Ketika wakil rakyat bicara atas nama konstituen, justru berusaha menggagalkan mimpi besar rakyatnya sendiri. Satu langkah keliru hampir merampas peluang emas Rote Ndao menjadi pusat garam nasional.
JAKARTA,SELATANINDONESIA.COM – Pada sore yang murung di Jakarta, sebuah kabar tak mengenakkan diterima Bupati Rote Ndao, Paulus Henuk dari Menteri Kelautan dan Perikanan. Sebuah proyek raksasa yang dinanti-nantikan masyarakat Rote, Sentra Produksi Garam Nasional tiba-tiba berada di ujung tanduk. Bukan karena kesalahan teknis, atau hambatan hukum. Melainkan, menurut Menteri, karena ada permintaan dari seorang anggota DPR RI Dapil II NTT, Usman Husin, agar program ini dialihkan ke daerah lain. Tanpa alasan jelas.
Berita ini segera menjadi bara dalam sekam. “Kami kecewa berat,” kata Soudi Lian, Ketua Umum Perkumpulan Gelombang Transformasi Rote Ndao, dalam pernyataan resminya, (17/7/2025) di Jakarta. Ia menyebut tindakan Usman sebagai “batu sandungan” dan menyerukan masyarakat Rote Ndao agar lebih cermat memilih wakil mereka pada Pemilu legislatif mendatang.
Menurut Soudi, tak ada yang salah dari pertanyaan yang dilontarkan anggota Komisi IV DPR RI lainnya, seperti Arif Rahman, terkait program ini. “Itu bagian dari fungsi kontrol dan hal yang wajar dalam forum dewan,” ujarnya. Namun ketika seorang anggota dewan justru memblokir proyek strategis nasional yang bakal digarap di tanah kelahirannya sendiri, maka publik berhak bertanya: siapa sebenarnya yang diwakili?
Soudi tak sendiri. Mengetahui ancaman pemindahan program itu, Bupati Rote Ndao, Paulus Henuk langsung menghubungi Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena. Gubernur pun bertindak cepat: mengumpulkan jajaran dan meluncur ke Jakarta. Di saat yang hampir bersamaan, Soudi yang sedang mendampingi investor garam dalam kunjungan ke Rote Ndao, juga ikut dalam penerbangan ke ibu kota. “Kami langsung menyertai Bupati satu pesawat,” kenangnya.
Rapat penting pun digelar di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hasilnya? Rote Ndao tetap ditetapkan sebagai lokasi Sentra Produksi Garam Nasional. Keputusan itu disambut rasa syukur dan sukacita. “Ini kemenangan seluruh masyarakat Rote Ndao yang mendambakan perubahan,” kata Soudi.
Menurutnya, keberhasilan mempertahankan proyek ini bukan hanya soal garam. Tapi bisa menjadi pemantik lahirnya ekosistem ekonomi baru di wilayah paling selatan Indonesia itu: dari listrik skala industri, budidaya perikanan, pertanian terintegrasi, hilirisasi produk pasca panen, hingga pariwisata. “Kita harus menciptakan iklim investasi yang kondusif,” ujarnya.
Atas nama rakyat Rote Ndao, Soudi pun menyampaikan terima kasih kepada Presiden RI, Menteri KKP, Gubernur NTT, dan Bupati Rote Ndao atas komitmen mereka menjadikan Rote Ndao sebagai lokus proyek nasional tersebut.
Namun pernyataan tegasnya kepada oknum anggota DPR tetap menggantung di udara Jakarta. “Kami menentang keras sikap dan tutur kata yang menjadi batu sandungan,” katanya. Ia berharap masyarakat tak melupakan ini begitu saja.
Di tengah politik yang sering berkabut kepentingan, Soudi memilih jernih: berpihak pada rakyat. Rote Ndao, kata dia, tak boleh jadi korban politik jangka pendek.
“Dengan doa dan kerja keras rakyat dan pemerintah, semoga Tuhan menyertai semua perjuangan,” tutupnya.
Garam Rakyat, Wakil Bungkam
Usman Husein Dituding Ingin Geser Proyek Garam Nasional dari Rote Ndao, Lalu Enggan Berkomentar: “Biar Kaka”
Ditanya soal hal ini, Usman Husein tak banyak bicara. Dikonfirmasi SelatanIndonesia.com, Minggu (20/7/2025), politikus PKB itu hanya menjawab singkat melalui WhatsApp, “Malam Kaka, Biar Kaka.” Ketika ditanya kembali apa maksud dari “biar,” Usman menanggapi, “Tidak usah Kaka.”
Sikap bungkam Usman ini justru mempertebal tanda tanya publik. Di ruang publik, kekecewaan mulai merebak. “Masyarakat harus cerdas menilai, siapa yang benar-benar berjuang untuk mereka, dan siapa yang diam ketika kesempatan besar datang,” kata Soudi lagi.
Proyek garam ini bukan hanya simbol kedaulatan pangan, tapi juga menjadi pintu masuk bagi investasi lain: listrik skala industri, perikanan tangkap dan budidaya, integrated farming, hingga pariwisata.
Meski sempat terguncang, hasil pertemuan antara KKP dan Bupati Rote memastikan satu hal: proyek tetap berjalan di Rote Ndao. Garam tetap berpijak di tanah selatan Nusantara.
Namun narasi ini belum selesai. Dalam diamnya, Usman Husein masih menyimpan banyak pertanyaan yang belum dijawab. Dan publik Rote Ndao kini mulai mengingat: suara mereka di Pemilu mendatang akan menjadi koreksi atas sejarah yang hampir disabotase dari dalam.*/Laurens Leba Tukan
Komentar