Bupati Sumba Tengah, Paulus S. K. Limu melantik penjabat kepala desa baru. Dalam sambutannya, ia mengirim pesan penting: jabatan adalah pengabdian, bukan sekadar posisi.
WAIBAKUL,SELATANINDONESIA.COM – Udara Desa Lenang pagi itu lembut seperti doa yang baru saja terucap. Di halaman kantor desa, bangku-bangku plastik disusun rapi. Beberapa warga duduk diam, sebagian berdiri di bawah pohon, menunggu. Di ujung bangunan bercat putih, sebuah spanduk bertuliskan “Pelantikan Penjabat Kepala Desa Lenang” melambai pelan ditiup angin.
Hari itu, Jumat (18/7/2025), Rudiyanto Karunggulimu dilantik sebagai Penjabat Kepala Desa Lenang. Ia menggantikan Edward Keba Juruhapa yang harus mengundurkan diri karena sakit. Pelantikan berlangsung sederhana tapi sarat pesan moral. Bupati Sumba Tengah, Drs. Paulus S. K. Limu, datang sendiri memimpin upacara. Di hadapan Wakil Bupati, para pejabat perangkat daerah, camat, kapolsek, kepala puskesmas, tokoh adat, dan warga desa, ia menyampaikan pesan yang terdengar seperti pengakuan sekaligus peringatan.
“Jabatan kepala desa bukan soal prestise,” katanya lirih tapi tegas. “Itu soal amanah dan keberanian untuk melayani mereka yang sering luput dari perhatian.”
Pelantikan itu, bagi sebagian orang, mungkin hanya rotasi rutin. Tapi di baliknya, mengendap banyak harapan dan luka lama. Desa Lenang, yang terletak di Kecamatan Umbu Ratu Nggay, bukan desa yang asing bagi para pengambil kebijakan. Kawasan ini menjadi potret miniatur dari berbagai tantangan pembangunan di Sumba Tengah: rumah-rumah warga masih banyak yang reyot, akses air bersih terbatas, anak-anak sekolah menempuh perjalanan jauh, dan angka stunting masih membayang.
“Mereka yang kita wakili bukan orang-orang yang lantang bersuara di media sosial, tapi yang hidupnya diam-diam terlupakan,” ujar Bupati Paulus dalam pidatonya. Ia sempat menyinggung kondisi Edward, kepala desa sebelumnya yang mundur karena sakit, dengan nada empati. “Semoga Tuhan memberi kesembuhan baginya,” katanya pelan.
Rudiyanto, pria bertubuh sedang dan berkulit legam khas tanah kering Sumba, menerima amanah itu dengan wajah tegang namun tenang. Ia bukan orang baru dalam urusan desa, tapi jabatan ini adalah beban pertama dalam kapasitas sebagai pemimpin administratif tertinggi di tingkat kampung.
“Ini bukan soal naik jabatan, ini soal naik tanggung jawab,” kata seorang tokoh masyarakat Lenang yang duduk di barisan belakang.
Bupati Paulus mengingatkan bahwa tugas kepala desa tidak selesai pada administrasi dan musyawarah pembangunan. Tugas utama, katanya, adalah melayani. “Orang yang paling berbahagia adalah mereka yang mencari dan menemukan cara untuk melayani,” ucapnya. Kata-kata itu bukan sekadar kutipan. Ia mengaitkannya langsung dengan realitas: ibu hamil dengan KEK (Kekurangan Energi Kronik), bayi 2T (kurang gizi dan tumbuh pendek), dan anak-anak yang tumbuh dalam bayang kekurangan.
Pelantikan itu juga dijadikan momentum untuk menyerukan partisipasi dalam Gerakan Aksi Kemanusiaan Bela Rasa, inisiatif Pemerintah Kabupaten Sumba Tengah yang digalang bersama seluruh ASN dan PPPK. Tujuannya satu: menyelamatkan masa depan dari akar persoalan kesehatan ibu dan anak.
“Jika kita abai, bukan hanya desa ini yang akan membayar harganya. Tapi generasi masa depan kita semua,” tegas Bupati Paulus, suaranya mengeras.
Sore itu, usai acara selesai dan tenda dibongkar, Rudiyanto duduk sendiri di ruang kerjanya yang masih kosong. Di meja kecil itu hanya ada map biru berisi dokumen pelantikan dan secangkir kopi setengah dingin. Di luar, anak-anak berlarian di jalan tanah, dan ibu-ibu mulai menenteng air dari sumur di ujung kampung.
Tak ada seremoni megah. Tak ada karangan bunga. Tapi tugas sudah datang, mengetuk pintu.
Lenang menanti pemimpinnya yang baru, bukan untuk pidato yang indah, tapi untuk kerja yang senyap: memperbaiki satu demi satu yang selama ini tak pernah jadi berita.*/ProkopimSteng/Laurens Leba Tukan
Komentar