KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Lantaran status kewarganegaraannya masih dalam polemik berkepanjangan, agenda pelantikan bupati terpilih Sabu Raijua, Orient Patriot Riwu Kore tertuda oleh Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) RI.
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal menyebutkan, pihaknya sudah mewakili pihak terkait untuk memastikan status kewarganegaraan Bupati terpilih Sabu Raijua Orient Patriot Riwu Kore. Kemendagri akan menyelesaikan pelantikan sampai masalah ini tuntas.
“Pada hari ini kami mengundang pihak terkait tentang dinamika di Sabu Raijua. Kami dengar dan bicarakan perspektif mereka, saran dan langkah yang harus dilakukan,” kata Akmal dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (4/2/2021) seperti dilansir dari Merdeka.com.
Dalam pertemuan itu, Kemendagri mengundang pihak KPU dan Bawaslu, Dirjen Polpum, Dukcapil, dan Kapolda NTT. Hasilnya sementara disepakati bahwa Bawaslu untuk melakukan penundaan pelantikan kepada Orient sebagai bupati terpilih Sabu Raijua.
“Kami memberikan saran kepada Bawaslu yang memberikan saran untuk dilakukan penundaan pelantikan,” lanjut Akmal. Akmal menjelaskan, fakta hukum yang terjadi seperti sekarang harus diantisipasi, agar proses Pilkada dapat selesai dan bermuara pada pengesahan penetapan calon melalui SK Mendagri dan tidak menimbulkan masalah.
“Sembari menunggu masa jabatan Bupati 2015-2020 habis, 17 Februari, dalam waktu singkat dan dalam waktu cepat, bisa mengambil keputusan terkait ini,” katanya.
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung menilai, Penyelenggara pemilu baik KPU, maupun Bawaslu dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kasus terpilihnya Orient Riwu Kore, warga negara Amerika Serikat (AS) sebagai Bupati Sabu Raijua.
Menurutnya, kejadian itu telah mencoreng kewibawaan penyelenggara pemilu. Kejadian itu menurutnya tidak sepatutnya terjadi. “Saya pikir kita kecolongan dalam masalah ini. Sudah saya sampaikan kepada Bawaslu RI kenapa hal seperti ini bisa terjadi,” kata Doli dikutip dari laman resmi DPR, Kamis (4/2/2021).
Doli melanjutkan, permasalahan ini harus dicari tahu persis masalahnya, apakah merupakan sebuah kelalaian KPU dan Bawaslu Sabu Raijua atau calon bupati tersebut melakukan tindakan pidana penipuan.
“Saya lihat di beberapa pemberitaan bahwa KPU dan Bawaslu sudah menjalankan tugasnya dengan baik, artinya kalau pengakuan penyelenggara seperti itu yang bersangkutan telah melakukan tindakan pidana penipuan dan segala macamnya, sehingga harus diberikan sanksi,” selidik Doli.
Doli pun menyayangkan Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) yang baru memberikan penjelasan setelah rangkaian Pilkada selesai. Padahal, jika informasi itu diberikan sebelum pilkada usai, hal itu semestinya tidak pernah terjadi.“Mungkin jika (penjelasan datang lebih) cepat, orang ini tidak dapat ikut Pilkada karena otomatis gugur,” tandas Doli.
Menurut politisi Fraksi Partai Golkar tersebut, hal ini menjadi penemuan baru yang ke depan harus bisa diantisipasi dengan memasukkan penyesuaian aturan atau pun regulasinya dalam undang-undang. “Ini juga kasus baru yang baru kita temukan yang nanti bisa kita antisipasi dalam penyesuaian aturan di kemudian hari jika kami mengadakan perubahan undang-undang,” imbuh Doli.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Golkar, Herman Hayong meminta Menteri Dalam Negeri untuk tidak melantik pasangan calon terpilih Kabupaten Sabu Raijua karena cacat hukum sejak awak pencalonan.
“Kita melihat ada unsur kesegajaan dari Orient Patriot Riwu Kore untuk mengabaikan pengurusan status kewarganegaraannya. Selain itu, keluarga dekat Orient adalah orang-orang yang paling memahami jati diri yang bersangkutan. Apalagi adik kandung Orient adalah Wali Kota Kupang yang juga adalah mantan anggota DPR RI dan sekaligus Ketua Partai Demokrat Provinsu NTT yang mencalonkan Wakil Bupati mendampingi Orient, maka secara moral dan keluarga memiliki kewajiban hukum untuk menyampaikan keadaan yang sebenarnya kepada pihak-pihak terkait,” sebut Herman Hayong.
Dijelaskan Herman Hayong, sesuai ketentuan di dalam UU No. 12 Tahun 2006, Indonesia tidak mengenal kewarganegaraan ganda dengan dianutnya asas kewarganegaraan tunggal oleh undang-undang ini. Regulasi tersebut kata dia, memang menganut juga azas kewarganegaraan ganda terbatas sebagai pengecualian dalam rangka perlindungan terhadap anak bagi anak-anak. Dalam Penjelasan Umum UU Kewarganegaraan dikatakan bahwa pada UU Kewarganegaraan tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride).
“Jika seorang WNI kemudian diketahui mempunyai kewarganegaraan ganda, maka ia harus merilis salah satu kewarganegaraan yang ia miliki. Apabila ia tidak mau rilis salah satu kewarganegaraannya, maka sanksi yang diperoleh adalah kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia. Karena Saudara Orient sampai hari inipun tidak merilis atau mendeklarasikan kewarganegaraannya maka yang bersangkutan harus kehilangan kewarganegaraan Indonesia,” jelas Herman Hayong.
Politisi asal Flores Timur ini mendesak KPU, Kemendagri dan Komisi II DPR RI agar segera melakukan Rapat Konsultasi dan memberikan kewenagan diskresi kepada KPUD Kabupaten Sabu Raijua untuk membatalkan keputusan pengesahan pasangan calon yang menang dan menetapkan pasangan calon dengan perolehan suara terbesar kedua sebagai calon terpilih. “Apabila Kemendagri tetap melantik wakilnya saja menjadi Bupati terpilih maka negara secara sadar telah mengesahkan orang asing boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah,” ujarnya.
Ia menilai, kinerja semua penyelenggara sudah sangat tepat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada. “Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 1 Tahun 2020 disebutkan bahwa syarat utama menjadi kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun wali kota adalah warga negara Indonesia (WNI),” jelasya.***Laurens Leba Tukan