WAIBAKUL,SELATANINDONESIA.COM – Di hamparan savana Sumba yang luas, tempat kuda Sandelwood berlari bebas seolah berpacu dengan angin, lahirlah sebuah terobosan dari tanah marapu: Rumah Mandiri dan Pekarangan Pro Oli Mila, program pro rakyat miskin dari Bupati Sumba Tengah, Paulus S. K. Limu. Dari rumah layak huni hingga kambing, entok, dan bibit hortikultura, program ini ibarat benih harapan yang ditabur di tanah kering, menunggu tumbuh menjadi kehidupan yang lebih baik.
Bupati Sumba Tengah, Paulus S. K. Limu merangkum program ini dalam dua wujud nyata: Rumah Mandiri, tempat tinggal sederhana yang kokoh bagi keluarga miskin, dan Pekarangan Pro Oli Mila, lahan kecil yang ditata dengan kebun sayur, kandang ternak, dan air bersih. Dari pekarangan itu, diharapkan keluarga bisa menumbuhkan pangan bergizi, menambah penghasilan, sekaligus menata hidup dengan lebih mandiri.
Sejak diluncurkan pada 2019, program Rumah Mandiri Pro Oli Mila telah menghasilkan 1.498 unit rumah. Pada periode kedua kepemimpinan Paulus (2025–2029), target ditetapkan lebih tinggi: 1.625 unit, atau rata-rata 325 unit per tahun. Tahun ini, meski anggaran terbatas, target itu tetap tercapai.
Bupati Paulus menegaskan, setiap rumah harus menjadi pusat kehidupan ekonomi keluarga. “Rumah ini harus hidup,” katanya. Pekarangan disulap menjadi ruang produktif: ada kandang kambing, kolam ikan biopflok, hingga kebun sayur.
Program ini melibatkan 15 organisasi perangkat daerah lintas sektor, dari pertanian, peternakan, kesehatan, pendidikan, hingga koperasi dan perbankan. Sinergi itu menjadikan Pro Oli Mila bukan sekadar program bantuan, melainkan mesin multi dimensi: mengatasi papan, pangan, gizi, sekaligus membuka lapangan kerja.
“Prinsip kami sederhana, setiap keluarga miskin di Sumba Tengah harus punya rumah layak dan pekarangan yang hidup. Dari sanalah mereka bisa membangun kemandirian, memberi makan anak-anaknya dengan pangan sehat, dan keluar dari kemiskinan,” kata Bupati Sumba Tengah.
Rektor Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Prof. Dr. drh. Maxs U. E. Sanam, M.Sc, menyambut langkah itu dengan penuh apresiasi. Ia menyebut, bantuan rumah menghadirkan rasa aman, sementara ternak dan bibit hortikultura membuka jalan menuju ekonomi berkelanjutan. “Dengan penghasilan yang lebih baik dan pangan bergizi, masyarakat bisa keluar dari jerat kemiskinan sekaligus memperbaiki gizi keluarga,” ujarnya di Kupang, Minggu (14/9/2025).
Namun, Prof. Maxs tidak berhenti pada pujian. Ia menitipkan sejumlah saran agar Pro Oli Mila tak sekadar menjadi janji sesaat, melainkan warisan jangka panjang. Pendampingan dan pelatihan berkelanjutan mutlak dilakukan, dari perawatan ternak hingga teknik bertani hortikultura yang tepat. Perguruan tinggi, kata dia, siap terlibat melalui riset, edukasi, serta teknologi yang sesuai dengan kondisi lokal.
Ia juga mendorong pembentukan kelompok tani dan ternak, agar solidaritas menjadi penopang ekonomi rakyat. Monitoring berkala perlu dilakukan untuk memastikan bantuan tidak menyimpang dari tujuan. Bahkan lebih jauh, integrasi dengan program perbaikan gizi dan kesehatan menjadi kunci agar dampaknya terasa di meja makan keluarga miskin. Tak kalah penting, pemerintah mesti membuka akses pasar dan memperkuat infrastruktur distribusi, sehingga hasil ternak dan panen hortikultura benar-benar memberi nilai tambah.
Di Desa Anakalang, Marten Dapawau (38), penerima bantuan Rumah Mandiri dan dua ekor kambing, tak mampu menyembunyikan rasa harunya. “Dulu kami tinggal di rumah bambu beratap rumbia yang sering bocor. Sekarang anak-anak bisa tidur tenang, dan dengan kambing ini kami punya harapan menambah penghasilan,” katanya. Di pekarangan rumahnya yang baru, tumbuh pula bibit sayur kangkung dan tomat. “Kalau panen, kami bisa makan lebih bergizi dan sisanya dijual di pasar.”
“Jika semua langkah itu dijalankan, Pro Oli Mila bukan sekadar program pengentasan kemiskinan, melainkan juga jalan menuju perbaikan kualitas hidup masyarakat Sumba Tengah dan NTT secara keseluruhan,” kata Prof. Maxs menegaskan.
Dan ketika malam tiba, di atas padang savana yang temaram, kuda-kuda Sandelwood tetap berlari, meninggalkan jejak di tanah berdebu. Seperti program yang baru dimulai ini, setiap langkahnya adalah jejak kecil yang, bila terus dijaga, akan menjelma menjadi tapak panjang menuju masa depan yang lebih sejahtera.*/Laurens Leba Tukan



Komentar