Oleh Marsianus Nggumbe Nggoi/Pechy
(Anggota Penyatu PMKRI Cabang Yogyakarta)
Pengembangan energi panas bumi (geothermal) di Flores telah menimbulkan perdebatan yang tajam antara kebutuhan akan energi bersih dan kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan serta dampak sosial. Di satu sisi, geothermal merupakan sumber energi terbarukan yang rendah emisi karbon dan berkontribusi pada ketahanan energi nasional. Menurut Badan Geologi Kementerian ESDM (2021), Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 23,7 GW, dan Flores merupakan salah satu wilayah yang memiliki cadangan signifikan. Pengelolaan potensi ini dapat mendukung program energi berkelanjutan sekaligus memperkuat infrastruktur dasar di wilayah timur Indonesia yang selama ini kekurangan pasokan listrik.
Namun, di sisi lain, suara-suara penolakan dari masyarakat adat dan pegiat lingkungan tidak bisa diabaikan begitu saja. Beberapa proyek panas bumi di Flores dianggap mengancam kawasan hutan lindung, sumber mata air, dan situs budaya masyarakat lokal. Seperti yang dicatat oleh WALHI dan studi Universitas Nusa Cendana (2023), proyek geothermal di beberapa wilayah seperti Ulumbu dan Wae Sano telah menimbulkan kecemasan akan kehilangan ruang hidup dan rusaknya ekosistem lokal. Risiko ini menjadi semakin besar jika pelibatan masyarakat tidak dilakukan secara inklusif dan berkeadilan.
Sebagai pihak yang memegang kepentingan bersama, kita perlu mengambil jalan tengah: bagaimana memastikan bahwa pengembangan energi geothermal tetap berjalan, namun dengan tata kelola yang transparan, partisipatif, dan berwawasan lingkungan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC), sebagaimana diatur dalam Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP, 2007). Pendekatan ini mensyaratkan adanya persetujuan dari masyarakat lokal sebelum proyek berjalan, serta perlunya kajian dampak lingkungan dan sosial yang komprehensif dan independen.
Selain itu, penting untuk mengedepankan teknologi eksplorasi dan eksploitasi geothermal yang ramah lingkungan. Teknologi seperti binary cycle atau closed-loop system memungkinkan pengambilan panas bumi tanpa membuang air panas atau gas ke permukaan, sehingga mengurangi dampak terhadap sumber air dan udara. Lembaga seperti International Renewable Energy Agency (IRENA) telah merekomendasikan inovasi ini sebagai standar praktik baik dalam pengembangan geothermal di kawasan sensitif secara ekologis dan budaya (IRENA, 2020).
Kami mendorong pemerintah, investor, dan masyarakat sipil untuk duduk bersama dalam forum dialog yang terbuka dan setara. Energi yang kita bangun hari ini harus menjadi jalan menuju keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan, bukan sumber konflik baru. Flores tidak hanya menyimpan potensi energi, tetapi juga kearifan lokal dan ekologi yang harus dijaga. Titik temu bukanlah kompromi setengah hati, melainkan komitmen penuh untuk membangun masa depan yang adil dan lestari bagi semua pihak. (*)
Komentar