Ketika Gereja Bertemu Bank, Sinergi GKS dan Bank NTT Bangun Ekonomi Jemaat dari Mimbar ke Mikro
WAIKABUBAK,SELATANINDONESIA.COM — Langit cerah di atas Waikabubak, Sumba Barat, menjadi saksi pertemuan tak biasa di aula Gereja Kristen Sumba (GKS) Sobawawi, Kamis (3/7/2025). Di tempat yang biasanya menjadi ruang kontemplasi rohani, kali ini para pendeta, guru injil, dan bendahara jemaat duduk menyimak paparan tentang produk keuangan, kredit konsumtif, dan literasi digital dari para pemimpin cabang Bank NTT.
Tiga pucuk pimpinan cabang hadir lengkap: Yusthinus M. N. Dunga dari Cabang Waitabula, Gilbert Daud dari Cabang Waibakul, dan Marthin Sooai dari Cabang Waikabubak. Mereka datang bukan sekadar menawarkan layanan finansial, tapi membawa misi kolaborasi jangka panjang: membangun ekosistem ekonomi jemaat berbasis gereja.
“Ini kegiatan yang sudah lama kami siapkan. Gagasan awalnya muncul dari Pak Pinca Waikabubak saat bertemu di kantor Sinode GKS beberapa bulan lalu,” ujar Ketua Umum Sinode GKS, Pendeta Marlin Lomi, S.Th. “Terus terang, kami sangat tertarik. Ini pertama kalinya sebuah bank membuka ruang diskusi yang begitu luas dan transparan dengan GKS.”
Bank NTT menawarkan ragam layanan—dari tabungan pelajar (SIMPEL), tabungan pensiun (TENUN), hingga Kredit Mikro Merdeka yang menyasar pelaku usaha jemaat di sektor pertanian, peternakan, dan perikanan. Ada juga kredit konsumtif khusus untuk pendeta dan guru injil, serta skema pembiayaan pembangunan rumah ibadah.
Pendeta Yakub Malo Billi, Sekretaris Umum Sinode GKS, menyebut sosialisasi ini sebagai langkah strategis mempercepat pertumbuhan ekonomi di sekitar gereja. “Ini bukan hanya tentang produk bank, tapi membangun koneksi antarjemaat, menyongsong convent tahunan Oktober nanti, dan menjadikan gereja sebagai pusat penggerak ekonomi,” ujarnya.
Dalam sesi pemaparan, Yusthinus M. N. Dunga menekankan pentingnya ekosistem bisnis lokal yang saling menopang. Ia menyebut program Makan Bergizi Gratis yang diluncurkan Pemprov NTT bisa tersambung dengan hasil-hasil usaha jemaat. Sementara Gilbert Daud mengusulkan terbentuknya pusat oleh-oleh GKS yang dikolaborasikan dengan Dekranasda sebagai bagian dari program One Village One Product (OVOP).
Tak ketinggalan, Marthin Sooai menampilkan data teknis dan ide segar: mulai dari tabungan SIDI bagi pemuda gereja, hingga pemanfaatan tanah-tanah milik GKS untuk pembiayaan investasi ruko. “Bank NTT adalah milik kita bersama. Mulai sekarang, ia juga menjadi bagian dari tubuh GKS,” tegas Marthin.
Antusiasme tak hanya datang dari para petinggi Sinode. Ketua BPMJ GKS Waikabubak, Pendeta Apliyana Moto, menyampaikan testimoni tentang kemitraan yang sudah berlangsung hampir satu dekade. “Pelayanan mereka cepat, responsif, dan penuh perhatian,” katanya.
Di akhir pertemuan, suasana aula yang hangat oleh diskusi, tertawa dan doa itu pun perlahan mereda. Tapi denyut kolaborasi antara gereja dan bank baru saja dimulai. Pada Oktober 2025 nanti, kerja sama ini akan diformalisasi dalam penandatanganan MoU dan PKS saat convent tahunan GKS di Lamboya.
“Seperti tertulis dalam Roma 12 ayat 12: ‘Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa’. Kini kita tambah satu: berjejaringlah dalam kolaborasi,” tutup Marthin Sooai dengan senyum optimis.*/Laurens Leba Tukan
Komentar