BESIPAE,SELATANINDONESIA.COM – Selama sepekan melakukan kunjungan kerja di daratan Timor sejak Senin 22/3/2021 hingga Sabtu 27/3/2021, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat memilih untuk menginap di Besipae, Kecamatan Amnuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan pada Jumat (26/3/2021).
Bahkan, Gubernur Laiskodat menggelar pelantikan empat Penjabat Bupati yaitu Sabu Raijua, Belu, Malaka dan Sumba Barat di area Besipae yang sempat menghebohkan publik lantaran terjadi penolakan dari masyarakat ketika Pemerintah Provinsi NTT melakukan penertiban terhadap lokasi seluas ratusan hektar tersebut beberapa waktu silam.
“Momentum pelantikan terhadap empat Penjabat Bupati ini untuk memberikan pesan bahwa kawasan ini adalah aset provinsi, dan hari ini juga Besipae dalam keadaan aman, kondusif. Kawasan ini akan dikerjakan segera untuk hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan peternakan dan pertanian,” sebut Gubernur Laiskodat usai melantik empat Penjabat Bupati di Besipae.
Disebutkan Gubernur Laiskodat, peristiwa pelantikan Penjabat Bupati yang dilakukan di Besipae itu untuk membuktikan bahwa berbagai aktivitas di kawasan Besipae dapat dikembangkan. “Kita mulai dengan pelantikan di sini, dan aktivitas-aktivitas lain di tempat ini mulai dapat berjalan,” ujarnya.
Tentang kunjungan kerja di daratan Timor yang dilakukannya selama sepekan ini, Gubernur Laiskodat menjelaskan, kunjungan kerja sampai ke desa-desa itu merupakan agenda tahunan yang rutin dilakukan. “Agenda rutin kunjungan kerja itu untuk melihat langsung kondisi masyarakat dan bagaimana pembangunan di masyarakat itu bisa berjalan baik atau tidak. Juga sinkronisasi antara pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten sampai ke tingkat desa itu jika ada terjadi miss, kita bisa intervensi,” sebut Gubernur Laiskodat.
Disebutkan Gubernur Laiskodat, selain melihat langsung sinkronisasi program, hal krusial yang menjadi perhatian khususnya adalah penanganan dan pencegahan Covid-19, stunting, gizi buruk dan bagaimana peningkatan kualitas hidup masyarakat agar angka kemiskinan bisa diantisipasi.
Terkait program Tanam Jagung panen Sapi (TJPS) yang kini gencar dikembangkan oleh masyarakat hingga ke desa-desa, Gubernur Laiskodat mengatakan, Pemerintah Provinsi akan terus mendorong dan meningkatkan supaya lebih besar lagi secara quantity. “Kita terus mendorong, meskipun masih ada perbaikan-perbaikan walaupun masih ada sedikit di beberapa tempat yang tidak sesuai dengan yang kita desain, tetapi dari evaluasi yang ada secara makro dan global, TJPS harus terus dilanjutkan karena itu banyak membuat hasil yang baik melalui skema TJPS,” sebut Gubernur Laiskodat.
Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi NTT, Lecky F. Koli menyebutkan, kehadiran Gubernur NTT hingga ke pelosok-pelosok desa di NTT untuk memastikan bahwa program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) berjalan baik dan direspons sangat antusias oleh masyarakat petani di desa-desa.
“Bapak Gubernur hadir dan menyaksikan sendiri hasil panen dan kerja keras para petani selama 100 hari dan mampu membuktikan bahwa hasil yang dicapai bisa 7,5 Ton per hektare. Kita perlu memberikan penghargaan, penghormatan, dan apresiasi untuk petani di desa ini yang sudah bekerja keras. Kalau ada 1.200 hektare maka hasil yang dicapai bisa mencukupi untuk suplay bahan baku jagung untuk pabrik pakan ternak, karena 1.200 hektare itu sama dengan 9.000 Ton dan cocok dengan kebutuhan pabrik pakan ternak selama setahun,” sebut Lukcy Koli sapaan akrab Lecky F. Koli ketika berbicara usai panen jagung pada program TJPS di desa Fatuariun, Kecamatan Sasitamean, Kabupaten Malaka, Kamis (25/3/2021).
Disebutkan Luky Koli, produktifitas yang tinggi tersebut merupakan aset yang harus dilakukan secara sustainable sehingga kedepan dapat memberikan kontribusi positif dalam bidang pertanian, khususnya untuk pemenuhan kebutuhan pabrik pakan ternak di NTT yang dalam tahun ini sudah beroperasi.
