Kepala Dinas Pendidikan NTT, Ambrosius Kodo Turun Tangan Layani 2.771 Guru dan Tenaga Kependidikan PPPK: “Ini Bukan Sekadar Tugas Administratif”
KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Di lantai pelayanan Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur, kursi-kursi tak pernah kosong. Sejak Jumat (25/7/2025) siang hingga malam pukul 20.30, antrean tak henti mengalir, wajah-wajah lelah namun penuh harap memenuhi ruangan. Di tengah suasana padat dan ritme kerja yang nyaris tanpa jeda, satu sosok tampak bergerak dari meja ke meja: Ambrosius Kodo, Kepala Dinas Pendidikan NTT.
Tanpa banyak protokol, Ambrosius menyambut langsung para guru dan tenaga kependidikan yang datang mengambil Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas (SPMT) dan menandatangani perjanjian kerja sebagai ASN PPPK. Bukan sekadar simbolik, ia ikut memeriksa berkas, menenangkan antrean, hingga memastikan semua terlayani secara manusiawi. Sebanyak 2.771 orang terdiri dari 2.504 guru dan 267 tenaga kependidikan dilayani dalam tiga hari kerja tanpa libur.
“Ini bukan cuma proses administrasi. Ini adalah momen di mana harapan-harapan para pendidik akhirnya mendapat pengakuan negara,” kata Ambrosius Sabtu (26/7/2025), di sela pelayanan yang baru berakhir malam nanati dan akan dilanjutkan besok siang jika belum tuntas.
“Kembalilah ke Sekolah, Anak Didik Menantimu”
Hari pertama pelayanan, Jumat siang (25/7/2025), terlayani 581 orang. Hari kedua, sejak pukul 09.00 pagi hingga malam nanti, targetnya menyelesaikan 2.190 guru dan tenaga kependidikan lainnya. Jika belum selesai, proses akan dilanjutkan Minggu (27/7/2025) mulai pukul 13.00 siang. Tak ada jeda, tak ada alasan birokratis. Bagi Ambrosius, kecepatan bukan sekadar efisiensi, tapi wujud penghormatan pada mereka yang telah mengabdi dalam senyap.
“Saya memberi hormat kepada para guru yang telah mengabdikan diri demi NTT Cerdas. Setelah selesai, segera kembali ke tempat tugas. Anak didik menantimu,” katanya, sembari menepuk bahu seorang guru dari Flores Timur yang matanya sembab karena haru.
Pernyataan itu bukan klise. Di balik meja layanan, ratusan guru dari pelosok, dari Malaka, Lembata, Flores hingga Sabu Raijua berdatangan dengan map lusuh, seragam Korpri, dan secercah harapan yang akhirnya menemukan tempatnya. Beberapa membawa anak. Yang lain duduk berjam-jam, menunggu giliran yang datang malam hari.
Birokrasi Rasa Kemanusiaan
Berbeda dari pelayanan birokrasi konvensional yang kaku dan formalistik, suasana di kantor Dinas Pendidikan lebih menyerupai posko kemanusiaan. Beberapa staf membawa termos kopi dan roti untuk guru-guru yang datang dari jauh. Ambrosius sendiri nyaris tak duduk sejak pagi.
“Kami ingin pelayanan ini tidak hanya cepat, tapi juga ramah dan manusiawi. Mereka sudah cukup lelah menunggu selama bertahun-tahun. Jangan lagi disakiti oleh sistem,” ujarnya.
Ia menyadari bahwa pengangkatan ini tak serta-merta menyelesaikan semua masalah. Tantangan berikutnya: distribusi guru, kelengkapan fasilitas, dan penguatan kompetensi. Tapi bagi Ambrosius, pengangkatan 2.771 guru dan tenaga kependidikan ini adalah titik tolak, bukan titik akhir.
Gubernur Melki : Ini Kontrak Perubahan
Langkah cepat Dinas Pendidikan NTT ini merupakan tindak lanjut dari penyerahan SK PPPK Tahap I oleh Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, dua hari sebelumnya di Stadion Oepoi, Kupang. Di hadapan ribuan PPPK yang memadati lapangan, Gubernur Melki mengatakan, “Ini bukan sekadar SK. Ini adalah kontrak perubahan. Hadirkan karya nyata yang dirasakan manfaatnya oleh rakyat.”
Melki juga menyampaikan refleksi yang menggetarkan: sebuah doa untuk almarhumah Gregoriana Kagarni Roga, guru dari Ende yang lulus formasi PPPK namun meninggal dunia sebelum menerima SK. “Menjadi ASN bukan hanya status. Itu amanah, yang bisa berakhir kapan saja,” ujarnya, mengingatkan pentingnya integritas dalam pengabdian.
Akhir yang Baru Dimulai
Sampai Sabtu siang, suasana di Dinas Pendidikan belum juga reda. Beberapa guru masih duduk di tangga, menunggu nomor antrean mereka disebut. Di sudut ruang, seorang staf tertidur sejenak, sebelum kembali bangun melayani. Di tengah semua itu, Ambrosius Kodo masih berdiri, menerima laporan, membubuhkan paraf, dan menyapa satu per satu guru yang datang.
“Saya akan berdiri sampai guru terakhir hari ini selesai dilayani. Karena mereka telah berdiri jauh lebih lama dari kita, di ruang-ruang kelas yang panas dan tanpa kepastian,” katanya.
Jika negara memberi kepercayaan dalam bentuk SK, maka dinas ini memberi pengakuan dalam bentuk pelayanan. Dan di balik tumpukan dokumen itu, ada satu hal yang tak boleh terlupa: ASN adalah pelayan rakyat, dan itu dimulai dari cara mereka sendiri dilayani.*/Laurens Leba Tukan
Komentar