Oleh: Dr. Wara Sabon Dominikus, M.Sc
Dosen FKIP Undana
Harapan Besar
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu langkah strategis pemerintah dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 dengan fokus utama memperkuat pembangunan sumber daya manusia melalui peningkatan status gizi anak-anak. Program ini didesain untuk mengatasi permasalahan malnutrisi dan stunting yang masih menjadi tantangan serius di Indonesia, serta mendukung tumbuh kembang optimal anak dengan memastikan pemenuhan kebutuhan gizi harian sesuai standar Angka Kecukupan Gizi (AKG). Selain itu, MBG juga bertujuan meningkatkan prestasi belajar siswa melalui penyediaan makanan sehat di sekolah yang dapat menunjang konsentrasi dan motivasi belajar, sekaligus meringankan beban ekonomi keluarga kurang mampu. Melalui program ini, pemerintah berharap mencetak generasi yang sehat, cerdas, dan kompetitif demi masa depan bangsa yang lebih baik.
Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah program andalan pemerintah saat ini yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi anak sekolah sebagai salah satu aset masa depan bangsa. MBG lahir dari niat mulia: memastikan agar anak-anak dari keluarga kurang mampu bisa mendapatkan asupan makanan bergizi yang cukup setiap hari di sekolah, sehingga tumbuh sehat dan cerdas. Program ini diharapkan menjadi jalan keluar efektif atas permasalahan stunting dan gizi buruk yang masih mengintai generasi muda Indonesia.
Keracunan Massal MBG
Kenyataan di lapangan belakangan ini justru menghadirkan dilema besar: kejadian keracunan massal akibat makanan MBG menjadi sorotan utama, menimbulkan keraguan dan kekhawatiran terhadap pelaksanaan program ini. Data terbaru hingga akhir September 2025 mencatat adanya sekitar 6.452 kasus keracunan akibat MBG yang tersebar di 16 provinsi, menurut Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Provinsi Jawa Barat menjadi yang paling parah dengan 2.012 kasus, diikuti oleh DI Yogyakarta sebanyak 1.047 kasus, Jawa Tengah dengan 722 kasus, lalu Bengkulu (539) dan Sulawesi Tengah (446).
Kasus keracunan ini meliputi ribuan siswa dari berbagai jenjang, yang mengalami gejala mulai dari mual, muntah, diare, gatal-gatal, sampai sesak napas dan bahkan memerlukan rawat inap. Kejadian ini tidak hanya menjadi masalah kesehatan, tetapi juga mengganggu proses belajar mengajar dan menimbulkan keresahan orang tua serta masyarakat.
Penyebab utama keracunan ini dilaporkan terkait dengan lemahnya sistem pengawasan kualitas dapur penyedia MBG, kondisi makanan yang tidak layak konsumsi—seperti sudah busuk atau disimpan terlalu lama sebelum didistribusikan—serta standar kebersihan yang tidak terpenuhi. Kepala Sekretariat Kepresidenan, Muhammad Qodari, menyebut hanya 34 dari 8.583 dapur MBG yang telah memperoleh sertifikasi kebersihan. Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) juga mengakui adanya kesalahan dari mitra penyedia makanan dan berkomitmen untuk memperbaiki sistem pengadaan dan distribusi agar kejadian serupa tidak terulang.
Di sisi lain, berbagai organisasi dan tokoh memberikan reaksi kritis terhadap keberlanjutan program MBG dalam situasi ini. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) meminta evaluasi menyeluruh untuk memastikan keamanan makanan sebagai proteksi utama bagi anak-anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyerukan penghentian sementara program MBG sampai ada jaminan peningkatan kualitas pengawasan dan mutu makanan. Sementara beberapa anggota DPR mengusulkan agar anggaran MBG dialihkan menjadi bantuan langsung tunai kepada orang tua untuk memasak sendiri, sebagai alternatif yang lebih aman. Namun, pemerintah menolak opsi tersebut dan berencana melanjutkan program dengan penguatan pengawasan yang lebih ketat.
Dari sisi kebijakan, peneliti kebijakan publik seperti Joko Susilo mengingatkan bahwa MBG merupakan janji politik yang ambisius namun perlu data lengkap dan regulasi ketat untuk mendukung implementasi. Menurutnya, pelibatan masyarakat dan evaluasi sistem harus menjadi prioritas agar program MBG tidak hanya menjadi solusi sementara yang berisiko bagi anak didik. Tekanan masyarakat yang terus meningkat dan kasus keracunan yang berulang merupakan pertanda adanya kegagalan sistemik yang harus segera diluruskan agar harapan akan gizi anak yang lebih baik tidak berubah menjadi penderitaan dan risiko bagi mereka.