“Ini aset yang akan menentukan berapa banyak jagung yang akan kita produksi untuk memberikan suplai kepada kebutuhan industri pakan ternak, sehingga CPCL (Calon Petani dan Calon Lahan) harus disiapkan dengan benar dan memperhatikan unsur air secara teliti sehingga tidak menimbulkan kegagalan,” sebut Luky.
Ia menambahkan, produktifitas 7,5 ton per Ha, berarti skenario TJPS itu harus masuk. Dari 1.200 Ha, dengan hasil 7,5 ton per Ha, semuanya masuk skala sangat baik. “Artinya paket sapi harus masuk, ayam 25 ekor, babi 5 ekor dan kambing 5 ekor semuanya harus masuk. Kita akan buktikan satu bulan kedepan setelah pembeli datang untuk membeli jagung, dan akan kelihatan berapa banyak ternak yang dihasilkan dari 1.200 Ha TJPS, dan kalau itu semua betul terjadi maka semua tenaga pendamping akan mendapat insentif yang anggarannya telah disiapkan,” ujar Luky.
Luky Koli mengatakan, setelah para petani melakukan panen, dilanjutkan dengan pengeringan hingga 14 persen dan dimasukkan dalam kemasan untuk dipasarkan. “Minggu depan, PT Flobamor akan beli semua hasil jagung masyarakat yang dipanen hari ini untuk selanjutnya didistribusikan ke perusahaan ayam petelur di Tablolong,” sebutnya.
Dijelaskan Luky, dengan harga jual Rp 3.200/Kg, maka dalam 1 Ha lahan jagung akan lebih dari Rp 15 juta. “30 persen dari 15 juta tersebut disisihkan untuk membeli ternak berupa sapi, kambing, ayam dan babi yang langsung ditangani oleh Bank NTT sehingga Dinas Peternakan langsung mempersiapkan kebutuhan ternak untuk dibagikan ke masyarakat. Ini untuk ketahanan ekonomi agar ada satu kepastian ekonomi rumah tangga,” jelasnya.
Luky Koli menjelaskan, TJPS itu bukan sekedar program tanam jagung, tetapi ada satu skenario yang bertujuan untuk membangun ketahanan pangan masyarakat. Pasalnya, dengan jagung yang dihasilkan dapat dikonsumsi oleh masyarakat atau dikonversi menjadi beras. “7,5 ton per Ha ini sudah cukup dalam setahun bagi anggota keluarga dengan TFR 3,29 dan 7.200 KK bisa terbantu dari skema TJPS ini. Sehingga, jangan dilihat ini sebagai tanam jagung saja, tetapi ini merupakan sebuah proses untuk mengangkat persolan-persoalan kemiskinan, kekurangan pangan, ekonomi, stunting dan masalah lainnya,” ujar Luky.
Selain itu, Luky juga mengatakan, program TJPS juga bakal bisa membangun ketahanan ekonomi masyarakat. “Ketahanan ekonomi dari skema TJPS ini, setelah panen jagung, harus menambah ternak. Ternak itulah aset ekonomi yang akan memperpanjang ketahanan ekonomi petani dalam waktu tertentu bisa enam bulan, sembilan bulan dan satu tahun. Kalau dia punya ternak babi 5 ekor enam bulan kemudian berat badannya sudah naik kemudian jual dengan harga tiga jutaan, maka dia sudah bisa mendapatkan 15 juta dan itu sudah bisa membantu kebutuhan ekonomi dalam keluarga,” jelasnya.
Itu pasalnya, Pemerintah Provinsi NTT terus mendorong semua Kabupaten untuk bergerak meningkatkan luasan lahan untuk TJPS. “Tahun ini kita tidak bergerak dengan angka 1.200 Ha tetapi kita mau bergerak dengan angka 5.000 ha tiap Kabupaten. Kalau 5.000 Ha dengan kapasitas produksi 5 ton per Ha saja, maka kita sudah menghasilkan 25.000 ton. Ini hasil yang sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan industri pakan ternak juga untuk konsumsi masyarakat dan kelebihannya kita bisa ekspor,” katanya.
Luky menambahkan, kedepan, bersama para petani akan persiapkan lagi untuk skema 100 hari kedua, setelah panen hari ini. “Teman-teman pendamping TJPS harus memperhatikan kondisi atau masalah yang dihadapi para petani. Apabila ada kendala lain segera membuat catatan-catatan sehingga kita bisa mengatasi persoalan tersebut dengan tujuan dasar bisa meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.***Laurens Leba Tukan