KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi pengembangan budi daya rumput yang sangat besar dengan luasan potensi perairan sekitar 54.000 ha dengan panjang garis pantai mecapai 5.700 kilometer.
“Prediksi kita, potensi rumput laut kita di NTT sekitar 15 juta ton/tahun karena rumput laut ini bisa ditanam dalam satu tahun lima kali, dan pertumbuhannya bisa mencapai lima sampai sepuluh kali tergantung dari kondisi perairan. Tetapi, selama ini sekitar tujuh kali dari berat yang kita tanam,” sebut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, Ganef Wurgiyanto kepada wartawan di ruang Media Center, Gedung Sasando, Kantor Gubernur NTT, Rabu (2/9/2020).
Disebutkan Ganef, rumput laut di seluruh NTT memiliki kadar keraginan yang sangat tinggi yaitu diatas 90%. “Itu bisa kita langsung buat gel, juga bisa untuk buat food dan non food,” sebutnya.
Meski demikian, potensi sebesar 15 juta ton/tahun itu baru bisa dieksploitasi sekitar 2 juta ton per tahun atau sekitar 13,2 persen sehingga masih punya peluang yang sangat besar.
Ganef menjelaskan, untuk mengeksploitasi potensi itu, ada dua metode yang digunakan yaitu Pemerintah memberikan stimulan bantuan bibit rumput laut sejak 2019 kepada 4.050 pembudidaya di seluruh Sumba, Kabupaten Kupang dan Rote Ndao. Sedangkan tahun 2020 diberikan kepada 4.000 orang di Sabu Raijua, Alor, Lembata, Flotim dan Sikka. “Kita harapkan kedepannya kita akan berikan stimulus bagi masyarakat di Ende sampai Manggarai Barat, yang saat ini kita sedang melakukan identivikasi wilayah dan titik mana yang merupakan potensi rumput laut,” sebutnya.
Dikatakan Ganef, pihaknya juga mengajak swasta untuk melakukan investasi pada rumput laut di NTT yang menurut analisanya, untuk memaksimalkan seluruh poyensi yang ada maka dibutuhkan investasi dari pihak swasta sebesar 1,2 triliun untuk bisa mengeksploitasi seluruh potensi rumput laut di NTT.
Kadis Ganef mengatakan, persoalan rumput laut bukan hanya terletak pada budidaya, tapi juga tentang stabilitas harga. “Pernah 12 ribu rupiah per kg, namun tak lama kemudian turun sekitar 3 ribu rupiah. Ini tentu tidak menguntungkan masyarakat. Karenanya, kita memberdayakan perusahaan daerah PT Flobamor untuk menjadi pengumpul rumput laut dengan harga 20 ribu rupiah per kilo gram,” ujarnya.
Ia menyebutkan, pada tahun 2019, Provinsi NTT untuk pertama kalinya berhasil melakukan ekspor langsung rumput laut perdana ke Argentina sejumlah 25 ton. Menurutnya, ekspor ini penting karena melibatkan banyak pihak sehingga ia membentuk tim yang beranggotakan Bea Cukai, Karang Tina Ikan, Pelindo III, Adminstrator Pelabuahn Tenau, GM Angkasa Pura dan Garuda serta sejumlah pihak lain yang diajak bersama dengan tujuan agar eksport itu dilakukan agar menjaga stabilisasi harga pasar rumput laut dan mencegah tidak ada permainan masalah stok dan harga.
“Tetapi juga tidak cukup sampai disitu saja, tetapi bagaiman untuk masyarakat bisa mendapatkan manfaat dari harga yang kita patok, dan memang harus mematok harga karena kita tahu volume yang dihasilkan masyarakat. Jika dengan harga yang dipatok dikalikan dengan volume yang dihasilkan setiap orang atau setiap rumah tangga maka diperkirakan penghasilan per bulan sekiat Rp 3-5 juta per bulan. Ini yang dilakukan terus menerus sehingga tingkat ekonomi masyaraat menjadi baik,” ujarnya.
Ganef menambahkan, untuk meningkatan kehidupan masyarakat yang bergerak di sektor perikanan, pihaknya berupaya maksimal untuk menggandeng pihak ketiga atau investor. Potensi perikanan di NTT yang melimpah, akan mempunyai dampak ekonomis bagi masyarakat bila ada pihak ketiga yang membeli dan memasarkannya.
