketentuan pasal 69 ayat (3) PP No 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Regulasi tersebut menegaskan agar kriteria keadaan darurat dan keperluan mendesak ditetapkan dalam Ranperda tentang APBD Tahun berkenan. “Fraksi Partai Golkar juga meminta penjelasan tentang penambahan belanja pegawai yang cukup tinggi,” ujarnya.

Pinjaman PEN Daerah

Fraksi Partai Golkar mengatakan, tentang Pinjaman PEN Daerah sebesar Rp 1.003 Triliun lebih, yang akta kreditnya telah ditandatangani bersama oleh Kepala Daerah dan PT SMI, adalah tanggungjawab sepenuhnya Saudara Gubernur sesuai ketentuan PP Nomor 43 Tahun 2020 juncto PMK Nomor 179.PMK 07/2020 tentang Perubahan PMK Nomor 105/ 2020.

Disebutkan, posisi DPRD adalah menerima pemberitahuan dari Kepala Daerah paling lambat 5 hari setelah pengajuan Proposal Pinjaman PEN. “Yang disepakati bersama dalam KUA-PPAS Perubahan adalah pemanfaatan Pinjaman PEN tersebut di atas, untuk pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan dengan sistem Tahun Jamak,” sebut Maximilianus.

Fraksi Partai Golkar memiliki pandangan yang sama dengan Saudara Gubernur, akan perlunya percepatan penanganan jalan provinsi sesuai dengan target RPJMD 2018-2023 yang merupakan penjabaran visi dan misi Saudara Gubernur melalui Pinjaman Daerah. “Apakah itu Pinjaman Daerah reguler ataupun Pinjaman PEN Daerah. Namun demikian, Fraksi Partai Golkar memiliki pandangan yang berbeda dengan Saudara Gubernur dalam hal besarnya jumlah pinjaman PEN Daerah yang diajukan, dengan mempertimbangkan sungguh-sungguh kemampuan keuangan daerah untuk pengembalian Pinjaman PEN Daerah tersebut beserta bunganya selama delapan tahun,” ujarnya.

Sebagai wujud kemitraan yang saling mempercayai, Fraksi Partai Golkar tidak jemu-jemunya melakukan kajian berdasarkan data-data yang diajukan Pemerintah Daerah melalui mitra komisi maupun TAPD. Atas dasar itulah, Fraksi Partai Golkar tiba pada kesimpulan, bahwa Pinjaman PEN Daerah senilai Rp 1,003 T tersebut memberatkan fiskal daerah, dan berpotensi mengancam likuiditas Kas Daerah. Fraksi Partai Golkar lebih memilih opsi keempat yang ditawarkan Komisi III DPRD Provinsi NTT, yaitu sebesar Rp 560 Milyar.

“Jumlah ini adalah sisa Pinjaman Reguler Tahun 2020 yang tidak disetujui Menteri Dalam Negeri dari total usulan Pemda sebesar Rp 900 Milyar yang hendak digunakan untuk menuntaskan perbaikan jalan propinsi. Pertanyaan banyak orang adalah bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi? Bukankah Proposal Pinjaman PEN tersebut sudah memenuhi syarat ketentuan perundangan, sehingga Kementerian Dalam Negeri dan Kementrian Keuangan mengeluarkan rekomendasi dan persetujuannya,” ujar Maximilianus.

Fraksi Partai Golkar DPRD NTT memberikan catatan kritis diantaranya Pertama, asumsi Pendapatan Asii Daerah yang ada dalam APBD Mumi 2021 tertalu tinggi, yaitu sebesar Rp 2,03 T lebih. Kedua, adanya dua komponen belanja terikat, yaitu Biaya Penyelengaraan Pemilu Gubemur pada tahun 2024, yang jumlahnya berkisar antara Rp 500 Milyar sampai dengan Rp 650 miyar dan yang harus dialokasikan secara bertahap sejak tahun 2022 sampai dengan 2024.

Selain itu, Penyertaan Modal Pemda kepada PT Bank NTT, PT Jamkrida NTT dan PT KI Bolok yang secara keseluruhan bernilai Rp 531 M dan yang dalam Perda Penyertaan Modai sudah dialokasi mulai 2021 sampai dengan 2024. “Itulah sebabnya, setelah dilakukan simulasi pengembalian Pinjaman (pokok, bunga pinjaman dan biaya pengelolaan) baik yang dilakukan Pernda maupun yang dilakukan Komidi III DPRD Provinsi NTT, ternyata kemampuan fiskal daerah kita untuk Belanja Non DAK lainnya, yaitu dana yang bebas dialokasikan untuk kebutuhan belanja operasi (setelah dikurangi belanja wajpb dan belanja terikat serta pengembalian pokok, bunga pinjaman dan biaya pengelolaan), sangat kecil,” ujarnya.

Jika pada TA 2020, Belanja Non DAK masih sebesar Rp 753 Milyar, maka mulai TA 2021 sampai dengan 2024 merosot tajam peda kisaran 200 sampai 300 Milyar saja dan baru pada TA 2025 sampai dengan tahun 2028 Belanja Non DAK kita mulai kembali mencapai Rp 500 milyar lebih,” kata Makximilianus.

Ditambahkan, dalam Akta Kredit antara Kepala Daerah dan PT SMI sudah disepakati bahwa pengembalian pokok pinjaman, bunga pinjaman, dan biaya pengelolaan selama 8 tahun dipotong langsung dari Dana Transfer Daerah (DAU dan Dana Bagi Hasil).

“Fraksi Partai Golkar mengkhawatirkan kondisi likuiditas Kas Daerah, Khususnya untuk belanja operasi rutin terutama pada Tahun Anggaran 2021 sampai dengan Tahun Anggaran 2024. Sementara itu, di pihak lain realisasi PAD biasanya tersendat dan tidak merata setiap bulannya. Hal ini harus diantisipasi secara matang oleh Pemerintah Daerah. Dalam kondisi seperti ini, maka harapan kita adalah adanya penambahan Dana Transfer. Dan hal itu dapat terjadi jika kondisi perekonomian nasional membaik seiring dengan menurunnya angka Covid-19.***Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap