Skema Jual-Beli Tanah Diduga Libatkan Oknum Polisi, Anggota DPR RI Dr. Umbu Rudi Kabunang akan bergerak hingga Mabes Polri
TAMBOLAKA,SELATANINDONESIA.COM – Kabut belum sepenuhnya terangkat dari ladang-ladang karang Desa Tanjung Karoso, Kecamatan Kodi, Sumba Barat Daya, saat kabar itu menyelinap dari sebuah rumah kebun milik keluarga Suku Laimehe. Dua nama berseragam coklat mencuat dari gumam warga, FHD diduga anggota aktif Polres Sumba Barat Daya dan B anggota Satbrimbob SBD. Tapi bukan karena mereka tengah menyidik perkara hukum, melainkan karena dituding ikut terlibat dalam praktik jual-beli tanah secara ilegal. Ladang seluas 5,6 hektare milik warga yang sebagian besar buta huruf itu, mendadak berpindah tangan dalam diam.
“Ini skema rapi, diduga melibatkan aparat, yang akan merampas hak rakyat kecil, dan ini tidak boleh terjasdi,” kata Dr. Umbu Ruri Kabunang, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Golkar, seusai bertemu keluarga korban di Kodi, Kamis siang, (29/5/2025).
Kedatangan Umbu Ruri bukan tanpa alasan. Laporan masyarakat menyebut, dua anggota suku Laimehe, Welhelmus Winya Marru dan Hendrikus Mona Dendo serta para ahli waris mengaku telah menandatangani surat yang mereka kira sebagai dokumen pendataan. Belakangan terungkap, dokumen itu merupakan surat kuasa untuk menjual tanah milik mereka.
“Tak ada penjelasan, tak ada pertemuan dengan pembeli, tiba-tiba tanah kami sudah pindah tangan,” kata Hendrikus. Mereka juga tidak diberi salinan dokumen secara resmi.
Transaksi itu menguarkan bau tak sedap sejak awal. Nilai jual-beli tanah ditaksir mencapai lebih dari Rp18 miliar, namun keluarga hanya menerima Rp500 juta, itu pun dicicil selama beberapa tahun. Tak jelas ke mana menguapnya miliaran rupiah sisanya. Lebih janggal lagi, pertemuan antara pembeli dan pemilik tanah tak pernah terjadi. Semua proses disebut dikendalikan oleh pihak perantara yang diduga berprofesi sebagai aparat.
“Sampai hari ini, sebagian ahli waris bahkan belum pernah menandatangani dokumen penjualan apa pun,” kata Welhelmus.
Umbu Ruri tak tinggal diam. Ia berjanji akan melaporkan kasus ini ke Direktorat Propam Polda Nusa Tenggara Timur hingga ke Kadiv Propam Mabes Polri. “Ini bukan sekadar pelanggaran etik. Ini diduga kejahatan terstruktur yang menggerogoti kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum,” tegasnya.
Kasus mafia tanah memang bukan cerita baru di tanah Nusa Cendana. Tapi keterlibatan oknum polisi aktif dalam peran strategis menjadi tanda awas bagi integritas institusi penegak hukum. Di sejumlah wilayah di Sumba, praktik serupa pernah muncul, tanah adat atau hak ulayat berpindah ke tangan pembeli luar daerah, tanpa prosedur yang sah dan tanpa persetujuan seluruh ahli waris. Proses hukumnya pun kerap mandek. “Ini menjadi permasalahan akut yang bakal meledak di Pulau Sumba karena masyarakat adat dipinggirkan dari air dan tanah miliknya,” sebut Umbu Rudi.
Dalam kasus di Tanjung Karoso, pembeli disebut-sebut sebagai selebgram asal Bali diduga Bernama Kevin. Namun hingga kini, tak ada sertifikat resmi atas nama pembeli yang tercatat secara sah. “Kami minta notaris membatalkan akta jual beli yang cacat prosedur itu,” kata Umbu Rudi.
Ia juga mengecam segala bentuk intimidasi terhadap warga yang bersuara. Menurutnya, sejak kasus ini mencuat, sejumlah keluarga ahli waris hidup dalam tekanan dan rasa takut. “Ini perampokan hak dengan cara berseragam. Negara tak boleh diam,” katanya.
Kepala Kepolisian Resor Sumba Barat Daya, AKBP Harianto Rantesalu, saat dikonfirmasi SelatanIndonesia.com, Jumat, 30 Mei 2025, mengatakan akan menindaklanjuti laporan tersebut. “Saya akan cek informasinya. Jika memang ada keterlibatan anggota, kami tindak sesuai prosedur dan secara profesional,” ujar Harianto.
Sementara itu, di Tanjung Karoso, warga mulai menyusun kekuatan. Mereka tak ingin menjual tanah, tapi ingin menyelamatkannya. Satu per satu bukti dikumpulkan, kesaksian dicatat, dan keberanian mulai tumbuh.
“Sekali tanah ini lepas tanpa perlawanan, selamanya bisa tak kembali,” kata salah satu tetua suku dengan suara parau.*/laurens leba tukan
Komentar