JAKARTA,SELATANINDONESIA.COM – Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), kembali melontarkan pernyataan yang bermuatan rasis dan diskriminatif, karena mengandung unsur diskriminasi terhadap ras dan etnis. Pernyataan JK telah mengancam persatuan dan merusak kohesivitas sosial, di tengah upaya sekelompok masyarakat yang hendak merusak kohesi sosial masyarakat.
Pernyataan JK disampaikan dihadapan Menteri BUMN Erick Thohir dalam acara silaturahmi Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), Senin (14/6/2021). Koordinator Tim Penegak Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selesatinus melayangkan kritikan pedas terhadap peranyataan politisi senior asal Sulawesi Selatan itu.
“Di sini JK lagi-lagi memaparkan soal kondisi ekonomi Indonesia yang dianggap sebagai pincang dan terpuruk, berdasarkan preferensi agama dan suku (sara). Bahwa ekonomi umat Islam terpuruk karena di antara 10 (sepuluh) orang kaya hanya 1 (satu) orang muslim, yang kaya itu Tionghoa, Konghuchu dan Kristen,” sebut Petrus Selestinus dalam ketrangan tertulis yang diterima SelatanIndonesia.com, Rabu (16/6/2021).
Pernyataan Rasis dan Diskriminatif
Petrus mengatakan, pernyataan JK dimaksud, mengingatkan memori publik, ketika selaku Wapres JK berbicara di hadapan peserta Tanwir Muhammadiyah di Ambon, saat menutup Tanwir, pada 24 Februari 2017. “Bahwa kesenjangan ekonomi di Indonesia sudah cukup membahayakan karena perbedaan agama antara yang kaya dan miskin. Orang-orang kaya adalah warga keturunan yang beragama Konghuchu maupun Kristen, sedangkan, orang yang miskin sebagian besar penganut Islam dan ada juga yang Kristen. Pembedaan seperti ini tidak dibenarkan, karena orang mau kaya atau menjadi miskin, bukan pada soal beda agaman dan sukunya tetapi pada mau bekerja keras dan trampil atau tidak,” ujar Petrus.
Advokad senior ini menyebutkan, pernyataan JK, jelas provokatif dan berlawanan dengan kewajibannya selaku Warga Negara. “Ia seharusnya tidak boleh membuat narasi yang rasis, diskriminatif dan manipulatif seolah-olah keadaan ekonomi masyarakat yang terpuruk atau pincang, penyebabnya adalah orang-orang kaya beragama Konghuchu, Kristen dan Tionghoa,” tegasnya.
JK Mencari Kambing Hitam
Meskipun pernyataan JK itu, dengan dalil, memotivasi agar persoalan kesenjangan teratasi dengan cara mendorong umat Islam untuk menjadi pengusaha, tetapi pernyataan JK itu sudah masuk dalam kategori tindakan diskriminasi Ras dan Etnis, yang dilarang oleh UU.
Menurut Petrus, pernyataan JK, terkesan menunjukan kebencian kepada kelompok lain, karena perbedaan Ras dan Etnis, dengan cara melontarkan kata-kata rasis di tempat umum atau tempat lainnya sehingga muda didengar orang lain. “Pernyataan yang demikian, dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana sesuai pasal 16 UU No. 40 Tahun 2008, Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis,” sebut Petrus.
Padahal, lanjut Petrus, selama -/+ 20 tahun JK duduk dalam pemerintahan, JK seharusnya tahu sebab-sebab kegagalan pemerintah mewujudkan pemerataan, memperkecil kesenjangan, dan sebagainya. “Ini malah JK justru mencari kambing hitam menyalahkan kelompok lain yang dengan kerja keras, kompeten, mencapai sukses atas keringat sendiri, tidak atas dasar perbedaan agama, suku dan golongan,” ujarnya.
Kedekatan dengan Tionghoa
Meskipun selama ini JK melontarkan sindiran tentang keberhasilan ekonomi sekelompok warga masyarakat keturunan (Tiongjoa, Konghuchu, Kristen), kata Petrus, JK selalu berdalil bahwa dia sangat dekat dengan pengusaha keturunan Tionghoa di Makasar. Bahkan, sahabatnya, Sofjan Wanandi juga keturunan Tionghoa dan Kristen yang pagi, siang, sore, malam selalu bersama JK.
“JK seharusnya memahami bahwa adanya Diskriminasi Ras dan Etnis dalam kehidupan bermasyarakat merupakan hambatan bagi hubungan kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, perdamaian, keserasian, keamanan, dan kehidupan bermata pencaharian di antrar warga negara yang pada dasarnya selalu hidup berdampingan,” ujar Petrus.
Itu pasalnya, menurut Petrus, JK sebaiknya berhentilah membuat narasi yang berpotenai merusak kohesivitas soal masyarakat yang pada gilirannya akan menyulitkna upaya pemerintah merawat kebhinekaan dan menjaga kohesi sosial dalam masyarakat yang berangam.
Sebelumnya, dilansir dari VOI, JK memaparkan bahwa, ekonomi umat Islam sedang terpuruk karena di antara 10 (sepuluh) orang kaya, hanya 1 (satu) yang muslim, dari sisi ekonomi apabila ada 10 (sepuluh) orang kaya, maka paling tinggi 1 (satu) orang muslim. “Tetapi apabila ada 100 (seratus) orang miskin, setidaknya 90 (sembilan puluh) umat yang miskin. Jadi pincang keadaan ekonomi kita,” sebut JK di depan Menteri BUMN Erick Thohir dalam acara silaturahmi Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) yang ditayangkan secara virtual, pada Senin 14 Juni 2021 dimuat beberapa media.***Laurens Leba Tukan