Yang Kritis dari Komisi III DPRD NTT Tentang Pinjaman Daerah

147
Ketua Komisi III DPRD NTT Drs. Hugo Rehi Kalembu, M. Si dan para anggota dalam sebuah kesempatan di Kabupaten TTU. Foto: SelatanIndonesia.com/Laurens Leba Tukan

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Komisi III DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali menyoroti dan memberikan sejumlah rekomendasi kritis untuk Pemerintah Provinsi NTT terkait Pinjaman Daerah.

Dalam dokumen Rekomendasi Komisi III DPRD NTT yang diperoleh SelatanIndonesia.com, Minggu (20/6/2021) disebutkan, setelah tim pakar Komisi III melakukan kajian dan diskusi serta pembahasan bersama mitra terkait, Komisi yang diketuai oleh politisi senior Partai Golkar Drs. Hugo Rehi Kalembu, M.Si dan sekretaris Inosensius Fredy Mui, ST itu merekomendasikan kepada Badan Anggaran dalam pembahasan lebih lanjut dengan TAPD.

Lantaran persetujuan atas Peraturan Daerah tentang APBD Tahun 2021, dimana Pinjaman PEN Daerah tanpa bunga sebesar Rp 1.500.000.000.000, ditetapkan sebagai Penerimaan Pembiayaan, dalam APBD tahun 2021, maka persetujuan tersebut di atas batal demi hukum karena obyek yang disetujui (Pinjaman PEN tanpa bunga) sudah tidak ada lagi. Meski demikian, jika niat untuk melakukan Pinjaman PEN Daerah masih tetap ada, kendati sudah dikenakan bunga 6,196, maka perlu dilakukan pembahasan ulang bersama dengan DPRD untuk mendapatkan persetujuan bersama lagi,” demikian bunyi salah satu point rekomendasi tersebut.

Selain itu, sehubungan dengan adanya Surat Gubernur NTT, tanggal 2 Mei 2021, untuk persetujuan Penggunaan Anggaran Mendahului Perubahan, sebesar 62,121 M lebih untuk pembayaran bunga Pinjaman PEN Daerah tahun 2021, sebesar Rp 1.003 M lebih, maka permohonan tersebut belum dapat dipertimbangkan. “Pasalnya, menunggu persetujuan baru Kepala Daerah dan DPRD tentang Pinjaman PEN Daerah yang sesuai PP No. 43/2020 dan PMK No. 179/2021 serta KMK 125/ 2021 dikenakan bunga sesuai dengan tenor pengembaliannya. Juga, karena yang tercantum dalam APBD Tahun 2021 adalah Pinjaman PEN senilai Rp. 1.500.000.000.000, sementara yang dimohonkan bunga dan biaya lain-lain Pinjaman PEN Daerah sebesar Rp. 1,003 T lebih,” sebut Komisi III.

Dijelaskan, defisit anggaran yang makin besar, dan refocusing APBD beberapa kali telah menyebabkan OPD-OPD kesulitan dalam melakukan pelayanan publiknya dan Gubemur dalam suratnya tidak menyebutkan sumber dana untuk pengeluaran mendahului perubahan APBD sebesar Rp 62 M lebih.

“Sebagai catatan dapat dikemukakan bahwa Pemda telah melakukan tiga kali permohonan pengeluaran mendahului perubahan masing masing Tanggal 3 Mei 2021 sebesar Rp. 61,653 M lebih untuk DPAL, Tanggal 27 Mei 2021 sebesar Rp. 62,121 M lebih untuk membayar bunga pinjaman sebesar Rp. 1, 003 T lebih, Tanggal 2 Juni 2021 sebesar Rp. 154,373 juta untuk penataan, perbatasan wilayah,” sebutnya.

Sementara itu, SILPA Tahun 2020 hasil Pemeriksaan BPK, hanya berjumlah Rp 68,383 M lebih. “Jadi besaran SILPA Tahun 2020 hanya memenuhi pendanaan DPAL dan penataan perbatasan wilayah. Sementara itu, hasil refocusing APBD 2021, alokasi BTT bertambah, dari Rp 68,123 M lebih menjadi Rp. 144,551 M lebih. Dari total BTT tersebut diatas sudah direalisir Rp. 69,601 M lebih dan sisanya Rp. 74,950 M lebih untuk penanganan Covid 19 sebesar Rp. 67,210, M lebih dan penanganan Bencana Badai Seroja sebesar Rp. 2,391 M lebih. (lihat jawaban Pemerintah terhadap Pandangan Umum Fraksifraksi, halaman 11),” sebut Komisi III.

Ditambahkan, pembayaran bunga pinjaman dan lain-lain biaya, baru akan dilakukan setelah Akta Perjanjian Kredit ditandatangani dan adanya penarikan sejumlah pinjaman tersebut dari kreditur oleh BUD. Dengan demikian, urgensinya belum mendesak dan masih bisa ditunda pada Perubahan APBD 2021.

“Guna menjamin kesehatan Fiskal Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah dalam mengembalikan Pinjaman PEN Daerah, maka diperlukan
analisis yang teliti dan cermat terhadap pemenuhan dua syarat teknis yang diwajibkan oleh PP No 43 Tahun 2020 pasal 15 B (2) serta simulasi yang teliti dan cermat pula, yang menunjukkan Kemampuan Keuangan Daerah dari tahun ke tahun sampai dengan batas waktu pelunasan Pinjaman PEN Daerah tersebut,” katanya.

Komisi III juga membeberkan, alternatif Pinjaman PEN Daerah senilai Rp. 1.500.000.000.000,-, dengan tenor 8 tahun, bunga 6,19 %, provisi 1 % dan biaya pengelolaan, 0,185% dan grace period 2 tahun tidak memenuhi dua syarat dalam PP 43 Tahun 2020 dan sangat memberatkan fiskal daerah.

Pada alternatif Pinjaman PEN Daerah sebesar Rp. 1,003 T lebih dengan syarat pinjaman yang sama dengan alternatif I secara keseluruhan memenuhi dua syarat PP 43 Tahun 2020 tetapi simulasi pengembalian pokok pinjaman dan bunga serta biaya lain-lain masih memberatkan fiskal daerah.

Juga, ada alternatif Pinjaman PEN Daerah sebesar Rp. 898 M lebih dengan syarat sama dengan alternatif satu dan dua, secara teknis memenuhi syarat PP 43 Tahun 2020, tetapi juga masih memberatkan fiskal daerah.

“Alternatif Pinjaman PEN Daerah Rp.560 M lebih dengan syarat sama dengan alternatif-alternatif sebelumnya, memenuhi syarat dan tidak terlalu membebani fiskal daerah. Dalam pelaksanaannya, alternatif keempat ini lebih menjamin stabilitas kapasitas fiskal daerah dan juga mudah penerapannya karena merupakan kelanjutan proposal pinjaman reguler tahun 2020 sebesar Rp. 900 Milyar yang obyek penggunaannya berupa pembangunan ruas jalan Provinsi pun sudah jelas. Perundingan dengan PT SMI juga akan lebih mudah,” jelas Komisi III.

Diuraikan, bila semua ruas jalan Provinsi sudah diperbaiki dengan kualitas yang bagus, maka roda perekonomian akan berputar lebih cepat dan pemulihan ekonomi pun secara berangsur akan terjadi.***Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap