KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Di tengah krisis iklim yang semakin nyata dan membayangi nasib petani kecil di pedesaan, Centrum Inisiatif Rakyat Mandiri (CIRMA) datang menyodorkan satu hal sederhana namun mendesak: kolaborasi. Lembaga masyarakat sipil yang berdiri sejak 2018 itu bertemu Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Emanuel Melkiades Laka Lena di ruang kerjanya, Kamis (10/7/2025), dengan satu pertanyaan besar: apakah mungkin bertani dengan bermartabat di tengah alam yang makin tak ramah?
John Mangu Ladjar, Direktur CIRMA, memaparkan delapan tantangan klasik yang membelit kehidupan petani kecil dampingan mereka di 30 desa di Timor Barat, dari air yang kian langka, akses terbatas ke alat dan teknologi pertanian, langkanya bibit dan pupuk, hingga minimnya pendampingan serta disfungsi kelompok tani. “Kami ingin menyelaraskan kerja kami dengan arah kebijakan pembangunan desa di Provinsi NTT. Ini bukan soal proyek, ini soal masa depan,” kata John.
Program utama CIRMA saat ini, Empowering West Timor 2024–2027, menyasar peningkatan kapasitas 6.000 petani kecil melalui pendekatan kolaboratif, penguatan jejaring, serta pendidikan ketahanan iklim. Dengan latar belakang itu, CIRMA tak hanya menyodorkan data, tapi juga menyampaikan kegelisahan: pembangunan pertanian di NTT berjalan terlalu lambat, padahal waktu tidak sedang menunggu.
Gubernur Melki menyambut positif ajakan CIRMA. “Tantangan air, alsintan, bibit, dan pupuk adalah tantangan produksi. Tapi tantangan lain seperti SDM dan kelompok tani itu soal keberlanjutan,” ujarnya. Ia menekankan pentingnya kontrol dan pengawasan atas berbagai inisiatif yang telah dibangun. “Jangan sampai kita bangun lalu tinggalkan begitu saja. Tanpa keberlanjutan, semua sia-sia.”
Gubernur Melki juga mengarahkan agar CIRMA terhubung langsung dengan Dinas Pertanian dan Sekretariat Bersama Ayo Bangun NTT. Lembaga ini, menurut Johanes Subani dari Sekber, telah memfasilitasi CIRMA bertemu Dirjen Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Samsul Widodo, dan membuka peluang kolaborasi dengan Balai Latihan Kerja serta kampus-kampus di NTT untuk pendidikan petani berbasis ketahanan iklim.
Salah satu pintu masuk yang kini disoroti Gubernur adalah program Kosabangsa dari Kemendiktisaintek. Ia meminta agar CIRMA menjadi mitra strategis agar mahasiswa dari perguruan tinggi di NTT bisa ditempatkan di desa-desa dampingan CIRMA. “Mereka bisa belajar langsung, sekaligus membantu mendampingi petani,” kata Gubernur Melki.
Audiensi ini bukan sekadar dialog formal. Ia menjadi penanda penting bahwa tata kelola pertanian di NTT kini tak lagi bisa diserahkan sepenuhnya pada pendekatan birokratis. Dibutuhkan jembatan seperti yang sedang dibangun CIRMA, antara suara petani di lapangan, dunia akademik, hingga pengambil kebijakan.
Krisis iklim tak akan berhenti menunggu kesiapan. Tapi dengan kolaborasi semacam ini, harapan bahwa petani kecil di NTT bisa bertahan dan bahkan berkembang tetap menyala. “Kami tidak bisa sendiri,” ujar John. “Tapi bersama, kita bisa berbuat lebih dari sekadar bertahan.”*/Marioo Lawi/Laurens Leba Tukan
Komentar