Secara keseluruhan, MBG antara harapan dan kenyataannya menunjukkan kontras tajam. Niat luhur menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak sekolah Indonesia menghadapi kendala serius dalam pelaksanaan yang menyebabkan kasus keracunan massal. Dengan data keracunan yang tersebar di banyak provinsi dan respon beragam dari pejabat serta masyarakat, program ini harus segera dievaluasi secara mendalam. Perbaikan sistem pengadaan, distribusi, pengawasan, serta keterbukaan transparansi menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan dan memastikan MBG benar-benar menjadi program yang bermanfaat dan aman bagi sumber daya generasi bangsa. Hanya dengan langkah tegas dan kolaborasi semua pihak, janji gizi anak Indonesia melalui MBG dapat menjadi kenyataan yang menjanjikan masa depan gemilang bagi anak-anak kita.
Perbaiki MBG
Mencegah keracunan siswa akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) ke depannya maka perlu ada kebijakan antara lain meliputi langkah-langkah berikut:
- Penguatan Pengawasan dan Sertifikasi Dapur MBG
Melakukan sertifikasi ketat dan pengawasan rutin terhadap seluruh dapur penyedia makanan MBG agar memenuhi standar kebersihan, keamanan pangan, dan kualitas bahan baku. Pengawasan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Badan Gizi Nasional (BGN) harus dilakukan secara berkala dengan pengujian sampling makanan secara acak. - Keterlibatan Masyarakat dekat sekolah dan Pemangkasan Rantai Pasok
Melibatkan Masyarakat sekitar sekolah dalam pengadaan dan distribusi MBG untuk memangkas rantai pasok agar makanan dapat disajikan dalam kondisi segar dan tepat waktu. Masyarakat di sekitar sekolah diberi tanggung jawab pengelolaan dapur MBG sehingga dapat memangkas jarak dan waktu distribusi untuk menghindari makanan basi. - Pembatasan Waktu dan Uji Kualitas Makanan
Menetapkan batas toleransi waktu maksimal antara makanan selesai diolah dan saat dikonsumsi oleh siswa. Makanan harus diuji secara organoleptik (tampilan, aroma, rasa, tekstur) sebelum dibagikan untuk memastikan kesegaran dan keamanan makanan. - Edukasi dan Program Sekolah Sehat
Meningkatkan edukasi higiene dan sanitasi kepada siswa, guru, dan staf sekolah dengan program pembiasaan cuci tangan pakai sabun, serta penerapan program Sekolah Sehat untuk memperketat kebersihan di kantin dan area penyimpanan makanan. - Evaluasi Sistem Menyeluruh
Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh sistem pelaksanaan MBG, termasuk pengadaan, penyimpanan, distribusi, dan pengawasan, serta melibatkan ahli gizi, tenaga kesehatan, dan masyarakat sebagai pengawas untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. - Transparansi dan Pelaporan Cepat
Membangun mekanisme pelaporan cepat dan transparan apabila ditemukan kasus keracunan agar tindakan penanganan dan pencegahan dapat segera dilakukan, serta membangun kepercayaan masyarakat terhadap program MBG. - Pengurangan jumlah porsi di setiap Dapur MBG
Mengingat sangat bervariasi jumlah siswa di setiap sekolah dan topografi serta kondisi geografis yang sangat variative di setiap daerah maka jumlah porsi pada setiap dapur MBG agar diturunkan jumlahnya dari 3000 menjadi maksimal 500. Sehingga dapat diminimalisir keterlambatan pengantaran ke sekolah-sekolah.
Kita semua sepakat: MBG adalah program baik yang harus tetap berjalan. Tujuannya mulia dan manfaat jangka panjangnya tidak terbantahkan. Tetapi ada syarat mutlak: keamanan pangan tidak boleh ditawar. Kesehatan anak-anak adalah garis merah. Jika ada kelalaian, ia harus segera diperbaiki. Bila ada celah pengawasan, ia harus segera ditutup.
Sejarah pembangunan menunjukkan, program besar sering kali diuji dengan persoalan di awal. MBG tidak berbeda. Namun yang membedakannya adalah bagaimana kita merespons. Jika pemerintah, sekolah, penyedia, orang tua, dan masyarakat sipil bersatu menjaga standar keamanan, MBG bisa kembali ke jalurnya: menjadi investasi sosial yang berharga untuk masa depan bangsa. Mari kita jaga bersama niat baik ini, dengan tata kelola yang baik, agar anak-anak Indonesia tumbuh sehat dan cerdas tanpa rasa was-was setiap kali menyuap nasi. MBG tetaplah Makanan Bergizi Gratis, tidak berubah menjadi MBG: Makanan Beracun Gratis. Semoga!!!



Komentar