“Tiga unsur yang harus disinergikan yaitu pemerintah, swasta dan nelayan atau masyarakat. Semua kegiatan yang kita lakukan dalam perikanan dilakukan dengan sistem bisnis. Ikan punya nilai ekonomis tinggi, namun kalau tidak ada pembeli yang akan memasarkan keluar NTT, harga tetap rendah . Investasi di sini bukan hanya membeli ikan dan memasarkan, tapi juga terlibat dalam menyiapkan fasilitas pasca panen,” jelasnya.
Disebutkan, pihaknya berupaya keras untuk mengembangkan program budidaya dan perikanan tangkap. Untuk budidaya perikanan laut, dikembangkan dua jenis ikan yakni ikan kakap putih dan kerapu. Karena keduanya bernilai ekonomis tinggi.
“Di Labuan Kelambu Ngada, kita terbarkan benih kerapu sekitar satu juta benih sejak tahun 2019. Sementara di Mulut Seribu, Rote Ndao benih ikan kerapu dan ikan kakap yang dilepaskan sekitar 10 ribu ekor sejak tahun 2019,” jelas Ganef.
Lebih lanjut Ganef menguraikan, sistem pembudidayaan dengan menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA) yang berbentuk segi empat ternyata kurang mendatangkan hasil maksimal. Karenanya, dalam tahun 2021, akan dikembangkan KJA dengan bentuk bulat berdiameter 10 meter untuk mengurangi potensi kanibalisme antar sesama ikan dalam keramba. Dalam satu keramba, rencananya akan dilepas 25 ribu ekor benih. Setelah delapan bulan diharapkan ada 20 ribu ekor ikan yang siap panen dengan bobot 800 gram. Potensinya, 1 keramba bisa menghasilkan 16 ton.
“Tahun 2020 ini, kita melakukan piloct project untuk sistem pembudidayaan seperti ini di belakang pulau Kambing, Semau. Karena lokasi tersebut dekat dengan Kupang sehingga bisa memudahkan distribusi pakannya. Kita sudah dapatkan pihak ketiga atau pelaku ekonomi yang profesional untuk mendampingi hal teknis sampai pemasarannya,” beber Ganef.
Dalam piloct project ini, lanjut Ganef, kita melibatkan masyarakat sekitar. Satu kerambah akan dikelola oleh 10 orang. Selama delapan bulan, mereka akan mendapatkan gaji upah Rp, 2,5 juta per orang setiap bulannya. Dinas Perikanan dan Kelautan juga menggandeng mahasiswa Politeknik Kelautan dan Perikanan Kupang untuk melakukan pendampingan.
“Kita sudah mengajukan pinjaman kepada pihak PT SMI (Sarana Multi Finansial) untuk pengembangan budidaya ikan laut ini sebesar 152 miliar rupiah. Dana ini akan dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya secara besar di Mulut Seribu, Hadakewa Lembata, Labuan Kelambu dan di Semau. Kalau piloct project ini berhasil tentu akan mempercepat proses pencairan pinjaman tersebut. Dalam hitungan kami, potensi untuk pengembalian cicilan kepada SMI dari tiap keramba sekitar 112 juta rupiah mulai tahun 2022,” jelas Ganef.
Ia mengungkapkan, untuk meningkatkan potensi perikanan tangkap, Pemerintah Provinsi memberikan bantuan kapal nelayan 3 GT sebanyak 65 unit dan 130 unit perahu ketinting untuk 22 kabupaten/kota se-NTT. Bantuan ini terutama diarahkan pada wilayah-wilayah dengan potensi besar, sumberdaya manusia mumpuni serta mudah diakses oleh pengusaha.
“Kita sudah mengekspor ikan anggoli sejak tahun 2018 ke Singapura dan Honololu. Kita berupaya keras ekspor seperti ini langsung dilakukan dari NTT ke negara tujuan sehingga provinsi kita dapat menjadi provinsi devisa,” kata Ganef.
Kepala Biro Humas dan Protokol NTT, perikanan dan kelautan merupakan bagian penting dalam pengembangan ekonomi NTT. “Tanggal 5 September nanti, Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur genap dua tahun menahkodai NTT. Program-program strategis keduanya khususnyua di bidang kelautan dan perikanan diharapkan sudah menjangkau banyak masyarakat NTT dalam meningkatkan taraf kehidupan mereka,” ujar Marius.***Laurens Leba Tukan/Aven